Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dyan Azmi Raisya

Mengurai Jarak antara Idealisme dan Praktik Penerapan Program MBG: Sudahkah Sesuai Harapan?

Update | 2025-11-16 12:46:29

Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) digagas dengan tujuan utama meningkatkan status gizi peserta didik dan menekan angka stunting di Indonesia. Dalam konsepnya, MBG dirancang agar setiap penerima memperoleh asupan kalori dan zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan harian, terutama protein hewani, karbohidrat kompleks, sayuran dan buah-buahan. Dikutip dari (Sholikhah & Rahma, 2024) via jurnal Amerta Nutrition Angka kecukupan energi pada anak usia sekolah laki-laki adalah 2000 kkal dan perempuan 1900 kkal.

Menu Makan Bergizi Gratis untuk siswa-siswa. (x/ahmad_bellamy)
Menu Makan Bergizi Gratis untuk siswa-siswa. (x/ahmad_bellamy)

Idealnya, satu porsi MBG seharusnya mampu menyumbang 25-30% kebutuhan energi harian yakni 500-700 kkal per sajian, lengkap dengan angka kecukupan protein pada anak laki-laki 50 gram dan perempuan 55 gram, angka kecukupan lemak pada anak laki-laki dan perempuan 65 gram, sedangkan angka kecukupan karbohidrat pada anak laki-laki 300 gram dan pada anak perempuan 280 gram (Sholikhah & Rahma, 2024) serta dilengkapi sayur dan buah segar untuk memenuhi mikronutrien penting seperti zat besi, kalsium, vitamin A dan zinc sebagai unsur vital pencegah stunting.

Namun, realitas di lapangan seringkali berbeda jauh dari rancangan ideal. Banyak laporan yang menunjukkan bahwa menu MBG yang dibagikan ke sekolah tidak mencapai standar gizi tersebut. Dalam beberapa kasus, menu hanya terdiri dari nasi, lauk sederhana seperti tempe goreng dan telur setengah, tanpa sayur dan buah yang menyebabkan kalori yang dihasilkan hanya berkisar 300-400 kkal per porsi, dengan kandungan protein yang rendah, bahkan di bawah 10 gram. Akibatnya, nilai gizi makanan tidak sebanding dengan kebutuhan yang harus dipenuhi oleh program ini.

Kondisi tersebut menimbulkan pertanyaan, apakah tujuan dan cara pelaksanaan MBG sudah sesuai dengan tujuan utamanya yakni mencegah stunting? Jika tujuan utama MBG adakah mengurangi angka stunting, maka target utamanya adalah balita dan anak usia sekolah dasar (usia 0-8 tahun). Pada rentang usia tersebut pertumbuhan tinggi serta perkembangan otak masih sangat dipengaruhi oleh asupan gizi. Sementara itu, siswa SMA yang telah melewati masa pertumbuhan yang menentukan apakah seseorang termasuk stunting atau tidak. Pada usia remaja akhir tulang sudah hampir mencapai pertumbuhan maksimalnya, sehingga pemberian MBG sebagai pencegahan stunting sudah tidak berperan signifikan dalam pencegahan stunting.

Artinya, terdapat ketidaktepatan sasaran dalam implementasi program MBG. Pemberian makanan bergizi kepada siswa SMA tentu tetap bermanfaat dalam mendukung konsentrasi belajar dan kesehatan umum. Namun jika dikaitkan dengan tujuan awal MBG sebagai langkah pencegahan stunting maka program ini semestinya difokuskan kepada kelompok usia yang lebih rentan terhadap kekurangan gizi kronis, seperti anak-anak di PAUD, SD serta balita dan ibu hamil melalui posyandu.

Oleh karena itu, evaluasi terhadap pelaksanaan program MBG menjadi sangat penting. Pemerintah perlu meninjau kembali:

  1. Kesesuaian menu dengan standar gizi nasional. Pengawasan terhadap penyedia makanan harus diperketat agar setiap porsi makanan tersebut benar-benar memenuhi asupan yang telah ditetapkan.
  2. Ketepatan sasaran penerima manfaat. Fokus utama program perlu diarahkan kembali kepada anak-anak pada usia tumbuh kembang kritis.
  3. Sistem monitoring dan evaluasi gizi. Perlu ada sistem untuk menilai dampak nyata MBG terhadap status gizi penerima, bukan hanya pada jumlah makanan yang disalurkan.

Tanpa penyesuaian, MBG berpotensi kehilangan makna esensial sebagai program intervensi gizi strategis dan berubah menjadi sekadar kegiatan simbolik. Jika tujuannya mencegah stunting dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia sejak dini, kebijakan ini harus difokuskan pada kelompok usia yang benar-benar membutuhkan.

Dengan demikian, keberhasilan Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) tidak dapat diukur dari banyaknya makanan yang dibagikan, melainkan dari sejauh mana program ini tepat sasaran dan mampu memenuhi kebutuhan gizi peserta didik secara optimal. Fakta lapangan menunjukkan bahwa masih terdapat ketimpangan antara tujuan utama MBG sebagai intervensi gizi strategis dan realitas implementasinya yang sering kali belum memperhatikan aspek kualitas serta kecukupan zat gizi sesuai usia dan kebutuhan perkembangan anak. Sudah saatnya kebijakan ini dievaluasi secara menyeluruh, agar setiap rupiah yang dikeluarkan benar-benar memberikan manfaat jangka panjang bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

Daftar Pustaka

Sholikhah, D., & Rahma, A. (2024). Hubungan Asupan Energi dan Zat Gizi Makro dengan Status Gizi Anak Sekolah Dasar Muhammadiyah di Kabupaten Gresik. Amerta Nutrition, 8(2). https://doi.org/10.20473/amnt.v8i2.2024.239247

Profil Penulis Dyan Azmi Raisya, Mahasiswa Program Studi Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image