Analisis Resiko dan Keuntungan dalam Akad Musyarokah
Ekonomi Syariah | 2025-11-28 09:57:51Pada masa saat ini perkembangan sistem keungan syariah di indonesia sudah
menunjukan perkembanganya, dapat dilihat dari data aset perbankan syariah di Otoritas Data
Keuangan (OJK) pada akhir tahun 2024 berjumlah Rp.980,30 triliun atau tumbuh sebesar 9,88
persen yoy pada Desember 2024. Dari data tersebut menunjukan peningkatan kepercayaan
masyarakat untuk memakai jasa perbankan yang berbasis syariah yang berprinsipkan keadilan,
kejujuran, serta transparansi. Salah satu instrument atau produk yang ditawarkan perbankan
syariah ialah Musyarokah, yaitu bentuk kerja sama dengan cara bagi hasil dan menannggung
resiko secara bersamaan. Yang mana secara konsepnya dapat diartikan sebagai bentuk kerja
sama dua orang atau lebih dengan memberi modal masing-masing dan bekerja sama dengna
keuntungan yang dibagikan sesuai kesepekatan atau pemodalanya. Terkait Akad Musyarakah
dijelaskan dalam (DSN-MUI Fatwa No. 08/DSN-MUI/IV/2000). Akad Musyarakah juga
didasari dalil Al-Quran yang berisi tentang saling tolong menolong dalam kebaikan, yaitu:
َAnalisis Resiko Dan Keuntungan Dalam Akad Musyaroka
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Artinya:
Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-
menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya
Allah sangat berat siksaan-Nya. (Al-Maidah Ayat 2)
Namun dalam praktiknya Akad Musyarakah tidak lepas dari tantangan manejerial dan
juga risiko usaha. Karena Akad Musyarokah yang relatif memiliki resiko tidak pastinya hasil
dari usaha dan ada risiko terjadinya moral hazard, dapat disimpulkan risiko Musyarokah lebih
besar dari Mudhorobah, yang menyebabkan pencatatan Musyarokah di perbankan syariah lebih
kecil dari pada porsi pentatan keuangan Mudhorobah. Walaupun Akad Musyarakah memiliki
sisi risiko yang sukup tinggi dari akad Mudhorobah atau yang lainnya, tapi disisi lain
Musyarakah menjadi bentuk penerapan kerja sama yang adil tampa adanya eksploitasi. Maka
Begitu penting adanya analisis risiko dan keuntungan dalam akad Musyarakah, yang dapat
memberikan gambaran yang seimbang dan jelas terkait akad tersebut. Oleh karena itu, essay ini
akan membahas secara komperhensif bagaimana risiko dan keuntungan muncul didalam akad
musyarakah, bagaimana pengelolaanya menurut prinsip Syariah, serta sejauh mana akad ini
dapat menjadi solusi pembiayaan yang adil dan berkelanjutan untuk ekonomi Indonesia.
Secara etimologis atau secara bahasa, musyarakah diambil dari kata “syirkah” (كةَ رْ ِالش ّ( ,
yang memiliki arti kerja sama atau persekutuan, Yang dalam istilah fiqhnya beberapa ulama
mendefinisikannya sebagai kerja sama antara dua orang atau lebih dalam hal modal,
keuntungan, dan kerugian. Abu Bakar Bin Mas’ud Al-kasani menjelaskan dalam kitabnya
Bada’i Al-Sana’i “Syirkah adalah akad antara dua pihak yang sepakat bekerja sama dalam harta
dan keuntungan.” Akad Musyarakah yang mengambil konsep kerja sama dan kepemilikan
modal dan risiko bersama didasari dengan beberapa dalil, anatara lain dijelaskan dalam
Rasulullah SAW:
عن النبي صلى الله علیھ وسلم أنھ قال: یقول الله : أنا ثالث الشریكین ما لم یخن أحدھما صاحبھ ، فإذا خان أحدھما صاحبھ ، خرجت
من بینھما. رواه أبو داود
Artinya: Dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Allah SWT berfirman: ‘Aku adalah pihak ketika
dari dua orang yang bersekutu selagi tidak saling mengkhianati. Bila salah-satunya telah
berbuat khianat kepada sahabatnya, maka Aku keluar dari keduanya.”
Dalam hadis diatas secara langsung menjelaskan bahwa akad musyarakah akan dinaungi
Allaw SWT selama akad tersebut didasari dengan kejujuran, amanah, dan keadilan. Para ulama
setuju bahwa akad musyarakah sah apabila pihak yang ada di dalam akad memberikan
kontribusi yang diakui syariat. Yang bisa berupa modal uang, aset, atau keahlian. Dalam akadMusyarakah, pembagian keuntungan dan risiko menjadi inti dari keadilan ekonomi islam.
