Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ilmy Yasmin Huwaida

Penguatan Mutu Pendidikan melalui Pengendalian dan Evaluasi

Pendidikan dan Literasi | 2025-11-21 09:38:42
Sumber: paxels.com

Mutu pendidikan adalah salah satu cara untuk menilai apakah suatu sistem pendidikan sudah berhasil mencapai tujuan pembelajarannya atau belum. Sekolah yang bermutu bukan hanya menghasilkan siswa yang pintar dan terampil, tetapi juga mampu memastikan bahwa proses belajar mengajar berjalan dengan efektif, sesuai kebutuhan, dan dapat dipertanggungjawabkan. Secara umum, mutu pendidikan dapat dilihat dari tiga sudut pandang yaitu ekonomi, sosiologi, dan pendidikan.

Dari sudut pandang ekonomi, pendidikan yang bermutu akan memberikan kotribusi besar bagi pertumbuhan ekonomi. Lulusan sekolah yang berkualitas dapat langsung bekerja di berbagai sektor dan membantu meningkatkan produktivitas negara. Dari sisi sosiologi, pendidikan bermutu terlihat dari manfaat nyata yang dirasakan masyarakat. Misalnya, meningkatnya kesejahteraan, perubahan sosial yang positif, kemampuan hidup berdampingan dalam keberagaman, serta berkurangnya angka kebodohan. Artinya, sekolah yang bermutu mampu memenuhi kebutuhan siswa dan masyarakat sekitarnya. Sementara itu, dari sudut pandang pendidikan, mutu dapat dilihat dari bagaimana proses pembelajaran berlangsung dan sejauh mana lulusan memiliki kemampuan penting seperti memecahkan masalah, berpikir kritis, dan beradaptasi dengan tantangan.

Untuk mencapai mutu pendidikan yang baik, pengendalian dan evaluasi mutu harus berjalan berdampingan karena keduanya saling melengkapi. Pengendalian befungsi memastikan bahwa proses pendidikan berjalan sesuai rencana, sedangkan evaluasi menilai apakah tujuan yang ditetapkan benar-benar tercapai. Ketika kedua proses ini dilakukan secara konsisten, sekolah dapat terus melakukan perbaikan sehingga kualitas pendidikan meningkat dari waktu ke waktu.

Pengendalian, yang sering disebut juga sebagai pengawasan, merupakan tahap akhir dalam fungsi manajemen setelah perencanaan, pengorganisasian, dan pengarahan. Pada tahap ini, pengendalian memastikan seluruh kegiatan yang sudah dirancang benar-benar dilaksanakan sesuai tujuan. Banyak masalah dalam pendidikan sebenarnya muncul karena lemahnya pengendalian, sehingga terjadi perbedaan antara perencanaan dan pelaksanaannya di lapangan. Selain memastikan kesesuaian pelaksanaan, pengendalian mutu juga penting untuk meningkatkan akuntabilitas sekolah kepada masyarakat.

Sementara itu, evaluasi mutu pendidikan adalah proses sistematis untuk menilai, mengukur, dan mengevaluasi kualitas serta efektivitas sistem pendidikan secara keseluruhan. Tujuannya adalah memberikan umpan balik yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan, perbaikan program, dan penyusunan kebijakan. Evaluasi mutu mencakup berbagai aspek seperti proses pembelajaran, kebijakan sekolah, kurikulum, manajemen, hingga capaian belajar siswa.

Juran menjelaskan bahwa pengendalian mutu merupakan upaya menjaga kinerja agar tetap berada dalam batas standar melalui pemantauan dan tindakan korektif. Deming juga menekankan pentingnya continuous improvement melalui siklus PDCA (Plan-Do-Check-Act). Dalam praktik sekolah di Indonesia, pengendalian mutu tercermin misalnya pada program supervisi pembelajaran oleh kepala sekolah dan pengawas, yang kini diperkuat melalui platform Kemendikbud, seperti Sistem Informasi Manajemen Supervisi (SIM Supervisi). Pengendalian mutu juga tampak pada kebijakan Asesmen Nasional, yang tidak hanya mengatur hasil, tetapi juga memantau indikator proses seperti iklim kelas dan kualitas pembelajaran. Contoh lainnya adalah pengawasan sarana prasarana melalui Dapodik yang rutin di evaluasi setiap semester hingga kerusakan fasilitas dapat segera ditindaklanjuti.

