Cara Mengenal dan Membedakan Hoaks
Eduaksi | 2025-11-15 20:49:00Hoaks dan Ujaran kebencian dalam penggunaan bahasa
Dalam era digital yang serba cepat, informasi dapat dengan mudah menyebar dengan cepat melalui media sosial dan internet. Namun, terkadang dalam penyebaran informasi terdapat banyak sekali informasi yang tidak benar atau bisa disebut sebagai hoaks. Hal ini menimbulkan masalah baru yang membuat banyak orang terprovokasi dan di sesatkan. Hal ini juga sering sekali muncul dalam bentuk penggunaan bahasa yang menyesatkan, provokatif, dan menyerang pihak tertentu. Begitu juga dalam ujaran kebencian, media sosial sering sekali di penuhi dengan unggahan dan pernyataan yang mengandung ujaran kebencian dan bahasa yang seharusnya menjadi alat untuk berkomunikasi justru berbuah menjadi sarana untuk menyerang, merendahkan, dan menebar permusuhan.
Hoaks adalah berita bohong atau informasi palsu yang direkayasa dengan tujuan untuk menyesatkan dan menipu pembaca. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), "hoax" atau "hoaks" memiliki arti berita bohong. Hoaks sengaja disebarluaskan untuk menciptakan kebingungan, kecemasan, kebencian, atau bahkan konflik dalam masyarakat. Hoaks memiliki beberapa jenis yaitu satir atau parodi yaitu konten yang dibuat untuk hiburan dengan informasi palsu, konten yang menyesatkan yakni konten asli yang digunakan dengan konteks yang menyesatkan untuk mengaitkan masalah yang tidak relevan, konten tiruan yakni konten palsu yang dibuat seolah berasal dari sumber yang terpercaya seperti meniru identitas atau organisasi, dan yang terakhir ada konten yang dimanipulasi atau konten palsu. Dan banyak sekali hoaks yang beredar di internet maupun sosial media contohnya adalah hoaks tentang virus yang tidak benar adanya, hoaks kirim pesan berantai, hoaks pemenang hadiah, dan lain lain.
Penyebab banyaknya hoaks yang beredar di internet maupun sosial media adalah kurangnya literasi media dan informasi, banyak pengguna internet yang belum memiliki kemampuan untuk membedakan mana informasi yang benar dan mana yang palsu. Akibatnya, berita yang menarik perhatian langsung dipercaya tanpa dicek kebenarannya. Dan penyebab lainnya adalah Algoritma media sosial karena platform digital sering kali menampilkan konten-konten yang paling banyak di bagikan atau disukai, bukan sesuatu hal yang paling benar dan hal ini membuat hoaks semakin mudah viral karena sering menimbulkan reaksi emosional dari pengguna.
Penyebaran hoaks dapat dijerat hukum pidana berdasarkan beberapa pasal, seperti Pasal 45A ayat (3) dan Pasal 28 ayat (1) UU ITE untuk hoaks di transaksi elektronik, serta UU No. 1 Tahun 1946 untuk penyebaran berita bohong yang menimbulkan keonaran di masyarakat. Dalam banyaknya hoaks yang beredar di media sosial tentu seharusnya kita sebagai pengguna lebih harus bisa berhati hati dengan cara cermati baik-baik judul dan isi dari berita tersebut, lihat dari mana sumber berita itu tersebar, periksa fakta dari informasi tersebut, dan yang terakhir yaitu berpikir secara kritis.
Selain hoaks yang beredar di internet dan media sosial, banyak sekali konten yang beredar di internet dan media sosial yang mengandung ujaran kebencian. Ujaran kebencian atau dalam bahasa inggris dapat disebut sebagai hate speech adalah bentuk ekspresi atau adalah bentuk ekspresi atau pernyataan yang menyerang, menghina, atau merendahkan seseorang atau kelompok berdasarkan suku, agama, ras, etnis, gender, maupun pandangan politik. Baik ujaran kebencian maupun hoaks sama-sama mencemari fungsi utama bahasa sebagai alat komunikasi yang santun dan membangun. Ketika bahasa digunakan untuk menebar kebencian atau kebohongan, nilai moral dan etika berbahasa menjadi rusak. Selain itu, penyebaran ujaran kebencian dan hoaks juga memiliki konsekuensi hukum sesuai dengan Undang-Undang ITE.
Bahasa yang seharusnya menjadi alat untuk menyampaikan kebenaran dan membangun hubungan sosial, justru berubah menjadi alat manipulasi dan perpecahan. Selain itu, penyebaran hoaks dan ujaran kebencian dapat berakibat hukum bagi pelakunya sesuai Undang-Undang ITE di Indonesia. Maka dari itu kita harus bijak dan cermat dalam menggunakan bahasa dan selalu mampu memilah informasi dengan teliti serta cermat.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
