Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Alicia Desyifa Ardianti

Implementasi Hak Pasien dan Etika Pelayanan Kesehatan di Indonesia

Edukasi | 2025-12-14 20:51:51

Hak pasien adalah seperangkat hak yang melekat pada setiap individu yang menerima pelayanan medis, baik di fasilitas kesehatan pemerintah maupun swasta. Hak tersebut mencakup hak atas informasi yang jelas mengenai diagnosis dan tindakan medis, hak untuk memberikan persetujuan atau penolakan terhadap tindakan medis (informed consent), hak atas kerahasiaan data medis, hak untuk mendapatkan pelayanan tanpa diskriminasi, dan hak untuk memperoleh keamanan serta kenyamanan selama proses perawatan.

Prinsip-Prinsip HAM dalam Hak Pasien :

1. Prinsip Non-Diskriminasi

2. Prinsip Kesetaraan dan Keadilan

3. Prinsip Menjaga Martabat Manusia

4. Prinsip Partisipasi dan Otonomi

5. Prinsip Akuntabilitas

Etika Pelayanan Kesehatan :

Etika pelayanan kesehatan merupakan pedoman moral dan profesional yang mengatur perilaku tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Prinsip-Prinsip Etika Pelayanan Kesehatan. Menurut Beauchamp dan Childress (2013), terdapat empat prinsip utama dalam etika pelayanan kesehatan yang menjadi pedoman bagi tenaga medis:

1. Autonomy (Otonomi Pasien) Prinsip ini menekankan bahwa pasien memiliki hak untuk membuat keputusan sendiri terkait tindakan medis yang akan dijalani

2. Beneficence (Berbuat Baik) Tenaga kesehatan harus selalu bertindak untuk kepentingan dan kesejahteraan pasien, memaksimalkan manfaat dari tindakan medis yang diberikan.

3. Non-maleficence (Tidak Merugikan Pasien) Prinsip ini menekankan kewajiban tenaga kesehatan untuk menghindari tindakan yang dapat menimbulkan bahaya atau merugikan pasien.

4. Justice (Keadilan) Tenaga kesehatan harus memberikan pelayanan secara adil kepada semua pasien, tanpa diskriminasi.

Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2020), penerapan hak pasien dan etika pelayanan kesehatan di Indonesia masih menghadapi sejumlah kendala. Beberapa masalah yang muncul antara lain kurangnya pemahaman tenaga kesehatan mengenai hak-hak pasien, lemahnya pengawasan terhadap penerapan etika profesi, serta terbatasnya sosialisasi mengenai hak pasien kepada masyarakat luas.

Hasil penelitian Sari dan Wibowo (2021) menekankan bahwa pemberian pelatihan etika profesi dan komunikasi yang efektif kepada tenaga kesehatan mampu meningkatkan kualitas pelayanan serta kepuasan pasien. Dengan kata lain, penerapan hak pasien dan prinsip etika pelayanan yang baik tidak hanya berdampak pada mutu layanan, tetapi juga meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi kesehatan dan memperkuat perlindungan hukum bagi pasien maupun tenaga medis.

Salah satu bentuk pelanggaran etika yang sering terjadi di fasilitas kesehatan adalah penundaan pelayanan pasien gawat darurat karena alasan administratif, seperti status kepesertaan asuransi atau kelengkapan data pasien. Tindakan ini tidak hanya melanggar prinsip beneficence dan justice, tetapi juga bertentangan dengan kode etik profesi yang mewajibkan tenaga medis memberikan pertolongan pertama kepada siapa pun yang membutuhkan.

Studi Kasus

Kasus meninggalnya Desi Arianti, warga Gunungsariak, Padang, menjadi contoh nyata pelanggaran terhadap hak pasien sekaligus kegagalan penerapan etika profesi kesehatan. Berdasarkan laporan yang diselidiki oleh Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Barat (2024), korban datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD dr. Rasidin dalam kondisi kritis namun tidak segera mendapatkan pelayanan medis yang sesuai standar. Dugaan keterlambatan penanganan ini kemudian memicu kematian pasien.

