Kontribusi Sarjana Kesehatan Masyarakat Bagi Kesehatan Bangsa
Pendidikan dan Literasi | 2025-11-14 14:15:08Pembangunan kesehatan merupakan aspek penting dalam menciptakan sumber daya manusia yang unggul. Dalam upaya tersebut, profesi Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) menempati posisi yang sangat strategis. Hal ini karena orientasi SKM lebih menitikberatkan pada upaya promotif dan preventif dibandingkan kuratif. Paradigma ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang menegaskan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemauan hidup sehat setiap orang agar tercapai derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya.
Pentingnya upaya promotif dan preventif yang dijalankan SKM dapat dilihat dari teori kesehatan masyarakat yang menyatakan bahwa faktor lingkungan, perilaku, dan gaya hidup justru lebih besar pengaruhnya terhadap kesehatan masyarakat dibandingkan pelayanan medis semata. Orientasi kuratif seringkali hanya menyentuh sebagian kecil masalah, sedangkan upaya pencegahan mampu menekan munculnya penyakit sekaligus mengurangi beban pembiayaan kesehatan. Dengan demikian, fokus SKM pada pemberdayaan masyarakat, edukasi perilaku hidup bersih dan sehat, serta deteksi dini penyakit menjadi strategi efektif untuk meningkatkan kualitas kesehatan bangsa.
Sarjana Kesehatan Masyarakat dibekali dengan delapan kompetensi utama, mulai dari kemampuan melakukan analisis kesehatan, mengembangkan kebijakan dan program, berkomunikasi efektif, memahami budaya lokal, hingga memberdayakan masyarakat. SKM juga menguasai ilmu dasar kesehatan masyarakat, manajemen keuangan, serta kepemimpinan dan berpikir sistem. Kompetensi ini membuat lulusan kesehatan masyarakat mampu menjadi penggerak utama dalam layanan kesehatan tingkat pertama, seperti puskesmas atau klinik, terutama dalam penyuluhan, surveilans kesehatan, maupun advokasi kebijakan.
Namun demikian, pelaksanaan peran SKM di lapangan masih menghadapi kendala. Penelitian di Kabupaten Kuningan menunjukkan bahwa meskipun seluruh lulusan SKM menyatakan siap bermitra dengan fasilitas kesehatan tingkat pertama, sebagian besar belum memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dan pengalaman praktik mandiri. Hal ini menunjukkan adanya kebutuhan untuk memperkuat regulasi, bimbingan, serta peran organisasi profesi seperti Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), agar lulusan lebih siap berkiprah.
Kondisi ini menciptakan kesenjangan yang lebar antara potensi ideal SKM dan realitas kapasitas mereka di lapangan. Minimnya kepemilikan STR dan keanggotaan organisasi profesi mengindikasikan lemahnya kerangka regulasi dan sistem pembinaan berkelanjutan bagi tenaga kesehatan masyarakat. Lebih lanjut, penelitian tersebut menunjukkan bahwa 90% SKM tidak memiliki pengalaman bermitra dengan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), yang merupakan ujung tombak program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Keterbatasan informasi dan tidak adanya mekanisme kemitraan yang jelas antara SKM dan FKTP menjadi penghambat utama dalam menyinergikan upaya kesehatan. Akibatnya, layanan promotif dan preventif yang menjadi roh dari sistem kesehatan primer pun tidak dapat berjalan secara optimal.
Profesi SKM memberikan manfaat bukan hanya bagi masyarakat, tetapi juga bagi individu lulusan itu sendiri. Bagi seorang SKM, profesi ini menawarkan peluang untuk berkarya di berbagai bidang, mulai dari pemerintahan, lembaga pendidikan, organisasi masyarakat, hingga lembaga swadaya dan media. Dengan kompetensi yang multidisipliner, SKM dapat berperan sebagai konsultan, peneliti kebijakan, fasilitator pemberdayaan, maupun pengembang program sosial. Bagi masyarakat, kehadiran SKM membantu membangun kesadaran kolektif untuk menjaga kesehatan, misalnya melalui penguatan kader posyandu, program kesehatan lingkungan, atau advokasi terkait kesehatan reproduksi. Meski demikian, sejumlah tantangan masih dihadapi profesi ini. Kurangnya pengakuan formal di beberapa daerah, rendahnya kepemilikan STR, minimnya pengalaman praktik, serta terbatasnya dukungan kebijakan menjadi faktor yang menghambat optimalisasi peran SKM.
Paradigma kesehatan di Indonesia masih didominasi oleh pendekatan kuartif yang berfokus pada penyembuhan penyakit. Padahal, bukti menunjukkan bahwa layanan pengobatan hanya mampu menangani sekitar 30% dari seluruh permasalahan kesehatan yang ada. Faktor penentu kesehatan masyarakat justru terletak pada aspek promotif dan preventif, yang mencakup lingkungan, perilaku hidup bersih, dan upaya pencegahan penyakit secara dini. Dalam konteks inilah, Sarjana Kesehatan Masyarakat hadir sebagai ujung tombak yang strategis, yang kompetensinya dirancang untuk membangun fondasi kesehatan masyarakat yang kuat dan berkelanjutan. Peran mereka sebagai merancang pencegahan menjadi kunci untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Sebagai garda terdepan kesehatan masyarakat, profesi Sarjana Kesehatan Masyarakat memiliki arti penting tidak hanya sebagai pilihan karier, tetapi juga sebagai panggilan pengabdian. Dengan fokus pada promotif dan preventif, SKM berperan besar dalam menekan angka kesakitan sekaligus membangun budaya sehat di masyarakat. Bagi bangsa, SKM adalah agen perubahan yang mampu menciptakan masyarakat lebih mandiri dan berdaya dalam menjaga kesehatan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
