QRIS Dalam Perspektif Hukum Ekonomi Islam
Eduaksi | 2025-11-26 22:42:09
Perkembangan teknologi keuangan di Indonesia mendorong hadirnya berbagai instrumen pembayaran nontunai, salah satunya QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard). Penggunaan QRIS semakin meluas karena dianggap praktis, aman, cepat, dan efisien. Namun, dalam konteks ekonomi syariah, penting untuk memastikan bahwa penggunaan instrumen pembayaran modern ini tetap sejalan dengan prinsip-prinsip Islam.
Kesesuaian QRIS dengan Prinsip Syariah
Secara umum, penggunaan QRIS diperbolehkan karena transaksi yang dilakukan melalui sistem ini tidak bertentangan dengan kaidah dasar muamalah. Dalam hukum Islam, muamalah bersifat mubah selama tidak mengandung unsur yang diharamkan, seperti:
- Riba, yaitu tambahan dalam transaksi berbasis utang atau pinjam meminjam.
- Gharar, yaitu ketidakjelasan yang dapat merugikan salah satu pihak.
- Maisyir, yaitu unsur spekulasi atau perjudian dalam transaksi.
Selama transaksi melalui QRIS dilakukan dengan jelas, transparan, serta menggunakan dana yang nyata dan bukan berbasis utang berbunga, maka mekanismenya dinilai sesuai dengan ketentuan syariah.
Penggunaan QRIS juga selaras dengan maqashid syariah, khususnya prinsip menjaga harta (hifz al-mal), karena QRIS mampu meningkatkan keamanan, meminimalkan risiko kehilangan uang fisik, serta mendukung efisiensi transaksi ekonomi masyarakat.
Landasan Syariah
Hingga saat ini belum terdapat dalil yang secara spesifik melarang penggunaan uang elektronik atau QRIS. Namun, dalam kaidah ushul fiqh terdapat prinsip bahwa seluruh bentuk muamalah pada dasarnya diperbolehkan selama tidak ada dalil yang melarang. Oleh karena itu, transaksi melalui QRIS termasuk dalam jenis muamalah yang sah selama memenuhi syarat syariah dan tidak mengandung unsur yang dilarang.
Selain itu, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) telah mengeluarkan Fatwa Nomor 116/DSN-MUI/IX/2017 tentang Uang Elektronik Syariah yang menjadi rujukan dalam penggunaan instrumen pembayaran digital sesuai prinsip syariah. Fatwa tersebut menegaskan bahwa uang elektronik boleh digunakan selama mekanisme operasionalnya bebas dari riba, gharar, dan maisyir.
Mekanisme Syariah dalam Transaksi QRIS
Dalam praktiknya, transaksi menggunakan QRIS sering dikaitkan dengan akad wakalah (perwakilan), yaitu pemberian kuasa dari pemilik dana kepada lembaga penyedia layanan seperti bank atau penyelenggara dompet digital untuk memproses pembayaran kepada pihak penerima. Dengan demikian, sistem bekerja sebagai perantara yang sah dalam menyalurkan dana pengguna.
Selain itu, transaksi melalui QRIS juga mencerminkan unsur transparansi karena setiap pembayaran tercatat secara digital dan dapat diverifikasi oleh kedua belah pihak. Catatan transaksi yang jelas ini mendukung prinsip keadilan dan menghindari kecurangan dalam jual beli.
Kesimpulan
Berdasarkan analisis prinsip syariah, fatwa DSN-MUI, serta mekanisme operasionalnya, dapat disimpulkan bahwa penggunaan QRIS sebagai instrumen pembayaran nontunai diperbolehkan. QRIS tidak mengubah hakikat akad jual beli, melainkan hanya berfungsi sebagai sarana pembayaran yang lebih modern.
Selama transaksi dilakukan tanpa unsur riba, gharar, maupun maisir, serta menggunakan dana yang sah dan halal, QRIS dapat menjadi inovasi teknologi yang mendukung aktivitas ekonomi masyarakat secara lebih aman, transparan, dan sesuai dengan tujuan syariah.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
