Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Lia Nurhasanah

Meningkatnya Pernikahan Dini di Era Modern

Agama | 2025-12-08 14:58:42

Tugas UTS FIQH

Disusun oleh : Lia Nurhasanah ( Mahasiswa program studi Hukum Keluarga Islam Institut Miftahul Huda Al-Azhar kota Banjar)

linawidiyanti12@gmail.com

Pengampu : Dr. Hisyam Ahyani, M.H

Judul tugas

Meningkatnya pernikahan dini di era modern

Pernikahan dini merupakan pernikahan yang dilakukan oleh individu yang belum mencapai usia dewasa secara hukum maupun biologis. Meskipun era modern identik dengan kemajuan teknologi, peningkatan akses pendidikan, dan pentingnya kesetaraan gender, kenyataannya praktik pernikahan dini masih terjadi bahkan menunjukkan peningkatan di beberapa wilayah. Fenomena ini tidak hanya terjadi di negara berkembang, tetapi juga muncul kembali di negara-negara maju dalam bentuk yang berbeda. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa modernitas tidak secara otomatis menghapus praktik tradisional yang berpotensi merugikan perkembangan remaja.

Salah satu faktor utama meningkatnya pernikahan dini adalah persoalan sosial-ekonomi. Keluarga dengan tingkat ekonomi rendah cenderung menikahkan anaknya lebih awal sebagai strategi mengurangi beban ekonomi. Dalam kondisi kemiskinan ekstrem, pernikahan dianggap sebagai jalan keluar praktis untuk meringankan tanggung jawab keluarga. UNICEF (2021) mencatat bahwa kemiskinan merupakan determinan terbesar terjadinya pernikahan dini, terutama di wilayah Asia Selatan dan Afrika Sub Sahara.

Selain itu, pandemi Covid-19 juga meningkatkan tekanan ekonomi dan sosial sehingga memperburuk angka pernikahan dini di berbagai negara, termasuk Indonesia. Faktor budaya dan tradisi juga memainkan peran penting. Di beberapa masyarakat, pernikahan dini masih dianggap sebagai norma yang harus dijaga untuk melindungi kehormatan keluarga, terutama bagi anak perempuan. Tradisi yang menempatkan perempuan dalam posisi subordinat menyebabkan mereka tidak memiliki pilihan yang cukup dalam menentukan masa depan.

Selain itu, minimnya pengetahuan orang tua tentang dampak negatif pernikahan dini membuat praktik ini terus berlanjut dari generasi ke generasi. Media sosial juga menjadi faktor baru yang mendorong meningkatnya pernikahan dini di era modern. Kemudahan berinteraksi secara digital membuat remaja lebih cepat menjalin hubungan emosional tanpa pengawasan orang tua. Fenomena “pacaran instan” dan “nikah muda trend” yang sering dipromosikan influencer menciptakan romantisasi pernikahan dini di kalangan remaja. Penelitian Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 2022) menemukan bahwa sejumlah remaja menikah muda karena terpengaruh narasi media sosial yang menampilkan pernikahan muda sebagai bentuk pencapaian hidup.

Dampak pernikahan dini sangat signifikan, baik dari aspek kesehatan, pendidikan, maupun sosial. Dari sisi kesehatan, remaja perempuan yang hamil di usia dini berisiko mengalami komplikasi serius seperti preeklamsia, kelahiran prematur, bahkan kematian ibu melahirkan. WHO (2020) menyebutkan bahwa kehamilan pada usia di bawah 18 tahun meningkatkan risiko kematian ibu hingga dua kali lipat. Dari sisi pendidikan, pernikahan dini hampir selalu menyebabkan putus sekolah sehingga membatasi peluang ekonomi mereka di masa depan.

Dari sisi sosial, remaja yang menikah dini rentan mengalami kekerasan dalam rumah tangga karena belum matang secara emosional maupun mental. Mengatasi pernikahan dini memerlukan pendekatan multidimensional, mulai dari edukasi kesehatan reproduksi, penguatan ekonomi keluarga, perlindungan hukum, hingga kampanye sosial untuk mengubah norma budaya yang diskriminatif. Pemerintah Indonesia telah menaikkan batas usia minimal pernikahan menjadi 19 tahun melalui revisi Undang-Undang Perkawinan Tahun 2019, namun implementasinya membutuhkan pengawasan yang ketat dan kerja sama lintas sektor.

Dengan demikian, pernikahan dini di era modern bukanlah sekadar persoalan tradisi lama yang bertahan, tetapi juga dampak dari perubahan sosial dan teknologi yang belum sepenuhnya dipahami masyarakat. Upaya menyeluruh dan kolaboratif dibutuhkan agar anak-anak dapat tumbuh dan berkembang tanpa harus kehilangan masa remajanya karena menikah terlalu cepat. Sumber Rujukan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). (2022). Laporan Data Perkawinan Usia Anak di Indonesia. Jakarta: BKKBN. Republik Indonesia. (2019). Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan. UNICEF. (2021). Child Marriage: Latest Global Trends and Future Prospects. New York: UNICEF. World Health Organization. (2020). Adolescent Pregnancy: Health Risks and Consequences. Geneva: WHO.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image