Pancasila sebagai Dasar Nilai dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan di Indonesia
Pendidikan dan Literasi | 2025-11-17 06:44:32
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) berkembang begitu cepat hingga mengubah peradaban manusia secara signifikan. Namun, kemajuan iptek tidak pernah berdiri sendiri. Ia selalu tumbuh dalam ruang budaya tertentu, bersentuhan dengan nilai-nilai masyarakat, termasuk agama. Karena itu, pengembangan ilmu idealnya tidak hanya berorientasi pada objektivitas, tetapi juga mempertimbangkan nilai kemanusiaan.
Kuntowijoyo pernah menegaskan bahwa banyak orang “mencampuradukkan antara kebenaran dan kemajuan.” Menurutnya, kebenaran bersifat non-cumulative, tidak bertambah dari waktu ke waktu, sementara kemajuan bersifat cumulative, selalu berkembang mengikuti perkembangan zaman. Agama, filsafat, dan seni berada pada kategori pertama, sedangkan fisika, kedokteran, hingga teknologi berada pada kategori kedua. Pemahaman ini penting karena menunjukkan bahwa iptek akan selalu bergerak maju, tetapi arah geraknya perlu dituntun oleh nilai yang tetap dan kokoh.
Di sinilah Pancasila berperan. Sebagai dasar negara sekaligus ideologi yang lahir dari budaya bangsa, Pancasila menjadi leading principle yang dapat memberi arah moral bagi perkembangan ilmu. Tanpa nilai, kemajuan iptek bisa berdampak negatif bagi manusia. Karena itu, hubungan antara iptek dan nilai budaya, termasuk agama, perlu dipahami dengan proporsional.
Dalam materi disebutkan tiga kemungkinan hubungan antara iptek dan nilai budaya serta agama:
1. Iptek yang berpaut erat dengan nilai budaya dan agama. Dalam pola ini, pengembangan iptek selalu dituntun sikap humanis dan religius. Ini menjadi model yang paling ideal karena menempatkan manusia sebagai pusat pertimbangan.
2. Iptek yang terlepas dari nilai budaya dan agama. Pandangan ini cenderung positivistis, menganggap iptek memiliki hukum internal yang tidak boleh diganggu intervensi nilai dari luar. Risiko dari pola ini adalah kemajuan iptek yang “tanpa dikawal dan diwarnai nilai human-religius.”
3. Iptek yang berdialog dengan nilai budaya dan agama ketika diperlukan. Ini menjadi posisi tengah: iptek tetap berpegang pada metode ilmiahnya, tetapi tetap membuka ruang dialog dengan budaya, ideologi, dan agama sebagai faktor eksternal.
Dari ketiga model tersebut, pendekatan pertama dipandang paling ideal. Namun dalam konteks Indonesia yang sangat beragam, pencapaiannya tidak selalu mudah. Keragaman budaya dan agama bisa menjadi kekayaan, tetapi juga dapat memunculkan potensi konflik. Karena itu dibutuhkan sikap inklusif, toleran, serta komunikasi yang terbuka dalam kehidupan bermasyarakat.
Dengan demikian, Pancasila bukan hanya simbol atau asas formal negara. Ia menjadi landasan nilai yang memastikan perkembangan iptek tetap sejalan dengan kemanusiaan, kebijaksanaan, dan kepentingan bangsa. Iptek memang harus maju, tetapi kemajuan itu perlu diarahkan agar memberi manfaat sebesar-besarnya bagi manusia, bukan sebaliknya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
