Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dedy Setyo Afrianto

Inspirasi Setiap Masa

Eduaksi | 2022-03-11 06:14:29
Menginspirasi bak cahaya dalam kegelapan

Pertengahan tahun 2009, merupakan awal petaka yang dialami oleh masyarakat Pakistan di Lembah Swat. Akses terhadap kebebasan aktivitas yang selama ini bisa dinikmati, perlahan namun pasti berubah menjadi kegawatan dan kecemasan semenjak pendudukan Taliban. Satu persatu warga yang berseberangan dengan rezim Taliban, akan berhadapan dengan ancaman penghukuman bahkan kematian dijalan-jalan dan tanah lapang. Pendidikan menjadi barang mahal yang tidak bisa diakses oleh remaja putri, karena ancaman senjata bisa saja datang sewaktu-waktu melalui pintu rumah siapa saja tanpa permisi.

Seorang remaja putri berusia 12 tahun, Malala Yousafzai, memilih langkah yang berbeda dibanding dengan kebanyakan remaja seusianya.

Melalui keberanian tulisannya di dunia maya, walaupun banyak keterbatasan karena kondisi darurat militer, dengan bantuan kantor berita BBC berbahasa urdu, Malala berhasil memberikan “suar” perhatian dari masyarakat Pakistan bahkan dunia secara terus menerus.

Bahkan pun dengan peluru yang sempat bersarang di kepalanya sehingga mengancam jiwanya sekalipun, tidak meruntuhkan semangatnya untuk terus bersuara makin lantang, bahwa sekali lagi, Malala meyakini penuh pendidikan lah yang akan mengubah wajah bangsanya dimasa depan.

Malala diundang banyak negara seperti AS, Nigeria, PBB dan forum-forum internasional lainnya untuk menyemangati dan memberikan inspirasi kepada dunia. Tahun 2014, pada usianya yang ke 17 tahun, Malala mendapatkan penghargaan nobel perdamaian dunia. Tidak hanya penghargaan ini, Malala juga menjadi Duta Perdamaian PBB termuda dalam sejarah dan sederet penghargaan serta pengakuan dari dunia internasional. Malala diterima di Universitas Oxford Inggris, dan berkuliah di jurusan filsafat, politik dan ekonomi.

Malala Yousafzai

Keberanian Malala telah menjadi simbol bagi jutaan remaja putri di Pakistan untuk memperjuangkan haknya dalam pendidikan. Tidak hanya disana, namun juga menginspirasi warga dunia untuk terus selalu meningkatkan kualitas pendidikannya.

Lalu ijinkan saya untuk mundur sejenak pada abad 19 dan 20. Dimasa ketika bangsa kita sedang berjuang menjelang kemerdekaannya.

Masyhudul Haq, seorang remaja pribumi yang dengan kecerdasannya, merupakan sebagian kecil warga Sumatra Barat yang berkesempatan mengikuti pendidikan di Europeesche Lagere School (ELS) pada tahun 1892, sekolah khusus anak-anak Eropa bentukan Belanda. Tidak hanya ikut bersekolah disana, prestasinya menjadi siswa terbaik akhirnya menempatkannya pada sekolah lanjutan yang bernama Hoogere Burgerschool (HBS) di Batavia (Jakarta). Ketika menyelesaikan studinya, Ia juga berhasil menjadi lulusan terbaik di HBS se-Hindia Belanda (nama negara Indonesia saat itu).

Masyhudul Haq merasa sedih ketika kaumnya tidak bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Ditindas dan diperas oleh penjajah, sehingga tertutup aksesnya dari kesejahteraan dan kemerdekaan. Lalu dengan cara apa hal itu dapat diubah ?, Masyhudul Haq meyakini bahwa dengan pendidikan lah, nasib bangsanya akan berubah. Dari pendidikan lah, “obor” semangat juang menggapai kemerdekaan akan makin bercahaya dan terang benderang.

Masyhudul Haq merupakan segelintir orang yang sadar pendidikan, bahwa dengan keteguhannya belajar, akan merubah wajah bangsanya yang masih terjajah dimasa depan. Kebodohan harus diperangi dan wajib diberangus sampai ke akar-akarnya.

Kegigihannya belajar juga nampak pada kemampuannya menguasai 7 hingga 9 bahasa asing. Pada masanya, hal ini tentu saja adalah kemampuan luar biasa yang tidak mudah untuk ditiru siapapun. Dengan kemampuan diplomasi internasionalnya, Masyhudul Haq menjadi Menteri Luar Negeri RI beberapa periode diawal kemerdekaan Republik Indonesia.

Masyhudul Haq inilah yang kita kenal sebagai Haji Agus Salim, Diplomat ulung yang berhasil memimpin tim delegasi Indonesia untuk mendapatkan pengakuan kemerdekaan dari negara Mesir, Suriah, Lebanon, Arab Saudi, dan Yaman.

Haji Agus Salim

Beliau dikukuhkan sebagai pahlawan Nasional RI pada tahun 1961.

Kedua sosok diatas, sama-sama menginspirasi kita dan relatif dekat dengan jaman ini. Namun kita akan melihat lebih jauh ke 14 abad yang lalu.

Namanya Zaid bin Tsabit, beliau termasuk golongan sahabat yang mulia. Merupakan salah satu sahabat nabi yang sangat cemerlang. Ia merupakan sahabat Anshar yang cerdas, penulis, penghafal, serta seseorang yang menguasai banyak ilmu, antara lain ilmu Alquran dan faraid. Ia juga mampu menguasai banyak bahasa bahkan pada saat masih belia, diantaranya bahasa Yahudi, Ibrani dan Syria, disaat masih banyaknya orang yang buta huruf, tentu saja hal itu masih jarang sekali yang memiliki kemampuan bahasa asing.

Karena kemampuannya, Zaid diberikan amanah untuk menjadi pengumpul mushaf dan mengotentifikasi Alquran karena banyak penghafal Alquran syahid dalam peperangan.

Alhamdulillah. Atas ijin Allah SWT, tugas pengumpulan mushaf ini berhasil dengan gemilang. Al-Quran yang kita merujuk darinya, belajar dan beribadah dengannya saat ini, adalah kontribusi besar semasa sahabat Zaid bin Tsabit. Semoga Allah senantiasa memuliakan beliau hingga akhir zaman.

Selanjutnya, walaupun lahir dari zaman yang berbeda, apa yang menjadi persamaan dari ketiga sosok diatas ?

Pertama, mereka sama-sama memulai masa kecemerlangannya saat masih remaja. Masa muda mereka jauh dari hal yang sia-sia, namun memberikan manfaat yang besar.

Kedua, mereka memiliki minat terhadap ilmu yang tinggi. Melalui ilmu dan kemampuannya, Allah mudahkan bagi mereka untuk berkarya seluas-luasnya.

Ketiga, kontribusinya dapat dinikmati tidak hanya untuk orang-orang disekitar mereka, namun ruang dan waktunya melintas zaman.

Dunia yang luas ini terbentang dari ujung timur ke barat, dari Maroko hingga Merauke, dari Indonesia sampai Eropa.

Maka sesungguhnya inspirasi-inspirasi besar itu ada pada setiap masa dan zaman. Orang-orang besar, senantiasa memiliki karya-karya besar, langkah dan jejak yang besar pula. Karya dan perjuangannya tidak lekang dimakan masa. Karena tinta emas zaman, selalu merekam mereka, sehingga kebaikannya akan menginspirasi berjuta kebaikan berikutnya.

Semoga bermanfaat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Komentar

Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image