Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Gading Kurmafalah S.P

Luka Tak Kasat Mata: Mengungkap Bahaya Cyberbullying yang Mengikis Mental Mahasiswa

Edukasi | 2025-12-11 22:47:07

Tindakan bullying bukan hanya sekedar perbuatan kekerasan fisik seperti memukul, menghina, ataupun mengejek orang secara langsung tetapi bisa dilakukan dengan jarak jauh melalui teknologi digital.

Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, ruang digital telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari mahasiswa. Kita belajar, berdiskusi, mengirim tugas, hingga membangun relasi melalui layar gawai. Namun, bersama kemudahan itu, hadir pula sebuah ancaman yang sering dianggap sepele, padahal mampu menimbulkan luka mendalam. Cyberbullying adalah bentuk perundungan yang terjadi melalui media digital, mulai dari komentar negatif, penyebaran foto tanpa izin, hinaan daring, hingga penyebaran informasi palsu dengan tujuan menjatuhkan seseorang. Luka yang ditimbulkannya tidak terlihat, tetapi dapat mengganggu mental dan kehidupan sosial seseorang yang menjadi korbannya.

Fenomena cyberbullying terjadi bukan tanpa alasan. Ada banyak faktor yang mempengaruhinya. anonimitas di internet membuat sebagian orang merasa punya kebebasan untuk berkata apa saja tanpa memikirkan konsekuensinya. Ada pula dorongan ingin terlihat lucu atau ingin mendapat perhatian dari kelompoknya. Tekanan akademik, persaingan sosial di kampus, hingga minimnya pemahaman tentang etika bermedia sosial juga menjadi pemicu. Sayangnya, budaya digital yang permisif membuat sebagian besar orang memandang tindakan menyindir atau mengejek sebagai hal biasa, padahal dampaknya dapat sangat serius.

Bagi mahasiswa, cyberbullying bisa menjadi pukulan berat. Di usia yang sedang membangun jati diri, komentar buruk atau penyebaran kebencian dapat meruntuhkan kepercayaan diri. Ada mahasiswa yang menjadi tidak ingin membuka media sosial, tidak berani tampil di kelas, atau kehilangan fokus belajar karena stres. Beberapa bahkan mengalami kecemasan, depresi, atau menarik diri dari lingkungan sosialnya. Ruang yang seharusnya menjadi tempat bertumbuh justru berubah menjadi sumber tekanan. Cyberbullying bukan hanya mengganggu proses akademik, tetapi juga mengikis kesehatan mental dan kehidupan sosial mahasiswa.

Karena itu, pencegahan dan penanganan cyberbullying menjadi tanggung jawab bersama. Ada banyak langkah sederhana yang sebenarnya dapat dilakukan. Mahasiswa perlu memahami etika bermedia: berpikir sebelum mengomentari, menghindari penyebaran informasi tanpa verifikasi, dan tidak ikut membagikan konten yang merendahkan orang lain. Jika menjadi korban, penting untuk menyimpan bukti, memblokir pelaku, melaporkan akun tersebut, dan mencari dukungan dari teman, keluarga, atau pihak kampus. Kampus pun dapat menyediakan layanan konseling untuk membantu mahasiswa menghadapi tekanan yang muncul dari interaksi digital. Mengatasi cyberbullying bukan hanya soal melawan pelaku, tetapi juga membangun ruang digital yang aman bagi semua orang.

Di sinilah peran mahasiswa menjadi sangat penting. Mahasiswa memiliki literasi digital yang kuat dan pemahaman yang baik mengenai perkembangan teknologi. Mereka dapat menjadi agen perubahan di lingkungan kampus. Tidak hanya dengan tidak ikut melakukan tindakan perundungan, tetapi juga dengan berani bersuara ketika melihat ketidakadilan terjadi. Mahasiswa dapat menjadi teman yang mau mendengarkan, pendamping bagi korban, sekaligus penyampai informasi tentang dampak dan bahaya cyberbullying kepada teman sebaya. Melalui organisasi kampus, komunitas, maupun media sosial pribadi, mahasiswa bisa menciptakan kampanye positif, menyebarkan edukasi, dan membangun budaya saling menghargai di ruang digital.

Upaya melawan cyberbullying adalah pendidikan untuk memahami dampaknya, memelihara empati, serta membangun karakter yang berani memilih kebaikan di tengah kebebasan dunia maya. Edukasi tidak hanya hadir melalui seminar atau poster kampus, tetapi juga melalui kebiasaan kecil seperti menahan diri dari komentar kasar, memberikan dukungan kepada teman yang sedang tertekan, dan memikirkan dampak dari setiap tindakan di internet. Ruang digital akan tetap ada dan terus berkembang, tetapi sikap manusialah yang menentukan apakah ruang itu menjadi tempat yang aman atau tempat yang menyakitkan.

Mahasiswa memiliki peran besar untuk menjaga kesehatan ruang digital. Dengan pengetahuan, empati, dan kepedulian sosial yang dimiliki, mahasiswa dapat menjadi garda terdepan dalam menciptakan lingkungan daring yang lebih positif.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image