Tragis, Aksi Bullying Menggiring Korban Bermental Killing
Edukasi | 2025-11-11 12:50:31
Seolah tak reda, kejadian demi kejadian tragis anak negeri terus bergulir. Dari pilunya kisah 2 siswa bunuh diri, pelajar terjerat pinjol akibat akses game judol, hingga yang terbaru kasus pembakaran pesantren dan peledakan sekolah. Semua dilakukan oleh anak-anak yang masih berstatus pelajar.
Nampak nyata mental generasi saat ini sedang tidak baik-baik saja. Aksi pembakaran asrama putra Dayah (Pesantren) Babul Maghfirah di Kecamatan Kuta Baro, Aceh Besar dan peledakan ruang sekolah SMAN 72 Kelapa Gading, Jakarta Utara oleh santri dan siswa, terindikasi dilakukan karena sakit hati jadi korban bullying. (kumparan.com 7/11/2025).
Kondisi siswa yang menjadi pelaku tersebut, mengalami tekanan sosial berat akibat ejekan, pelecehan, dan pengucilan. Hal tersebut memang umum terjadi pada korban bullying. Korban bullying akan mengalami dampak seperti kecemasan, depresi, dan stress karena tidak menemukan sandaran untuk membagi beban psikologisnya.
Seiring waktu, akan sangat mungkin terjadi krisis kepercayaan diri, rasa malu, dan takut , hingga memilih mengisolasi diri dari interaksi sosial disebabkan kesulitan menjalin hubungan. Jangka panjangnya, pada korban bullying juga bisa memicu gangguan mental serius yang berpotensi melakukan self-harm, bahkan bunuh diri.
Wiwin Hendriani, Dosen Psikologi Universitas Airlangga (Unair) dan ketua Ikatan Psikologi Perkembangan Indonesia (IPPI), bahkan menyampaikan dampak bullying terhadap korban dapat memicu kekerasan dan agresi. , (www.detik.com 8/3/2023)
Di titik inilah, nampaknya korban bullying akan bertransformasi menjadi pelaku kekerasan dan agresi, demi melepaskan sinyal kemarahan yang meluap. Semua terjadi akibat tak adanya dukungan dan solusi, untuk menetralkan dan mengarahkan penyelesaian problem mental yang dihadapinya.
Bullying Problem Sistemik
Tak hentinya aksi bullying di lingkungan sekolah di berbagai daerah, menjadi bukti problem sistemik dalam pendidikan. Sekolah yang sekadar mengejar nilai akademik dan algoritma kesuksesan berdasar materi, telah gagal melahirkan anak didik yang bermoral dan saleh.
Meskipun ada pendidikan karakter di sekolah, faktanya tak mampu mewujudkan generasi yang berkepribadian tangguh dan bertanggungjawab. Banyaknya kejadian siswa melakukan tindak pelecehan hingga kekerasan terhadap guru, menunjukkan telah terjadi krisis adab dan hilangnya fungsi pendidikan. Maka wajar jika terhadap guru saja mereka tak beradab, kepada teman mereka bisa berlaku biadab.
Krisis kepribadian generasi saat ini diperparah dengan adanya pengaruh sosial media. Aksi bullying yang direkam dan disebar telah menjadi panutan kejahatan siswa. Bullying pun dijadikan sebagai candaan hingga menjadi aksi penindasan terhadap siswa yang tidak disukai.
Sosial media juga menjadi rujukan korban bullying untuk melakukan tindakan pembalasan. Banjirnya drama Korea bergenre remaja yang mengisahkan tentang bullying dan balas dendam korban bullying seolah menjadi ittiba’ (panutan) korban bullying untuk menyelesaikan problem jiwanya. Dia akan merasa benar melakukan tindakan pembalasan hingga membahayakan nyawa orang lain, sebagai pelampiasan kemarahan atau dendam.
Sistem pendidikan sekuler yang menghilangkan pengawasan agama dan lingkungan sosial yang kapitalistik hanya berfokus pada materi telah gagal dalam membentuk kepribadian tangguh pada generasi. Sistem sekuler kapitalis telah mencabut sisi kemanusiaan pada generasi. Mereka hanya dicetak sebagai robot dan mesin pencetak nilai tanpa ada ruh kebaikan dan tanggung jawab.
Islam Mencegah Aksi Bullying Secara Asasi
Menghentikan problem serius pada kepribadian remaja saat ini, tentunya membutuhkan sistem tandingan yang sahih (benar). Remaja harus diseting ulang tentang tujuan dia diciptakan dan dilahirkan di dunia. Mereka dibersamai dalam menjalani kehidupan dunia dengan pendidikan yang bertumpu pada keimanan.
Membangun pola pikir yang selalu berazas iman dan Islam, pun dituntun untuk berperilaku dalam koridor halal dan halal. Memahami bahwa tujuan mereka menuntut ilmu adalah untuk menjalankan kewajiban agama demi meraih ridlo Rabb-nya. Disinilah fokus tujuan pendidikan dalam Islam, yaitu membentuk kepribadian Islam pada generasi.
Generasi berkepribadian Islam tidak hanya fokus pada nilai materi, tapi juga nilai maknawi dan nilai ruhiyah. Dia akan mampu memilah setiap sikap dan tindakan dengan pencapaian adab tertinggi. Sebab kurikulum pendidikan dalam sistem Islam harus berbasis aqidah Islam, menjadikan adab sebagai dasar pendidikan.
Negara pun dalam Islam yakni khilafah wajib menjadi penjamin utama pendidikan, pembinaan moral umat, dan perlindungan generasi dari kezaliman sosial. Negaralah yang harus menutup semua pintu akses kerusakan sosial baik dari media sosial maupun interaksi di masyarakat. Hal tersebut dilakukan dengan penjagaan sistem sosial sesuai syariat Islam.
Kalaupun dengan sistem pendidikan dan sistem sosial yang berasas keimanan masih jebol dan terjadi kemaksiatan maupun kriminalitas, maka sangsi tegas akan diperlakukan. Batasan pemberlakuan sangsi tersebut pun sangat jelas, yaitu ketika seseorang telah akil baligh dia wajib menanggung semua konsekuensi tindakannya.
Wallahu’alam bishowab
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
