Tidak Tergantikan AI: Humanisme Radiografer dalam Praktik Pemeriksaan Radiologi
Hospitality | 2025-12-10 18:08:11
Tidak dapat disangkal bahwa perkembangan kecerdasan buatan pada masa kini telah mengambil alih sejumlah tugas yang sebelumnya dilakukan oleh manusia. Bidang radiologi merupakan salah satu sektor yang ikut merasakan dampak kemajuan tersebut. Teknologi berbasis AI kini mampu membaca sekaligus menganalisis berbagai jenis citra medis, mulai dari foto rontgen, CT scan, hingga MRI, dengan kecepatan yang jauh melampaui proses penilaian manual. Kemampuan ini memungkinkan sistem menampilkan hasil diagnostik dalam hitungan detik, sehingga proses klinis menjadi lebih efisien.
Meskipun demikian, peran radiografer tidak akan digantikan oleh AI. Misalnya, pada saat pasien akan melakukan pemeriksaan dengan mesin MRI, sebagian pasien mengalami ketakutan atau klaustrofobia. Pada kondisi tersebut peran radiografer sangat dibutuhkan, karena radiografer akan menjelaskan prosedur yang harus dijalani, menenangkan pasien, serta memastikan mereka merasa aman selama proses pemeriksaan.
Selain mengoperasikan alat pencitraan medis, radiografer memegang tanggung jawab etis yang tidak dapat dialihkan sepenuhnya ke sistem otomatis. Radiografer bertanggung jawab memastikan keselamatan radiasi bagi pasien, memberikan penjelasan terkait tindakan persetujuan medis (informed consent), menjaga kerahasiaan data citra, serta mengedukasi pasien mengenai potensi risiko paparan radiasi.
Berbeda dengan kecerdasan buatan yang berfungsi berdasarkan algoritma, radiografer dapat menjelaskan secara langsung alasan perlunya mengaktifkan paparan radiasi, penggunaan pelindung radiasi, maupun keputusan untuk melakukan pencitraan ulang. Dalam situasi tertentu, manusia tetap menjadi pengambil keputusan utama terkait kelayakan prosedur, kebutuhan pemeriksaan tambahan, serta cara menyampaikan hasil teknis kepada pasien tanpa menimbulkan kecemasan. Peran komunikasi dan pertimbangan tersebut tidak dapat digantikan oleh AI, betapapun canggihnya sistem yang digunakan.
Pemeriksaan radiologi kerap dilakukan pada pasien dengan kondisi sensitif, seperti korban kecelakaan, penderita kanker, bayi, hingga usia lanjut. Pada keadaan demikian, kecerdasan buatan hanya berfungsi menafsirkan citra, sedangkan radiografer memahami emosi dan kondisi psikologis pasien. Radiografer berperan membangun rasa aman sebelum pemeriksaan dimulai, membantu menyesuaikan tubuh yang mengalami cedera, serta memastikan pasien diperlakukan sebagai individu, posisi bukan sekedar subjek pengambilan citra medis. Sentuhan empati dan kemampuan menenangkan inilah yang tidak dapat dilakukan oleh algoritma, betapapun presisi dan cepatnya teknologi bekerja.
Seorang radiografer MRI di Jakarta pernah menyampaikan, “AI dapat mengolah data dengan akurat, tetapi tidak mampu menenangkan pasien yang sedang menangis ketakutan.” Ucapan tersebut menggambarkan batas yang jelas antara kecanggihan teknologi dan kebutuhan manusia untuk didampingi secara emosional selama proses perawatan.
Kemajuan kecerdasan buatan dalam bidang medis akan terus bergerak maju, namun tetap berada pada posisi pendukung, bukan sebagai pengganti tenaga profesional. Radiografer tidak hanya berfungsi sebagai pengoperasi alat pencitraan, melainkan juga sebagai komunikator klinis yang berhubungan langsung dengan kondisi emosional, kecemasan, dan kenyamanan pasien selama prosedur berlangsung.
Kecerdasan buatan mampu membaca data visual dan menghasilkan analisis citra secara cepat, tetapi radiograferlah yang memahami manusia di balik gambar tersebut. Empati, kemampuan berkomunikasi secara terapeutik, serta cara menenangkan pasien sebelum dan selama pemeriksaan merupakan aspek mendasar yang tidak dapat diwujudkan oleh algoritma program.
Teknologi dapat terus berkembang dan mesin mampu mengolah citra dengan presisi tinggi, namun kehadiran suara manusia yang mampu memberikan rasa aman dan keyakinan tetap menjadi kebutuhan utama dalam ruang pemeriksaan. Pada akhirnya, sentuhan komunikasi yang humanis menjadi alasan mengapa radiografer tidak akan tergantikan, meskipun kecerdasan buatan mencapai tingkat kecanggihan yang semakin tinggi.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
