Cinta dan Tanggung Jawab di Balik Jas Putih Dokter Hewan
Pendidikan dan Literasi | 2025-11-11 14:43:46
Kalau mendengar kata "dokter", banyak orang yang langsung membayangkan orang yang bekerja di rumah sakit dan merawat manusia. Tapi di dunia medis yang luas ini, ada profesinya juga yang sangat mulia, mereka yang berjuang dengan hati, tenaga, dan waktu untuk makhluk hidup yang tidak bisa berbicara, yaitu dokter hewan. Profesi ini sering kali luput dari perhatian, padahal di balik jas putih yang mereka kenakan tersimpan kisah tentang cinta, empati, dan tanggung jawab besar terhadap kehidupan. Menjadi dokter hewan bukan sekadar menyembuhkan hewan yang sakit. Profesi ini menuntut kesabaran, ketelitian, dan kepedulian tinggi terhadap makhluk hidup yang tidak bisa mengungkapkan rasa sakitnya dengan kata-kata. Seorang dokter hewan harus mampu mendengar tanpa suara, memahami bahasa tubuh, perilaku, dan kondisi hewan hanya dari tanda-tanda kecil yang tampak.
Setelah saya mengunjungi dan mengamati secara langsung aktivitas di Rumah Sakit Hewan Pendidikan Universitas Airlangga, saya menyadari bahwa profesi ini bukan sekadar pekerjaan medis, tetapi juga wujud nyata dari cinta tanpa syarat terhadap makhluk hidup lain. Saya melihat sendiri bagaimana para dokter hewan dan mahasiswa koas bekerja dengan penuh ketelitian dan kesabaran. Hal ini sejalan dengan pandangan Hadi dan Suwandi (2021) yang menegaskan bahwa dokter hewan tidak hanya membutuhkan keahlian medis, tetapi juga empati mendalam terhadap makhluk hidup yang tidak mampu menyuarakan rasa sakitnya.
Di ruang perawatan, seekor anjing kecil yang tampak lemah disambut dengan kelembutan yang sama seperti seorang bayi manusia. Dokter hewan tidak hanya memeriksa secara fisik, tetapi juga menenangkan hewan itu agar tidak stres. Saya menyaksikan bagaimana mereka berbicara lembut, menepuk pelan tubuh pasien berbulu itu, dan memastikan setiap langkah prosedur dilakukan dengan hati-hati. Dari sana saya belajar bahwa merawat hewan berarti juga menghormati kehidupan.
Setiap keputusan yang diambil, setiap obat yang diberikan, membawa konsekuensi besar terhadap kehidupan makhluk hidup yang tidak bisa mengeluh atau menjelaskan rasa sakitnya dengan kata-kata. Dalam pengamatan saya, aspek emosional menjadi sisi paling menarik dari profesi ini. Ada momen ketika seorang dokter hewan harus menenangkan pemilik hewan yang panik, bersamaan dengan upaya menyelamatkan nyawa hewan tersebut. Mereka tidak hanya menjadi dokter, tetapi juga menjadi konselor, pendengar, dan penghibur. Saat seekor kucing tidak tertolong, saya melihat bagaimana ekspresi duka terpancar di wajah dokter hewan, seolah kehilangan sahabat sendiri. Di sisi lain, ketika seekor hewan sembuh, ada kebahagiaan tulus yang sulit digambarkan dengan kata-kata.
Dari situ saya menyadari bahwa menjadi dokter hewan berarti siap untuk menghadapi dua jenis pasien yaitu hewan dan manusia. Hewan membutuhkan perawatan medis, sementara manusia yaitu pemiliknya membutuhkan empati, penjelasan, dan kepercayaan. Keduanya harus dirangkul dengan hati yang sama. Dokter hewan juga berperan penting dalam menjaga kesehatan masyarakat dan lingkungan melalui konsep One Health, bahwa kesehatan manusia, hewan, dan alam saling berkaitan.
Seperti dijelaskan oleh World Health Organization (2021), pendekatan One Health menekankan keterhubungan antara kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan dalam menjaga keseimbangan kehidupan. Pencegahan penyakit zoonosis seperti rabies, flu burung, dan antraks tidak akan berhasil tanpa peran dokter hewan. Selain itu, mereka turut berkontribusi dalam memastikan keamanan pangan asal hewan, penelitian vaksin, hingga menjaga kesejahteraan hewan di peternakan dan kebun binatang. Profesi dokter hewan memiliki dampak besar bagi keseimbangan kehidupan di bumi.
Di Indonesia sendiri, profesi dokter hewan masih menghadapi berbagai tantangan. Jumlah dokter hewan yang aktif belum sebanding dengan kebutuhan populasi hewan peliharaan dan ternak. Berdasarkan data Kementerian Pertanian Republik Indonesia (2023), rasio dokter hewan terhadap populasi hewan masih tergolong rendah, sehingga tanggung jawab mereka semakin besar dalam praktik medis dan edukasi masyarakat. Kondisi ini membuat tanggung jawab mereka semakin besar bukan hanya dalam praktik medis, tetapi juga dalam edukasi masyarakat tentang kesejahteraan hewan dan pencegahan penyakit zoonosis. Fakta ini menunjukkan bahwa profesi dokter hewan bukan sekadar pekerjaan, melainkan panggilan yang menuntut dedikasi tinggi.
