Tenang Menata Diri
Sastra | 2025-12-11 20:51:47TENANG MENATA DIRI
Oleh: Aisya Nur Nabila*)
Pada kehidupan sehari-hari mahasiswa farmasi, kata “kehilangan” sebenarnya sangat dekat dengan mereka, meskipun tidak selalu muncul dalam bentuk yang besar atau menyedihkan. Banyak orang membayangkan kehilangan sebagai sesuatu yang berat, seperti perpisahan dengan orang tercinta atau hilangnya sebuah kesempatan. Namun, bagi mahasiswa farmasi sendiri, kehilangan sering hadir dalam bentuk kecil yang tetap berpengaruh besar dalam hidup mereka. Salah satu contoh yang sering terjadi adalah hilangnya waktu untuk diri sendiri. Ketika jadwal kuliah makin padat, praktikum yang memakan waktu berjam-jam, tugas dan laporan tidak pernah selesai, serta ujian yang datang berturut-turut, waktu untuk beristirahat sebentar perlahan lenyap menghilang. Rutinitas seperti itu membuat mereka hampir tidak punya waktu untuk menenangkan pikiran atau mengisi ulang energi. Lama-kelamaan, mereka merasa sangat jauh dari diri mereka sendiri, seperti hidup yang hanya berputar pada aktivitas tanpa henti.
Penulis menuliskan dalam buku Menemukan Tenang Lewat Hilang, bahwa hidup di dunia ini penuh dengan hal-hal yang tidak bisa kita kontrol. Penulis menekankan bahwa berhenti sejenak bukan berarti kita lemah, tetapi justru itulah cara yang paling baik untuk menjaga kestabilan mental dan emosi. Ketika seseorang meluangkan waktu untuk diam dan melihat ke dalam diri, ia bisa lebih memahami apa yang benar-benar ia rasakan dan butuhkan. Penulis, Fidias mengajak pembacanya untuk melihat kehilangan dari sisi yang berbeda, bukan sebagai sesuatu yang buruk, tetapi sebagai kesempatan untuk mengenal diri sendiri lebih dalam. Bagi penulis ketenangan muncul ketika kita bisa menerima bahwa hidup tidak selalu berjalan sesuai apa yang di rencanakan.
Rasa kehilangan dalam kehidupan mahasiswa sering muncul sebagai perasaan-perasaan kecil, seperti turunnya semangat belajar, berkurangnya rasa percaya diri, atau munculnya kelelahan yang tidak kunjung hilang karena aktivitas kampus terlalu padat. Pada mahasiswa farmasi, hal ini terjadi ketika mereka mendapatkan nilai praktikum yang kurang memuaskan, gagal ujian laboratorium, atau bahkan merasa lebih lambat memahami materi dibanding teman-temannya yang lain. Situasi seperti ini bisa memunculkan pertanyaan dalam diri mereka, seperti “mengapa aku tidak bisa seperti mereka?” atau “Apa aku cocok di jurusan ini?” Jika dibiarkan, pikiran-pikiran seperti itulah yang bisa membuat seseorang semakin ragu pada diri sendiri. Padahal, energi yang di keluarkan tersebut lebih baik digunakan untuk memperbaiki diri sendiri, bukan untuk meragukan kemampuan diri sendiri.
Lewat pemikiran penulis, mahasiswa diajak melihat bahwa kehilangan bisa menjadi momen penting untuk berhenti sebentar dan mengevaluasi perjalanan yang sudah mereka jalani. Kehilangan bukanlah tanda bahwa seseorang harus menyerah, melainkan kesempatan seseorang untuk memulai lagi dengan cara yang lebih baik. Ketika seseorang memberi waktu bagi dirinya sendiri untuk menenangkan pikiran, masalah apapun yang tadinya terasa lebih berat dan susah untuk dipahami, bisa terlihat lebih jelas dan mudah dipahami. Saat kondisi pikiran yang lebih tenang, kecemasan berkurang, fokus kembali, dan tujuan awal yang sempat terlupakan bisa muncul lagi dengan jelas. Sebab itulah, jeda bukan suatu kelemahan, melainkan bagian dari proses untuk menuju kebangkitan.
Mahasiswa juga sering terjebak dalam kebiasaan membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Apalagi sekarang, pencapaian seseorang mudah sekali dilihat melalui media sosial, sehingga mereka kadang merasa tertinggal. Melihat teman lebih cepat mengerjakan laporan atau memahami materi bisa menurunkan rasa percaya diri. Padahal, setiap orang memiliki kecepatan dan kekuatan masing-masing. Ada yang unggul dalam teori, ada yang lebih mahir dalam praktik, dan ada yang butuh waktu lebih lama tetapi tetap tekun. Ketertinggalan sementara bukan berarti gagal, itu bagian dari proses menemukan gaya belajar yang paling cocok.
Selain tekanan dari perkuliahan, mahasiswa farmasi juga menghadapi tuntutan profesi yang cukup besar. Mereka dipersiapkan menjadi calon - calon apoteker yang harus teliti, tenang, dan mampu mengambil keputusan dengan tepat. Tuntutan ini sering membuat mereka merasa belum cukup baik atau ragu menghadapi masa depan. Di sinilah pentingnya memahami bahwa pertumbuhan tidak terjadi dalam sekejap. Setiap orang berkembang melalui proses panjang, termasuk kesalahan dan rasa ragu. Menerima hari-hari ketika kita merasa tidak produktif atau tidak percaya diri adalah langkah penting dalam proses pendewasaan. Dengan penerimaan itu, seseorang bisa maju tanpa membebani dirinya sendiri.
Dari berbagai dinamika tersebut, terlihat bahwa ketenangan bukan hanya soal merasa nyaman, tetapi juga tentang bagaimana seseorang bersikap dalam menjalani hidup. Mahasiswa akan lebih mudah menghadapi tekanan jika memiliki ketenangan batin. Dengan pikiran yang stabil, keputusan lebih bijak, masalah terasa lebih ringan, dan proses belajar tidak hanya soal nilai, tetapi juga bagaimana menjaga kesehatan diri.
buku Menemukan Tenang Lewat Hilang menjadi bacaan yang pas bagi siapa saja yang sedang kehilangan arah atau merasa tidak bersemangat. Buku ini mengajak para pembaca melihat kehilangan sebagai awal baru daari proses, bukan akhir dari segalanya. Mahasiswa dan para pembaca yang dapat memahami pesan yang di sampaikan penulis dalam buku ini akan tumbuh menjadi pribadi yang lebih tenang, lebih bijak, dan lebih siap menghadapi masa depan.
*) Mahasiswa Farmasi Universitas Muhammadiyah Malang
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
