Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image ahmad yunani sanjaya

Privasi Vs Kemudahan: Dilema Pengguna di Era Internet of Everything

Teknologi | 2025-12-05 20:46:14

Perkembangan teknologi digital membawa masyarakat pada fase baru yang kerap disebut sebagai Internet of Everything, yaitu kondisi ketika berbagai perangkat terhubung dan saling bertukar data. Perubahan ini menghadirkan kemudahan besar dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai layanan seperti pembayaran digital, aplikasi transportasi, layanan kesehatan berbasis sensor, hingga perangkat rumah pintar kini menjadi bagian dari rutinitas masyarakat.

Namun, di balik beragam kemudahan tersebut, terdapat dilema yang semakin nyata: pengguna harus memilih antara kenyamanan atau perlindungan privasi. Tantangan ini muncul karena setiap layanan digital membutuhkan data pribadi untuk berfungsi secara optimal.

Menurut laporan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2024, tingkat penetrasi internet Indonesia telah mencapai sekitar 79 persen penduduk. Tingginya tingkat penggunaan ini diikuti dengan meningkatnya insiden keamanan digital. APJII mencatat bahwa 32,50 persen pengguna internet pernah menjadi korban penipuan online, 20,97 persen mengalami pencurian data pribadi, dan 19,31 persen terkena serangan malware. Data ini menunjukkan bahwa semakin mudah layanan digital digunakan, semakin besar pula risiko yang harus ditanggung pengguna.

Permasalahan utama yang memperburuk situasi adalah rendahnya pemahaman masyarakat mengenai keamanan data. Survei Bloomberg Technoz mencatat bahwa 74,59 persen pengguna internet di Indonesia tidak memahami isu dan kerentanan privasi digital. Banyak pengguna memberikan izin akses aplikasi tanpa mengetahui data apa saja yang dikumpulkan dan bagaimana data tersebut digunakan. Kondisi ini menempatkan pengguna pada posisi yang rentan, terutama ketika perangkat IoT mengumpulkan data secara otomatis tanpa interaksi langsung.

Di tingkat global, kekhawatiran serupa juga terjadi. Laporan Deloitte menyebutkan bahwa 62 persen pemilik perangkat rumah pintar merasa cemas terhadap keamanan privasi mereka. Perangkat-perangkat tersebut, meski dirancang untuk meningkatkan kenyamanan, menyimpan data sensitif mulai dari pola aktivitas harian hingga rekaman suara atau video. Kekhawatiran tersebut menunjukkan bahwa risiko privasi bersifat universal dan tidak hanya terjadi pada negara berkembang.

Dilema privasi dan kemudahan ini timbul karena adanya ketidakseimbangan dalam sistem digital. Banyak aplikasi tidak dapat digunakan sepenuhnya tanpa izin akses yang luas, sementara penjelasan mengenai pengelolaan data sering disajikan dalam bahasa teknis yang sulit dipahami. Akibatnya, pengguna terpaksa memilih antara menerima risiko atau kehilangan fungsi penting dari aplikasi.

Dalam kondisi seperti ini, perlindungan privasi tidak cukup jika hanya dibebankan pada individu. Perusahaan teknologi memiliki tanggung jawab besar untuk memberikan transparansi dalam pengumpulan dan penggunaan data. Mereka perlu menerapkan standar keamanan yang kuat, memberikan pilihan privasi yang jelas, serta memastikan pengguna mengerti risiko yang mungkin timbul.

Di sisi lain, pemerintah juga perlu memastikan penegakan regulasi perlindungan data berjalan efektif. Hal ini penting agar hak privasi masyarakat tetap terlindungi di tengah percepatan digitalisasi. Tanpa regulasi yang tegas, masyarakat akan terus berada dalam posisi yang dirugikan.

Pada akhirnya, era Internet of Everything menuntut keseimbangan antara kemudahan dan privasi. Kemajuan teknologi seharusnya dapat berjalan seiring dengan perlindungan data pribadi. Dengan edukasi, transparansi, dan regulasi yang kuat, kenyamanan digital tidak perlu mengorbankan hak privasi pengguna.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image