Profesi dokter hewan sering kali dipandang sederhana dan masih sering dianggap remeh jika dibandingkan dengan profesi medis lainnya. Banyak orang belum tahu bahwa tugas dokter hewan sama pentingnya, bahkan sering kali lebih kompleks karena melibatkan berbagai spesies. Mereka berhadapan bukan hanya dengan hewan peliharaan seperti kucing dan anjing, tetapi juga hewan ternak, satwa liar, hingga hewan laboratorium yang menjadi bagian dari riset kesehatan manusia, di balik setiap tindakan medis yang mereka lakukan, ada tanggung jawab besar yang memerlukan pengetahuan luas, empati mendalam, dan keteguhan hati. Namun, di balik tantangan itu, semangat mereka tetap menyala. Para dokter hewan bekerja bukan sekadar untuk memenuhi kewajiban, tetapi karena rasa cinta dan tanggung jawab terhadap makhluk hidup.
Mereka adalah wujud nyata pengabdian tanpa pamrih ,bekerja dalam diam, namun berdampak luas bagi kehidupan manusia dan hewan. Di balik jas putih dokter hewan, tersimpan kisah pengabdian yang jarang terlihat. Mereka adalah sosok yang menjaga keseimbangan antara manusia, hewan, dan alam. Profesi ini mengajarkan bahwa cinta sejati bukan hanya tentang kata-kata, melainkan tentang dedikasi, empati, dan keberanian untuk peduli terhadap semua makhluk hidup. Menjadi dokter hewan berarti memilih jalan hidup untuk selalu mencintai, merawat, dan bertanggung jawab atas kehidupan sekecil apa pun makhluk itu.
Ketika saya berbincang singkat dengan salah satu mahasiswa koas di Rumah Sakit Hewan Pendidikan Universitas Airlangga itu, beliau mengatakan, “Kami bekerja bukan hanya untuk hewan saja, tapi untuk kehidupan yaitu menjaga keseimbangan hidup di alam.” Kalimat itu terus terngiang di kepala saya. Karena sesungguhnya, cinta terhadap hewan mencerminkan kemanusiaan seseorang. Hewan tidak bisa berbicara, tidak bisa memohon pertolongan dengan kata-kata, tapi mereka merasakan sakit dan takut sama seperti manusia. Maka dari itu, dibutuhkan hati yang tulus untuk bisa memahami mereka.
Kita hidup di era ketika empati sering kali terkikis oleh kesibukan dan ego manusia. Namun, di ruang praktik dokter hewan, saya melihat bukti nyata bahwa kasih sayang masih hidup dalam bentuk paling murninya. Melihat mereka bekerja dengan teliti hingga larut malam, tanpa mengeluh, membuat saya percaya bahwa dedikasi seperti ini layak diapresiasi. Dokter hewan tidak hanya menyelamatkan hewan, tetapi juga mengajarkan kita arti tanggung jawab dan kasih sayang lintas spesies. Mereka menjadi jembatan antara manusia dan hewan, memastikan bahwa hubungan itu terjaga dalam keseimbangan yang penuh hormat. Jas putih mereka bukan sekadar simbol profesionalisme, tetapi juga lambang kemurnian hati dan komitmen terhadap kehidupan.
Melalui pengalaman langsung di Rumah Sakit Hewan Pendidikan Universitas Airlangga ini, saya belajar bahwa di balik setiap tindakan kecil, ada nilai besar tentang kemanusiaan dan moralitas. Profesi dokter hewan mengingatkan kita bahwa kepedulian tidak mengenal batas spesies, dan bahwa cinta sejati sering kali hadir dalam bentuk sederhana yaitu perhatian, ketulusan, dan tanggung jawab terhadap sesama makhluk hidup. Mungkin sudah saatnya kita, masyarakat umum, mulai melihat profesi dokter hewan bukan hanya dari kacamata “penyembuh hewan peliharaan”, tetapi sebagai pahlawan kesehatan dan penjaga keseimbangan ekosistem. Karena cinta yang mereka tanamkan dalam pekerjaan sehari-hari sesungguhnya adalah fondasi bagi masa depan kehidupan yang lebih beradab.
DAFTAR PUSTAKA
Hadi, U., & Suwandi, T. (2021). Kedokteran Hewan dan Kemanusiaan: Perspektif Empati dalam Dunia Medis Veteriner. Surabaya: Airlangga University Press.
Kementerian Pertanian Republik Indonesia. (2023). Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2023. Jakarta: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.
World Health Organization (WHO). (2021). One Health: Joint Plan of Action 2022–2026. Geneva: WHO Press.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
