Menjaga Integritas Tenaga Kesehatan di Tengah Kasus Malpraktik
Info Terkini | 2025-11-13 00:01:27
Belakangan ini publik dihebohkan oleh dugaan kasus malapraktik di Papua yang menelan korban jiwa. Dua peristiwa di RSUD Yowari dan RSUD Serui membuka mata banyak pihak bahwa pelayanan kesehatan di Indonesia masih menghadapi persoalan serius. Mulai dari keterlambatan penanganan hingga lemahnya komunikasi antara tenaga medis dan keluarga pasien.
Kasus pertama menimpa Apolonia Nia Mimin, ibu hamil tujuh bulan yang meninggal dunia bersama janinnya setelah menunggu berjam-jam di depan IGD RSUD Yowari. Sang suami, Bernard, mengaku mereka harus menunggu selama tiga jam sebelum mendapat penanganan. Saat kondisi sudah kritis, barulah Apolonia dirujuk ke ICU, tetapi nyawanya tidak tertolong.
Kasus serupa juga dialami Adriana Wayoi di RSUD Serui. Ia meninggal setelah dua kali menjalani operasi usus dalam waktu berdekatan. Pihak keluarga mengaku tidak pernah diberi penjelasan mengenai hasil laboratorium dan proses medis yang dijalani. Bahkan, mereka tidak diberi akses terhadap rekam medis pasien.
Pengamat kebijakan publik Papua, Methodius Kossay, menilai dua kasus ini mencerminkan lemahnya tata kelola rumah sakit di daerah. Menurutnya, masih ada tiga persoalan utama: kekurangan tenaga medis, manajemen rumah sakit yang belum tertata, dan ketimpangan pelayanan terhadap pasien BPJS. “Banyak pasien datang untuk sembuh, tapi justru meninggal dunia,” ujarnya. Sementara itu, Ketua IDI Papua, dr. Donald Willem Aronggear, mengatakan tantangan terbesar bukan hanya fasilitas, tapi juga rasa aman dan nyaman bagi tenaga kesehatan yang bertugas di daerah terpencil. “Kalau dokter merasa aman, mereka bisa bekerja dengan lebih baik,” jelasnya.
Namun, persoalan ini tidak berhenti pada fasilitas atau jumlah tenaga medis saja. Lebih dalam lagi, masalahnya berkaitan dengan integritas profesional dan etika medis. Dalam dunia kedokteran, integritas bukan sekadar tidak berbuat salah, melainkan komitmen untuk bertindak jujur, transparan, dan berdasarkan bukti ilmiah. Ketika integritas ini terganggu, misalnya karena tekanan kerja, budaya senioritas, atau keengganan mencatat rekam medis, maka risiko kesalahan pun meningkat.
Di sisi lain, tidak semua kesalahan medis berarti malapraktik. Ada perbedaan jelas antara kesalahan manusiawi dan pelanggaran etis. Suatu tindakan baru dapat dikategorikan sebagai malapraktik jika memenuhi unsur tugas, pelanggaran standar, hubungan sebab-akibat, dan kerugian nyata bagi pasien. Artinya, kesalahan bisa terjadi tanpa pelanggaran etika, tetapi pelanggaran etika selalu bermula dari hilangnya tanggung jawab profesional.
Salah satu penyebab utama munculnya konflik antara pasien dan rumah sakit adalah komunikasi yang buruk. Banyak pasien di Indonesia tidak memahami apa itu informed consent, hak untuk bertanya, dan hak memperoleh salinan rekam medis. Sementara sebagian rumah sakit masih enggan terbuka karena takut disalahkan atau dianggap gagal. Akibatnya, hubungan antara tenaga kesehatan dan pasien sering kali menjadi tegang dan penuh kecurigaan.
Padahal, transparansi dan komunikasi terbuka justru dapat menjadi kunci mencegah sengketa medis. Ketika pasien memahami kondisi dan risikonya, serta dokter menyampaikan informasi dengan empati, maka potensi kesalahpahaman bisa ditekan. Edukasi publik tentang hak-hak pasien juga perlu diperkuat agar masyarakat tidak hanya menuntut, tetapi juga memahami batas tanggung jawab profesi medis.
Selain itu, rumah sakit perlu menerapkan audit mutu secara berkala untuk memastikan standar keselamatan pasien berjalan dengan baik. Tenaga medis juga perlu mengikuti pembaruan ilmu dan pelatihan etika, karena dunia kedokteran terus berkembang cepat. Sementara itu, lembaga profesi seperti (IDI) harus aktif memperkuat budaya refleksi dan tanggung jawab moral di kalangan anggotanya. Mencegah lebih baik daripada mengobati, termasuk dalam kasus malapraktik. Integritas, transparansi, dan edukasi publik adalah tiga pondasi utama untuk menciptakan sistem kesehatan yang manusiawi dan terpercaya. Karena di balik setiap tindakan medis, ada kehidupan dan kepercayaan yang harus dijaga dengan sepenuh hati.
Sumber: BBC Indonesia
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