Menurut Fatwa DSN-MUI No. 08/DSN-MUI/IV/2000, pembagian keuntungan dilakukan
berdasarkan nisbah (persentase) yang disepakati di awal, bukan berdasarkan jumlah modal
semata. Misalnya, jika kedua pihak menyepkati dengan nisbah 40:60 diawal maka itu
pembagian keuntungnya, bukan hanya berdasarkan modal awal yang diberikan semata. Namun
jika terjadi kerugian bisa dibagi sesuai porsi dari modal dan juga kesepakatan.
Walaupun musyarakah terlihat memiliki ringkat risiko rendah, namun dalam praktiknya
musyarakah memiliki risiko yang lumyan tinnggi. Risiko yang bisa terjadi dalam akad
musyarakah antara lain: risiko usaha, risiko moral. Dalam usaha bukan lagi rahasia bahwa
selalu ada risiko didalamnya yang bisa menimbulkan kerugian dan akad musyarakah ialah akad
yang bentuk kerja sama dalam usaha tidak terhindar dari namanya risko tersebut. Adapun risko
moral atau biasa disebut moral hazard bisa terjadi karena kemungkinan kurangya informasi atau
kurangnya transparansi dari salah satu pihak yang menjalani akad musyarakah. Risiko yang ada
dalam akad musyarakah yang berbentuk risiko usaha dapat diatasi dengan sepakatan awal yang
disepakati oleh pihak yang terkait. Sedangkan risiko moral atau moral hazard memang harus
adanya kejujuran dan transparansi serta amanah dalam menjalin akad musyarakah tersebut.
Namun diluar dari risiko dalam akad musyarakah tersebut, akad musyarakah bisa menjadi
instrument yang dapat membantu pertumbuhan atau perkembangan ekonomi yang
berkelanjutan. Dengan sistem akad yang menghilangkan bunga serta riba yang mungkin
menjadi tekanan bagi pengusaha, maka musyarakah ini bisa menjadi jawaban untuk
mengembangkan usaha-usaha kecil atau UMKM di Indonesia dengan menghilangkan tekanan
yang diciptakan pinjaman yang berbunga atau mengandung riba.
Berdasarkan uraian pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa akad musyarakah
merupakan salah satu instrumen penting dalam keuangan syariah yang memiliki peran strategis
dalam membangun sistem ekonomi yang berlandaskan keadilan, kebersamaan, dan bebas dari
praktik riba. Prinsip utama dari musyarakah — yaitu kerja sama dalam hal modal, usaha,
keuntungan, serta risiko — mencerminkan keseimbangan antara nilai spiritual, moral, dan
ekonomi sebagaimana diajarkan dalam ajaran Islam. Melalui konsep al-ghunmu bil-ghurmi
(keuntungan sebanding dengan risiko), musyarakah menanamkan prinsip keadilan yang
menuntut adanya tanggung jawab, kejujuran, dan komitmen dari setiap pihak yang terlibat
dalam akad.
Risiko dalam akad musyarakah, seperti moral hazard dan asymmetric information,
memang merupakan hal yang tidak dapat sepenuhnya dihindari. Akan tetapi, penerapan nilai-
nilai amanah, transparansi, serta sistem pengawasan yang baik dapat menjadi solusi untuk
meminimalisasi potensi risiko tersebut. Para ulama klasik seperti Ibn Qudamah dan Ibn
Taymiyyah menegaskan bahwa keberhasilan musyarakah sangat ditentukan oleh moralitas
pelaku dan integritas mereka dalam menjaga kejujuran ketika menjalankan akad. Dalam
perkembangan ekonomi modern, musyarakah tetap relevan dan mampu beradaptasi, terutama
dalam sistem perbankan syariah dan pembiayaan usaha produktif. Skema seperti musyarakah
mutanaqisah menjadi contoh nyata penerapan akad ini, yang tidak hanya memberikan
keuntungan secara ekonomi, tetapi juga menanamkan nilai spiritual, sosial, dan keadilan dalam
praktik bisnis. Implementasi musyarakah secara luas berpotensi memperkuat sektor riil,
meningkatkan kapasitas UMKM, serta mendorong pemerataan kesejahteraan di tengah
masyarakat.
Oleh karena itu, penerapan akad musyarakah perlu dikembangkan secara berkelanjutan
dengan tetap menjaga kemurnian prinsip-prinsip syariah dan memperkuat sistem manajemen
risikonya. Sinergi antara pemerintah, lembaga keuangan syariah, dan masyarakat sangat
diperlukan untuk mengoptimalkan potensi akad ini, sehingga dapat menjadi pilar ekonomi
Islam yang tidak hanya kokoh secara finansial, tetapi juga membawa keberkahan dan keadilan
bagi seluruh umat.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