Analisis dari Ombudsman menunjukkan beberapa temuan penting

1. Keterlambatan Respons Medis, dikarenakan pasien tidak segera ditangani meskipun datang dalam keadaan darurat.

2. Tenaga Medis Tidak Bersertifikat Kegawatdaruratan, disebabkan beberapa petugas IGD tidak memiliki sertifikasi kompetensi yang diperlukan untuk menangani kasus kritis.

3. Ketiadaan Bukti Rekaman Visual (CCTV), karena sistem dokumentasi tidak berfungsi, sehingga menghambat proses evaluasi transparan.

4. Lemahnya Pengawasan Manajemen, akibat dari pihak rumah sakit tidak melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kepatuhan SOP pelayanan gawat darurat.

5. Dari perspektif hak pasien, hal ini jelas melanggar ketentuan Pasal 32 UU Nomor 44 Tahun 2009, yang menegaskan bahwa setiap pasien berhak mendapatkan pelayanan darurat tanpa uang muka dan tanpa diskriminasiKasus ini menunjukkan adanya kesenjangan antara norma hukum dan pelaksanaan etika di lapangan.

Dampak dan Implikasi Etis

Pelanggaran hak pasien seperti kasus di atas berdampak serius terhadap:

1. Kepercayaan Publik.

2. Integritas Profesi.

3. Citra Pemerintah Daerah, sebagai pengelola rumah sakit daerah, citra pemerintah turut tercoreng akibat kurangnya pengawasan mutu pelayanan.

4. Kehilangan Nilai Kemanusiaan dalam Pelayanan Kesehatan.

5. Implikasi dari peristiwa ini menuntut adanya evaluasi menyeluruh terhadap sistem manajemen rumah sakit, termasuk penguatan kompetensi tenaga medis, penerapan audit etika, serta pemberdayaan pasien untuk memahami dan menuntut hak-haknya.

Upaya Perbaikan dan Rekomendasi

Untuk mencegah terulangnya kasus serupa, beberapa langkah strategis yang perlu dilakukan meliputi:

1. Peningkatan Kompetensi Tenaga Medis

Seluruh petugas IGD wajib memiliki sertifikasi kegawatdaruratan (BLS, BTCLS, ATLS/ACLS) untuk menjamin kesiapan dalam menangani pasien kritis.

2. Penegakan Etika Profesi dan SOP Pelayanan Darurat

Rumah sakit perlu memperkuat budaya etika melalui pelatihan rutin, kode etik internal, serta mekanisme disiplin bagi pelanggaran etika.

3. Transparansi dan Akuntabilitas Pelayanan

Penerapan sistem rekam medis elektronik dan pengawasan CCTV dapat meningkatkan akuntabilitas dalam setiap tahap pelayanan.

4. Penguatan Regulasi dan Pengawasan Pemerintah

Dinas Kesehatan harus melakukan audit etika dan mutu pelayanan secara berkala, terutama pada rumah sakit daerah.

5. Pendidikan Hak Pasien kepada Masyarakat

Pasien dan keluarga harus dibekali pengetahuan tentang hak-haknya agar mampu melakukan pengaduan dan mendorong perbaikan sistem.

Implementasi hak pasien dan etika pelayanan kesehatan di Indonesia merupakan aspek fundamental dalam mewujudkan pelayanan yang bermutu, aman, adil, dan bermartabat. Hak-hak pasien sebagaimana diatur dalam undang-undang dan regulasi kesehatan menjadi pedoman penting bagi tenaga medis dan fasilitas pelayanan kesehatan untuk memberikan layanan yang menghargai martabat manusia, menjunjung tinggi keselamatan pasien, serta memastikan tidak adanya diskriminasi dalam penerimaan layanan.

DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Pedoman Etika dan Disiplin Tenaga Kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Kemenkes RI.

Nursalam. (2016). Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: Salemba Medika.

Sari, R. A., & Wibowo, A. T. (2021). Implementasi Etika Profesi dan Hak Pasien dalam Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Umum. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia, 9(2), 115–124.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image