Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ryan Muhammad Fauzan Sinaga

Krisis Plastik di Tanah Air: Data Terbaru, Dampak Lingkungan, dan Solusi Generasi Muda

Edukasi | 2025-12-10 18:46:52

Indonesia tengah menghadapi tsunami sampah plastik. Laporan Bank Dunia menempatkan Indonesia sebagai penyumbang sampah plastik ke laut terbesar kedua dunia (setelah China) , artinya puluhan juta ton sampah dihasilkan setiap tahun dan sebagian besar berakhir di perairan. Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) 2023 mencatat total timbulan sampah nasional mencapai sekitar 69,9 juta ton, di antaranya 18,7% adalah sampah plastik . Rakornas KLH 2025 bahkan memperkirakan jumlah sampah nasional 2023 sebesar 56,63 juta ton dengan 20% di antaranya plastik . Ironisnya, hanya 39% dari total sampah itu yang dikelola layak ; sisanya banyak yang terbuang secara terbuka dan berpotensi bocor ke laut.

Fenomena ini menimbulkan dampak lingkungan serius. Plastik yang terbuang di laut sulit terurai sehingga menumpuk dan menjadi mikroplastik masuk ke rantai makanan. Bahkan, mikroplastik telah terdeteksi dalam garam laut, air minum, bahkan darah manusia . Ekosistem laut terus terancam: seekor paus sperma di perairan Wakatobi ditemukan mati dengan 5,9 kg plastik di dalam perutnya . Polusi plastik juga memukul industri pariwisata dan perikanan. Musim hujan di Bali misalnya, pantai-pantai wisata seperti Kuta dan Seminyak kerap terbenam sampah (lebih dari 60 ton/hari) yang menurunkan citra destinasi . Nelayan pun merugi karena hasil tangkap bisa turun hingga 30% akibat sampah laut . Kerugian ekonomi nasional akibat sampah laut bahkan diperkirakan mencapai miliaran dolar per tahun .

Di sisi lain, dinamika kebijakan menangani sampah plastik masih punya tantangan. Indonesia sudah memiliki UU No.18/2008 tentang Pengelolaan Sampah yang mengatur pengelolaan dari hulu ke hilir (dari sumber hingga akhir) . Namun implementasi di lapangan belum optimal. Sistem pengelolaan sampah masih terfragmentasi, dan kesadaran publik belum merata. Survei Youth Sustainability Index 2025 menemukan bahwa meski banyak anak muda peduli lingkungan, praktik nyata masih terbatas: banyak generasi muda yang masih enggan memilah sampah di rumah karena merasa percuma tanpa dukungan sistemik . Sebagai contoh, kota Bogor yang menerapkan regulasi lokal ketat terhadap plastik sekali pakai justru memiliki indeks praktek ramah lingkungan lebih tinggi . Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan program pengelolaan sampah sangat bergantung pada regulasi yang kuat dan partisipasi masyarakat.

Selain itu, tanpa intervensi, jumlah sampah plastik global diproyeksikan akan tiga kali lipat pada 2040 . Indonesia pun berkomitmen menjawab tantangan ini, misalnya dengan target Zero Waste, Zero Emission 2050 yang digulirkan pemerintah . Namun menuju target tersebut membutuhkan reformasi di hulu (desain produk, kebijakan produsen) maupun hilir (infrastruktur pengolahan). Fakta bahwa hanya sekitar 22% sampah nasional yang saat ini didaur ulang menunjukkan perlunya percepatan strategi circular economy dan keterlibatan aktif produsen dan konsumen dalam upaya pengurangan sampah plastik.

