Akad di Era Cashless: Cara Prinsip Syariah Menjawab Dunia Digital
Ekonomi Syariah | 2025-12-05 14:53:03Perkembangan teknologi finansial membuat cara masyarakat bertransaksi berubah dengan cepat. Pembayaran melalui QRIS, dompet digital, hingga aplikasi belanja membuat aktivitas ekonomi menjadi lebih praktis dan hampir tanpa menggunakan uang tunai. Perubahan besar menuju era cashless ini membuka banyak peluang, sekaligus menimbulkan pertanyaan penting: bagaimana prinsip akad dalam syariah dapat menyesuaikan diri dengan sistem transaksi digital yang serba instan?
Dalam tradisi muamalah, akad merupakan inti dari setiap transaksi. Dulu, akad dilakukan melalui ucapan langsung atau tulisan formal yang disaksikan kedua belah pihak. Kini, bentuk tersebut beralih menjadi persetujuan digital seperti klik tombol “setuju”, tanda tangan elektronik, atau verifikasi OTP. Meski tampilannya modern, esensi akad tetap sama: adanya kejelasan, kerelaan, dan kesepakatan antara pihak-pihak yang bertransaksi.
Teknologi justru memberi ruang yang lebih luas bagi transparansi. Setiap transaksi digital meninggalkan jejak data yang akurat, mulai dari waktu transaksi, jumlah pembayaran, hingga rincian biaya. Hal ini sejalan dengan prinsip syariah yang menekankan keterbukaan agar terhindar dari gharar dan pertentangan. Selain itu, pencatatan otomatis memberi nilai tambah dalam pengawasan, baik oleh lembaga keuangan syariah maupun otoritas terkait.
Implementasi akad syariah di dunia digital dapat dilihat di berbagai layanan fintech syariah. Misalnya transaksi murabahah di aplikasi belanja. Harga pokok, margin keuntungan, serta jadwal pembayaran ditampilkan dengan jelas sebelum pengguna memberikan persetujuan digital. Proses ini menjadi bentuk ijab qabul modern yang sah karena semua informasi sudah dijelaskan dengan jelas dan disetujui tanpa paksaan.
Namun perubahan menuju cashless juga membawa tantangan. Beberapa layanan digital masih menyamarkan biaya tersembunyi, menggunakan sistem penalti seperti denda berbunga, atau mengubah ketentuan tanpa pemberitahuan yang memadai. Praktik ini bertentangan dengan prinsip syariah yang menolak ketidakjelasan dan unsur pemerasan. Oleh karena itu, berbagai penyedia layanan seperti fintech, bank syariah, serta otoritas terkait harus memastikan bahwa produk digital yang mereka jalankan benar-benar mengikuti ketentuan syariah dan tetap melindungi kepentingan masyarakat.
Di sisi lain, masyarakat pun perlu meningkatkan literasi keuangan syariah agar tidak terjebak pada layanan digital yang hanya “berlabel syariah”, tetapi tidak sesuai akad. Pemahaman dasar mengenai riba, gharar, dan jenis akad modern sangat diperlukan agar pengguna dapat memilih layanan yang aman dan sesuai kebutuhan.
Jika dipadukan dengan sistem pengawasan yang kuat, dunia digital sebenarnya mampu memperluas manfaat ekonomi umat. Teknologi memungkinkan distribusi pembiayaan mikro lebih cepat, pencatatan zakat lebih akurat, dan akses layanan syariah menjangkau daerah terpencil yang sebelumnya sulit dilayani. Dengan demikian, transformasi cashless justru dapat memperkuat ekosistem ekonomi syariah nasional.
Pada akhirnya, era digital bukanlah ancaman bagi prinsip syariah. Sebaliknya, ia membuka kesempatan besar untuk memperbarui cara berakad tanpa meninggalkan nilai-nilai dasar: keadilan, kejelasan, dan kebermanfaatan. Tantangannya terletak pada bagaimana semua pihak menjaga agar inovasi tetap berada dalam koridor syariah, sehingga transaksi digital dapat memberikan keamanan dan keberkahan bagi masyarakat luas.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
