Menata Ulang Kesadaran Lingkungan di Balik Banjir Sumatra
Info Terkini | 2025-12-03 20:19:24
Beberapa waktu lalu telah terjadi banjir yang melanda wilayah Sumatra. Fenomena ini tentu menghadirkan duka sekaligus peringatan bagi kita, melihat dari ratusan korban jiwa yang tercatat tewas. Curah hujan berintensitas tinggi dengan durasi yang cukup panjang membuat beberapa sungai meluap dan merendam permukiman warga. Ribuan warga terpaksa harus mengungsi, dan sebagian mencoba untuk bertahan dengan segala keterbatasan yang ada. Aktivitas yang umumnya para warga lakukan, mulai dari kegiatan belajar mengajar, ekonomi, serta ibadah, menjadi terganggu. Kejadian yang terus berulang ini menjadi alarm bahwa banjir bukan semata gejala alam, melainkan bagaimana tata kelola lingkungan yang belum terstruktur secara menyeluruh.
Laporan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan dampak dari banjir Sumatra saat ini dikategorikan besar. Hingga awal Desember 2025, telah tercatat lebih dari 600 korban jiwa dan ratusan lainnya masih dinyatakan hilang. Wilayah yang terdampak banjir adalah Sumatra Utara, Aceh, dan Sumatra Barat. Di beberapa daerah, banjir datang dengan cepat dan membuat para warga tidak memiliki waktu untuk menyelamatkan barang berharga maupun melakukan evakuasi. Kondisi yang terjadi menunjukkan seberapa pentingnya peningkatan edukasi tentang bencana, khususnya kesadaran masyarakat dalam mengenali tanda bahaya, memahami alur evakuasi, dan merespons situasi darurat dengan tepat.
Namun edukasi saja tidak cukup. Banjir di Sumatra ini juga merupakan masalah lingkungan yang terus menerus terdegradasi. Penurunan kualitas daerah resapan air, alih fungsi lahan, dan berkurangnya tutupan vegetasi menjadi faktor besar yang memperparah situasi. Saat daerah hulu kehilangan fungsi untuk menyerap air, air hujan mengalir lebih cepat ke bagian hilir hingga menimbulkan luapan besar. Para pakar lingkungan telah lama menegaskan bahwa ketidaktegasan dalam menerapkan aturan tata ruang semakin memperbesar ancaman bencana. Sayangnya, penerapan kebijakan di lapangan masih tersendat oleh lemahnya pengawasan serta kepentingan ekonomi jangka pendek yang mengorbankan keberlangsungan lingkungan.
Dampak banjir tidak hanya dari kerusakan rumah dan infrastruktur. Banyak keluarga kesulitan mendapat bahan makanan dan air bersih, layanan kesehatan terbatas, dan sekolah terpaksa menghentikan kegiatan belajar mengajar. Akses transportasi di beberapa titik terputus yang mengakibatkan susahnya penyaluran bantuan. Anak-anak, lansia, dan penyandang disabilitas berada di posisi yang terancam. Berkurangnya ketahan pangan lokal ini menyebabkan kerugian besar pada petani yang kemudian memberikan dampak buruk di sektor pertanian. Yang perlu digarisbawahi dalam peristiwa ini bukan hanya surutnya air, karena bencana yang dihadapi tidak berhenti di sana. Justru waktu yang dibutuhkan untuk memulihkan keadaan seperti semula lah yang patut diberikan atensi lebih agar sumber daya yang digunakan dapat dimanfaatkan kembali.
Kebijakan mitigasi untuk bencana alam perlu ditingkatkan oleh pemerintah jika dilihat dari kompleksitas masalah ini. Hal ini dimulai dengan langkah struktural seperti perbaikan drainase, pembangunan tanggul, dan normalisasi sungai. Rehabilitasi hutan dan reboisasi pada kawasan kritis serta menegakkan aturan mengenai tata ruang juga perlu dilakukan secara konsisten. Usaha ini tidak boleh hanya dilakukan pasca bencana saja, namun harus dilaksanakan secara kontinyu dan dijadikan prioritas utama dalam upaya mitigasi juga menjadi sebuah usaha perlindungan lingkungan.
Usaha dari pemerintah tentu akan menjadi omong kosong saja jika masyarakat tidak memiliki andil dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Hal ini dapat dimulai dari kesadaran untuk membuang sampah pada tempatnya, menjaga kebersihan saluran air, dan ikut serta dalam gotong royong merupakan kontribusi kecil yang berdampak besar. Di beberapa daerah, ide warga untuk membuat drainase terbukti efektif mengurangi risiko banjir. Semangat bersama semacam ini harus terus diperkuat melalui proses pembinaan, pendampingan, serta kerja sama antara pemerintah dan warga.
Banjir di Sumatra seharusnya tidak dipandang sebelah mata sebagai bencana musiman tanpa solusi. Peristiwa ini merupakan peringatan bahwa perbaikan tata kelola lingkungan adalah kepentingan yang mendesak. Masyarakat membutuhkan perlindungan, dan perlindungan itu dapat terwujud dengan kebijakan yang tepat, kesadaran lingkungan, serta kesiapsiagaan bencana yang terus ditingkatkan. Risiko bencana dapat ditekan dengan cara menetapkan langkah yang terukur, kolaboratif, dan berkesinambungan, yang nantinya akan berpengaruh pada kehidupan masyarakat yang lebih aman dan tertata.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