Menurut Stufflebeam, evaluasi yang baik harus melihat empat hal, yaitu kondisi sekolah (konteks), apa saja yang dimiliki sekolah (input), bagaimana proses pembelajaran berlangsung (proses), dan hasil akhirnya (produk). Tyler juga mengatakan bahwa evaluasi itu membandingkan hasil belajar siswa dengan tujuan yang sudah ditetapkan. Di Indonesia, evaluasi mutu ini bisa dilihat dari pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) dan Survei Karakter, yang telah menggantikan Ujian Nasional. AKM bukan hanya menilai kemampuan membaca dan berhitung siswa, tetapi juga memberikan gambaran tentang suasana kelas, cara guru mengajar, dan budaya sekolah secara keseluruhan. Data dari evaluasi ini membantu pemerintah mengetahui daerah mana yang masih perlu dibantu untuk meningkatkan mutu nya. Misalnya, ketika hasil Asesmen Nasional 2023 menunjukkan bahwa kemampuan literasi di beberapa daerah masih rendah, pemerintah daerah seperti Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Barat langsung membuat program pendampingan guru dan kelas literasi untuk membantu meningkatkan kemampuan membaca siswa.

Pengendalian dan evaluasi mutu saling melengkapi dalam peningkatan kualitas pendidikan. Edward Sallis menyatakan bahwa peningkatan mutu hanya dapat terjadi jika kedua proses ini dilakukan secara sistematis dan terencana. Di Indonesia, integrasi keduanya terlihat dalam program Sekolah Penggerak dan Kurikulum Merdeka, di mana supervisi, evaluasi hasil belajar, dan refleksi berkelanjutan menjadi bagian dari siklus kerja sekolah. Misalnya, sekolah melakukan supervisi guru (pengendalian), kemudian mencocokkannya dengan data hasil asesmen formatif dan sumatif siswa (evaluasi). Jika masih ditemukan ketidaksesuaian, seperti guru masih menggunakan metode mengajar satu arah, maka dilakukan pelatihan strategi pembelajaran aktif atau coaching guru. Proses ini menjadi bukti konkret bahwa pengendalian dan evaluasi tidak dapat dipisahkan dalam upaya peningkatan mutu.

Namun, upaya pengendalian dan evaluasi mutu di Indonesia masih menghadapi tantangan. Banyak sekolah, terutama di daerah 3T, masih mengalami keterbatasan sarana dan tenaga evaluator yang kompeten. Supervisi kadang masih bersifat administratif, bukan pedagogis. Evaluasi pun sering bergantung pada nilai tanpa analisis mendalam terhadap proses pembelajaran. Contohnya, beberapa sekolah masih menganggap Asesmen Nasional seperti ujian yang harus dikejar nilainya, bukan sebagai alat untuk memperbaiki proses pendidikan. Selain itu, akurasi data Dapodik yang belum sempurna menyebabkan pengambilan keputusan tidak selalu tepat sasaran.

Untuk mengoptimalkan mutu pendidikan, diperlukan strategi yang komprehensif dan berkelanjutan. Sekolah perlu memperkuat supervisi akademik yang berfokus pada kualitas pembelajaran, mengembangkan instrumen evaluasi yang tidak hanya menilai hasil tetapi juga proses, serta memanfaatkan data sebagai dasar pengambilan keputusan. Keterlibatan seluruh pemangku kepentingan seperti guru, siswa, orang tua, pemerintah daerah, hingga masyarakat juga menjadi kunci dalam membangun budaya mutu yang kuat. Contoh nyata integrasi strategi ini dapat dilihat pada beberapa sekolah di Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta yang berhasil mengurangi ketertinggalan literasi melalui program remedial teaching, coaching guru, dan monitoring pembelajaran secara berkelanjutan berbasis data Asesmen Nasional.

Dengan demikian, optimalisasi mutu pendidikan bukan hanya sekedar slogan, tetapi sebuah upaya kolektif yang membutuhkan pengendalian yang efektif, evaluasi yang tepat, dan komitmen terhadap perbaikan berkelanjutan. Ketika seluruh pihak bekerja berdasarkan data, refleksi, dan supervisi yang berkualitas, maka mutu pendidikan Indonesia dapat terus meningkat dan memberikan dampak nyata bagi generasi penerus bangsa.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image