Contoh Lapangan dan Inisiatif Komunitas

Berbagai inisiatif nyata telah muncul di lapangan. Di kota besar seperti Jakarta, bank sampah komunitas menjadi salah satu solusi. Misalnya, Bank Sampah Gunung Emas yang didirikan warga Rawamangun (Jakarta Timur) pada 2014 berhasil mengumpulkan sekitar 6–7 ton sampah per bulan dari 557 nasabah (rumah tangga, sekolah, perusahaan) . Sampah-sampah tersebut dikumpulkan dan didaur ulang sehingga mengurangi beban TPA. Begitu pula di Bogor dan Depok, keberadaan bank sampah induk dan unit-unitnya telah mengubah sampah plastik menjadi produk bernilai melalui daur ulang.

Selain aksi pengolahan di darat, aksi kebersihan pantai juga digerakkan anak muda. Di Pulau Bintan (Kepri), puluhan relawan muda dari Yayasan Seven Clean Seas rutin memungut sampah di pesisir. Sejak pertengahan 2020, mereka telah mengumpulkan 600 ton sampah plastik laut , dominannya berupa jaring dan kantong plastik terdampar. Para pemuda ini tidak hanya memungut sampah, tetapi juga memberikan edukasi tentang bahaya plastik ke masyarakat pesisir. Meski pantai kembali kotor satu bulan kemudian, gigihnya aksi ini menumbuhkan kesadaran bahwa sampah bukan masalah yang harus ditunggu diatasi pemerintah semata, melainkan dibersihkan bersama secara berkelanjutan.

Program pengumpulan sampah di sekolah juga menjadi contoh upaya gotong-royong. Misalnya, siswa-siswa MTs Al Hikam di Jombang secara rutin memasukkan botol plastik yang telah dipilah ke “gerobak sedekah sampah” sekolah . Inisiatif ini mengajarkan pentingnya memilah sampah sejak dini dan memberikan insentif langsung (botol plastik bernilai ekonomi) kepada pelajar. Gerakan serupa di tingkat sekolah dan kampus kini semakin banyak, dari lomba “Bank Sampah Terbaik” hingga aplikasi digital pelaporan sampah, yang semuanya menghubungkan partisipasi muda dengan hasil konkret pengumpulan plastik.

Solusi Kolaboratif

Menyelesaikan krisis plastik memerlukan kolaborasi semua pihak. Berikut langkah-langkah kunci yang dapat ditempuh:

  • Gaya Hidup Minim Sampah (3R) – Mengurangi konsumsi plastik sekali pakai dalam kehidupan sehari-hari. Kementerian LHK mendorong kampanye “gaya hidup minim sampah” dengan langkah konkret: mengurangi kemasan sekali pakai, menolak produk yang tidak dapat didaur ulang, membawa wadah sendiri saat berbelanja, mengompos sampah organik, dan menabung sampah plastik bernilai di bank sampah . Dengan setiap keluarga menerapkan pilah-pilah sampah di rumah, beban sampah yang harus diproses pemerintah dapat berkurang drastis.
  • Ekonomi Sirkular dan Daur Ulang – Memperkuat industri daur ulang plastik. Pemerintah kini mendorong penerapan prinsip ekonomi sirkular lewat unit-unit daur ulang sosial, seperti Recycling Business Unit yang mengolah botol plastik bekas menjadi bahan baku baru . Meskipun saat ini pasokan recycled PET masih menjadi tantangan , kolaborasi dengan produsen kemasan dan distributor dapat memastikan plastik pascakonsumen terpilah dan diolah kembali.
  • Pendidikan dan Aksi Generasi Muda – Mengaktivasi anak muda sebagai agen perubahan lingkungan. Kampanye edukasi di sekolah, kampus, dan media sosial perlu terus digeber. Studi YSI 2025 menemukan bahwa pemuda Indonesia semakin peduli isu lingkungan, namun belum sepenuhnya dipandu untuk bertindak konkret . Program seperti Gerakan Aksi Lingkungan dan Solusi Sampah (GAUL’s) yang diluncurkan KLHK menjadi platform penggerak utama anak muda menuju pengelolaan sampah berkelanjutan . Dukungan kearifan lokal, seperti gotong royong membersihkan kampung dan adat pitu, juga dapat menguatkan kesadaran kolektif.
  • Kebijakan dan Infrastruktur – Percepatan pembenahan sistem pengelolaan sampah. Pemerintah perlu melanjutkan pembangunan tempat pengolahan akhir (TPA modern, PSEL), meningkatkan cakupan layanan pengangkutan, serta mengintensifkan sanksi bagi pembuang liar. Revisi Perpres No.35/2018 (PSEL) dan konsep baru Adipura (yang menilai kapasitas pemilahan sampah kota) menunjukkan arah kebijakan yang lebih tegas. Seluruh pihak – mulai pemerintah pusat dan daerah hingga pelaku industri – harus berkolaborasi menyusun roadmap nol sampah plastik, sesuai target “Indonesia Bebas Sampah 2029” .

