Sekolah Tempat Melindungi, Bukan Menyakiti: Urgensi Pencegahan Bullying dan Peran Guru
Eduaksi | 2025-12-12 09:15:00
Kabar duka kembali hadir menyelimuti dunia pendidikan Indonesia. Seorang siswa SMPN 19 Tangerang Selatan meninggal dunia diduga karena menjadi korban perundungan atau bullying oleh teman sekolahnya yang sampai sekarang belum diungkapkan secara publik. Korban dengan inisial (MH) diduga sudah mengalami perundungan sejak masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS), ia mengalami bullying berupa kekerasan fisik.
Akibatnya, kondisi tubuh MH mengalami penurunan hingga lemas dan berujung meninggal dunia. Peristiwa ini bukan hanya menyisakan duka bagi keluarga korban, namun juga menampar kesadaran masyarakat tentang lingkungan sekolah yang harusnya menjadi tempat aman bagi anak- anak justru malah sebaliknya. Ditengah sorotan publik, masyarakat melihat peristiwa ini bukan hanya sekedar insiden individu, melainkan cerminan dari kegagalan sistem perlindungan yang seharusnya mampu melibatkan guru, sekolah, orang tua, mayarakat dan negara.
Kasus ini menyingkap kembali permasalahan yang selama ini sering terabaikan. Masih banyaknya sekolah yang menganggap bullying hanyalah suatu kejadian yang dianggap biasa dan sering terjadi.Banyak sekali yang masih beranggapan bahwa bullying adalah kenalan remaja biasa yang lambat laun akan berubah dengan sendirinya. Seseorang yang mempunyai pola pikir seperti itu tidaklah paham, bahwa dampak bullying bukan hanya sekedar cuma-cuma akan tetapi berpengaruh terhadap nyawa seseorang.
Budaya diam yang sering kali dilakukan oleh pihak sekolah, baik dari guru, teman dan pihak lainnya membuat kasus perundingan tidak pernah terungkap hingga terlambat dalam menyelesaikan. Selain itu, masih banyaknya sekolah yang tidak memiliki mekanisme pelaporan yang jelas, menyebabkan korban kebingungan harus meminta bantuan kepada siapa. Hal tersebut membuat korban sudah takut terlebih dahulu untuk menceritakan kejadian bullying yang dialaminya. Peran guru yang sebagai pengawas, pembimbing dan pendidik emosional adalah salah satu pihak penting yang dapat menyelesaikan dan bahkan mencegah terkait adanya kasus bullying atau perundingan disekolah.
Namun sayangnya, peran guru tersebut belum berjalan optimal di Indonesia. Salah satu penyebab hal tersebut dikarenakan guru memiliki beban administrasi yang berat, sehingga mereka sebagai guru tidak memiliki waktu dan ruang untuk memperhatikan kondisi sosial siswa. Sementara itu, sistem perlindungan anak disekolah juga belum sepenuhnya berjalan sesuai implementasi yang sudah ditetapkan. Implementasi tersebut bahkan belum optimal baik dalam bentuk kebijakan tertulis, prosedur penanganan dan pendidikan karakter siswa seharihari. Dengan adanya perkembangan digital pun justru malah memperkeruh keadaan. Bullying tidak hanya berhenti disekolah akan tetapi tetap berlanjut melalui media sosial sehingga korban mengalami tekanan yang berlapis-lapis.
Dari perspektif psikososial, menjelaskan bagaimana pikiran, perilaku, dan kesehatan mental individu berinteraksi dengan tuntutan dan kebutuhan lingkungan sosial. Melihat dari teori perkembangan yang di populerkan oleh Erik Erikson, dari kasus tersebut bisa dijelaskan bahwa siswa SMP masih berada dalam fase pencarian identitas diri. Adanya tekanan kelompok menjadi faktor yang kuat untuk mendorong anak mengikuti arus, termasuk dalam melakukan tindakan negatif seperti bullying.
Sementara itu, dalam prespektif Social Learning Theory dari Bandura, perilaku agresif tercipta karna anak mengikuti dan meniru apa yang mereka alami. Kekerasan yang tidak mendapat sanksi atau bahkan dianggap wajar membuat anak belajar bahwa agresif adalah cara yang efektif untuk mendapatkan sesuatu. Maka dari itu, peran dewasa terutama orang tua dari lingkungan keluarga dan guru dari lingkungan sekolah serta masyarakat menjadi komponen penting dalam mengajarkan kehidupan yang bermoral agar dapat ditanamkan pada diri anak.
Tragedi yang terjadi di SMPN 19 Tangerang Selatan, seharusnya menjadi momentum untuk memikirkan kembali apa arti sekolah bagi anak. Sekolah tidak hanya cukup menjadi tempat belajar untuk menuntut ilmu dari segi akademik melainkan juga merupakan ruang bagi anak untuk menyempurnakan karakter dan ruang yang aman dalam memelihara martabat dan hak setiap siswa. Dalam sistem pendidikan kita pun patut untuk mengoptimalkan kebijakan yang ada. Salah satunya adalah kebijakan perlindungan anak yang harus jelas dan mudah untuk dipahami serta mampu diimplementasikan oleh seluruh warga sekolah.
Sebagai guru juga perlu dibekali pelatihan khusus untuk mendeteksi tanda-tanda bullying dan menangani konflik yang memang cukup sensitif. Membuat sistem pelaporan yang mudah diakses siswa dapat membantu mereka untuk menyampaikan sesuatu dan menciptakan budaya sekolah yang transparan. Pembelajaran pendidikan karakter, empati dan literasi digital harus termasuk dalam kegiatan belajar bagi siswa agar mereka dapat memahami dan mengimplementasikan nya dengan hal yang tepat. Selain itu, orang tua juga harus terlibat aktif dalam memantau kesehatan mental anak dan komunikasi baik saat disekolah dan dirumah.
Refleksi terbesar dari kasus ini adalah pencegahan kekerasan hanya dapat berhasil jika sekolah, guru dan pemerintah dapat bekerjasama. Setiap anak berhak untuk pergi dan pulang kerumah dengan selamat dan bahagia. Jika satu anak saja merasa tidak terlindungi maka sistem pendidikan masih perlu dibenahi. Tragedi seperti ini tidak boleh terulang kembali, kita harus mengingat bahwa keselamatan anak adalah tanggung jawab bersama.
Oleh: Hafiza Silmi Ramzani, Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Pamulang
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
