Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hisyam Najamudin

Korupsi dalam Transformasi Pelayanan Kesehatan: Tinjauan Etik dan Hukum

Hospitality | 2025-12-16 08:55:04
sumber: detik.com

Transformasi pelayanan kesehatan merupakan agenda strategis yang bertujuan meningkatkan akses, mutu, dan keberlanjutan sistem kesehatan. Digitalisasi layanan, penguatan fasilitas kesehatan primer, serta pengadaan alat dan teknologi medis modern menjadi bagian tak terpisahkan dari proses ini. Namun, di balik urgensi dan kompleksitas transformasi tersebut, terdapat risiko etik dan hukum yang signifikan, terutama apabila terjadi praktik korupsi dalam pengelolaan kebijakan dan sumber daya kesehatan.

Dari sudut pandang etik, korupsi dalam pelayanan kesehatan merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip dasar etika kesehatan. Prinsip beneficence (berbuat baik) dilanggar ketika kebijakan atau pengadaan layanan tidak lagi berorientasi pada peningkatan kesehatan masyarakat, melainkan pada keuntungan pribadi atau kelompok tertentu. Akibatnya, masyarakat tidak memperoleh manfaat maksimal dari transformasi yang seharusnya memperkuat sistem kesehatan.

Selain itu, prinsip non-maleficence (tidak merugikan) juga tercederai. Korupsi berpotensi menyebabkan penggunaan alat kesehatan berkualitas rendah, distribusi layanan yang tidak merata, atau terhambatnya inovasi yang seharusnya menyelamatkan nyawa. Kerugian yang ditimbulkan tidak selalu bersifat langsung, tetapi dapat muncul dalam bentuk penurunan mutu layanan, meningkatnya angka kesakitan, dan hilangnya kepercayaan publik terhadap institusi kesehatan.

Prinsip justice (keadilan) menjadi aspek etik yang paling terdampak. Transformasi pelayanan kesehatan seharusnya memperkecil kesenjangan akses, terutama bagi kelompok rentan. Namun, praktik koruptif justru dapat memperlebar ketimpangan, karena sumber daya publik dialihkan dari kebutuhan masyarakat luas menuju kepentingan segelintir pihak. Dalam konteks ini, korupsi bukan sekadar pelanggaran hukum, melainkan bentuk ketidakadilan struktural yang merusak tujuan pembangunan kesehatan.

Dari perspektif hukum, korupsi dalam sektor kesehatan melanggar asas tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), seperti transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi. Regulasi kesehatan dan keuangan negara umumnya mengamanatkan bahwa setiap kebijakan dan pengadaan harus dilakukan secara terbuka, dapat diaudit, serta berorientasi pada kepentingan publik. Penyimpangan dari prinsip ini membuka ruang sanksi hukum, baik pidana maupun administratif, serta dapat menimbulkan konsekuensi hukum jangka panjang bagi institusi terkait.

Lebih jauh, korupsi dalam transformasi pelayanan kesehatan juga berpotensi menghambat tujuan hukum kesehatan itu sendiri, yaitu melindungi hak masyarakat atas pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Ketika hukum gagal ditegakkan secara konsisten, maka transformasi yang dirancang untuk meningkatkan kualitas hidup justru berubah menjadi sumber ketidakpastian dan ketidakpercayaan.

Oleh karena itu, pencegahan korupsi dalam transformasi pelayanan kesehatan tidak hanya memerlukan penguatan regulasi, tetapi juga internalisasi nilai-nilai etik di kalangan pembuat kebijakan dan tenaga kesehatan. Integritas, profesionalisme, serta kesadaran bahwa kebijakan kesehatan menyangkut hajat hidup orang banyak harus menjadi landasan utama setiap proses transformasi.

Sebagai penutup, korupsi dalam konteks transformasi pelayanan kesehatan merupakan persoalan multidimensi yang menyentuh aspek etik, hukum, dan kemanusiaan. Tanpa komitmen kuat terhadap nilai etika dan supremasi hukum, transformasi berisiko kehilangan makna substantifnya. Sebaliknya, dengan tata kelola yang bersih dan berintegritas, transformasi pelayanan kesehatan dapat benar-benar menjadi instrumen keadilan sosial dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image