Penanganan sampah plastik memang tidak sederhana. Namun di sinilah peran generasi muda menjadi sangat penting: mereka dapat menjadi motor perubahan dengan inovasi dan konsistensi aksi. Mulai dari kegiatan bersih-bersih pantai hingga inisiasi bisnis daur ulang, ide-ide segar anak muda bisa menjembatani kesenjangan antara kesadaran dan tindakan. Ditambah dengan kebijakan tegas dan sinergi multi-pihak, masih ada harapan Indonesia mampu keluar dari krisis plastik ini. Jika setiap orang mau berbagi tanggung jawab – mulai dari anggota keluarga, komunitas, hingga institusi – maka mimpi tanpa plastik di masa depan bukanlah mustahil. Aksi kecil dari hari ini akan membentuk lingkungan yang lebih bersih, sehat, dan lestari untuk anak cucu kita.

Penulis: Ryan Muhammad Fauzan Sinaga, Mahasiswa Teknik Industri, Universitas Airlangga.

DAFTAR PUSTAKA / REFERENSI

1. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). (2024).

Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Tahun 2023: Timbulan Sampah Nasional mencapai 69,9 juta ton.

Sumber: Kontan – Nasional.

Link: nasional.kontan.co.id/news/menteri-lhk-jumlah-timbunan-sampah-nasional-tahun-2023-capai-699-juta-ton

2. KLHK. (2024).

Capaian Pengelolaan Sampah Nasional: sebagian besar sampah belum terkelola secara optimal.

Sumber: DetikNews.

Link: news.detik.com/berita/d-7441226/menteri-klhk-jumlah-timbunan-sampah-nasional-69-9-juta-ton-di-2023

3. Indonesia.go.id. (2023).

Menciptakan Nilai Ekonomi Baru bagi Sampah Plastik.

Memuat data: Indonesia sebagai penyumbang sampah plastik ke laut terbesar kedua di dunia.

Link: indonesia.go.id/narasi/indonesia-dalam-angka/ekonomi/menciptakan-nilai-ekonomi-baru-bagi-sampah-plastik

4. Citarum Harum – Pemerintah Provinsi Jawa Barat. (2023).

Miris, hanya 10 persen sampah plastik berhasil didaur ulang.

Link: citarumharum.jabarprov.go.id/miris-hanya-10-persen-sampah-plastik-berhasil-didaur-ulang

5. World Bank. (2018–2023).

Marine Debris and Plastic Waste Leakage in Indonesia.

Digunakan sebagai dasar pernyataan kontribusi Indonesia terhadap sampah plastik laut global.

6. Riset AI Deteksi Sampah Berbasis Citra Satelit. (2022).

Wang et al.

Mapping plastic waste sites using deep learning on satellite imagery.

arXiv:2204.01485

Link: arxiv.org/abs/2204.01485

7. Riset Perilaku Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Indonesia. (2025).

Sutanto et al.

Behavioral factors influencing Indonesian household waste management: a psychological & socio-cultural approach.

arXiv:2505.17864

Link: arxiv.org/abs/2505.17864

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image