Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image elinanda azmi fadhilah

Fenomena Hantu: Antara Keyakinan, Pengalaman, dan Cara Kerja Pikiran

Edukasi | 2025-11-29 16:39:39
Apakah hantu itu nyata? (Sumber: https://www.freepik.com/free-ai-image/view-mysterious-creature-night_69808817.htm#fromView=search&page=1&position=16&uuid=bc796f0f-d22d-47fc-bfb7-13958d904f4f&query=hantu)
Apakah hantu itu nyata? (Sumber: https://www.freepik.com/free-ai-image/view-mysterious-creature-night_69808817.htm#fromView=search&page=1&position=16&uuid=bc796f0f-d22d-47fc-bfb7-13958d904f4f&query=hantu)

Ada satu hal yang selalu menarik dari cerita tentang hantu. Bukan sosoknya, bukan tempat kejadiannya, tetapi bagaimana manusia bereaksi ketika berada dalam ketidakpastian. Setiap orang punya kisahnya sendiri. Saya pun pernah, meskipun lebih sering berhenti di ambang rasa penasaran. Ada malam malam tertentu ketika rumah terlalu sepi, angin terlalu pelan, dan bayangan di sudut ruangan tampak punya niatnya sendiri. Pada momen seperti itu, pikiran manusia bekerja keras mencari makna, bahkan ketika mungkin tidak ada apa apa di sana.


Fenomena hantu pada akhirnya bukan hanya soal ada atau tidaknya makhluk tak kasat mata. Lebih dalam dari itu, topik ini membuka cara otak bekerja ketika dihadapkan pada sesuatu yang sulit dijelaskan. Beberapa penelitian yang saya temukan dalam lima tahun terakhir membantu merunut kenapa pengalaman seperti ini terasa begitu nyata.

1. Otak dan Kecenderungan Menemukan Pola

Kadang saya merasa manusia diciptakan dengan kebutuhan untuk membuat segala sesuatu masuk akal. Penelitian oleh Lindeman dan Lipsanen tahun 2021 menunjukkan bahwa ketika dihadapkan pada situasi ambigu, manusia cenderung menciptakan pola meskipun polanya tidak nyata. Misalnya melihat bentuk kain yang bergerak dan spontan menghubungkannya dengan sosok yang tidak seharusnya ada. Otak mencoba mengisi kekosongan informasi semampunya. Dan di ruang yang gelap, kekosongan itu terasa sangat luas.


2. Sleep Paralysis dan ilusi yang sangat meyakinkan

Kalau ada pengalaman yang paling sering disalahartikan sebagai penampakan, mungkin sleep paralysis adalah kandidat terkuat. Jalal pada tahun 2020 menjelaskan bagaimana tubuh yang lumpuh sesaat sementara kesadaran bangun memicu halusinasi visual atau suara yang sangat meyakinkan. Saya pernah mengalaminya sekali. Rasanya seperti ada yang berdiri di samping tempat tidur, diam, menunggu. Setelah beberapa detik, logika datang menyusul dan semuanya kembali normal. Tetapi detik detik sebelum logika itu tiba, semuanya terasa benar benar nyata.


3. Ketika Kecemasan Mengatur Cara kita Melihat Dunia

Ada hari hari ketika pikiran terasa lebih berat. Grupe dan Nitschke dalam penelitian mereka pada 2022 menyebutkan bahwa kecemasan dapat menggeser cara otak membaca rangsangan kecil menjadi ancaman. Dan ancaman kecil itu kadang diwujudkan sebagai sosok atau bayangan bergerak. Bukan karena hantunya ada, tetapi karena otak sedang mencari alasan untuk menjelaskan rasa waspada yang tidak tahu sumbernya.


4. Gelap, Ruang Sunyi, dan Imajinasi yang Mencari Teman

Ada alasan mengapa cerita hantu jarang muncul di siang hari. Lingkungan gelap membawa kita kembali pada kewaspadaan primitif. Schielke pada 2021 menunjukkan bahwa pencahayaan rendah membuat otak lebih sensitif terhadap gerakan kecil dan suara samar. Gelap memberi panggung yang luas bagi imajinasi. Kadang saya merasa hantu hanyalah cara pikiran menghibur dirinya sendiri ketika kehilangan informasi visual.


5. Pengalaman yang Menolak Dijelaskan

Meski begitu, saya tidak ingin buru buru menutup semua cerita dengan penjelasan ilmiah. Ada pengalaman manusia yang tetap menggantung di tengah tengah. Pechey dan koleganya pada 2021 menemukan adanya laporan kejadian yang tidak bisa diuji ulang. Kita hidup di dunia yang rumit, dan kadang ada hal yang berada di luar jangkauan instrumen ilmiah. Tidak berarti itu bukti keberadaan hantu. Tetapi itu membuka ruang antara sains dan misteri yang terus menghantui pikiran manusia.


6. Teknologi yang Masih Belum Menangkap Apa pun

French dan Stone pada 2022 meninjau penggunaan teknologi untuk menginvestigasi fenomena paranormal. Hasilnya sama. Banyak sinyal janggal yang ternyata hanya pantulan, gangguan listrik, atau interpretasi keliru. Manusia berupaya keras mencari bukti fisik, tetapi hingga kini belum ada yang benar benar dapat diuji ulang.


7. Emosi sebagai Lensa yang Mengubah Segalanya

Gibson dan koleganya pada 2021 menunjukkan hubungan kuat antara kondisi emosional dan cara seseorang menafsirkan kejadian samar. Duka, rasa kehilangan, atau kesepian membuat otak lebih sensitif terhadap tanda kecil. Saya pernah mendengar cerita seseorang yang merasa melihat bayangan ibunya beberapa minggu setelah kehilangan. Mungkin bukan hantu. Mungkin hanya cara hati menangani ruang kosong yang tiba tiba terlalu besar.


Kesimpulan

Hantu mungkin ada, atau mungkin tidak. Tetapi satu hal jelas. Pengalaman tentang hantu selalu menjadi pertemuan antara cara otak memproses ketidakpastian, kondisi emosional, dan lingkungan yang memengaruhi persepsi. Sains membantu memberi penjelasan, tetapi sains tidak selalu hadir di setiap momen ketika manusia merasa takut, sendirian, atau bertanya tanya. Mungkin itu sebabnya cerita tentang hantu selalu bertahan. Bukan karena sosoknya, tetapi karena ia hidup di ruang yang tidak bisa disentuh oleh logika sepenuhnya.


Referensi


French, C., & Stone, A. (2022). Anomalous experiences and scientific investigation. *Current Opinion in Psychology*, 46, 101350. \
Gibson, S., Silver, C., & McLaughlin, K. (2021). Emotional states and interpretation of ambiguous sensory information. *Psychological Research*, 85(7), 2468–2481.
Grupe, D. W., & Nitschke, J. B. (2022). Threat perception and anxiety related misinterpretation. *Trends in Cognitive Sciences*, 26(2), 124–136.
Jalal, B. (2020). Sleep paralysis and hallucinations across cultures. *Transcultural Psychiatry*, 57(4), 444–456.

Lindeman, M., & Lipsanen, J. (2021). Pattern perception and supernatural beliefs. *Personality and Individual Differences*, 168, 110346.
Schielke, C. (2021). Lighting conditions and threat perception in dark environments. Journal of Environmental Psychology, 76, 101632.

Elinanda azmi fadhilah mahasiswa D4 fisioterapi universitas airlangga

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image