Triase: Langkah Pertama Menyelamatkan Nyawa di IGD Rumah Sakit Universitas Airlangga
Eduaksi | 2025-11-11 07:32:46Puluhan bahkan hingga ratusan pasien datang ke IGD Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA) setiap harinya dengan keluhan, kondisi klinis, dan kegawatdaruratan yang berbeda. RSUA cenderung memiliki banyak tenaga kesehatan, tetapi menangani gelombang pasien yang sangat mungkin datang dalam satu waktu dibutuhkan strategi efektif. Oleh karena itu, RSUA menyusun alur dan memberikan fasilitas yang memadai untuk mensukseskan konsep triase.
Triase adalah konsep medis dalam menilai dan mengelompokkan pasien berdasarkan tingkat kegawatan medis dan merupakan prosedur standar IGD di seluruh rumah sakit. Sistem triase mengelompokkan tingkat kegawatdaruratan pasien menjadi empat dengan menggunakan pengkodean warna, yaitu Tidak Gawat Tidak Darurat dengan warna hijau (pasien luka lecet, demam, batuk-pilek); Gawat tetapi Tidak Darurat dengan warna kuning (pasien fraktur, luka sedang, dehidrasi sedang); Gawat dan Darurat dengan warna merah (perdarahan hebat, cedera kepala berat, dan sesak napas berat); dan Tidak Tertolong/Meninggal Dunia dengan warna hitam (Purnama Sari, Rasyid & Lita, 2022). Triase ini sangat penting dilakukan guna mengukur tingkat prioritas pasien yang harus segera ditangani. Sistem triase ini terbukti berhasil meningkatkan akurasi dalam penanganan (Saepudin et al., 2023).
RSUA telah menyusun fasilitas triase dengan baik yang dapat ditinjau melalui beberapa aspek. Aspek pertama yang dapat dilihat yaitu lokasi IGD yang tepat berada di depan gerbang masuk rumah sakit dan tersedia akses kendaraan untuk menurunkan pasien langsung di depan pintu IGD. Hal ini juga didukung dengan pintu masuk IGD yang cukup lebar untuk memudahkan mobilisasi. Di depan pintu masuk terdapat meja registrasi dengan tenaga kesehatan yang selalu sedia berjaga, pasien yang datang dapat dengan cepat dilakukan pengecekan kondisi dan cepat diberi penanganan. Selanjutnya, terdapat lorong dengan petunjuk warna triase menuju ruangan-ruangan berdasarkan klasifikasi triase. Bagian kanan lorong terdapat bangsal triage Hijau sedangkan bagian kiri lorong terdapat bangsal triase kuning.
Pada bagian kanan lorong tersebut juga terdapat sebuah ruangan resusitasi dengan peralatan pernapasan dan sirkulasi yang cukup lengkap, seperti EKG, defibrilator, mesin suction, OPA, tabung oksigen, resuscitator, dan beberapa perlengkapan pendukung lainnya. Ruangan berkapasitas 3 orang tersebut digunakan untuk menangani pasien henti napas atau henti jantung seperti melakukan resusitasi jantung paru otak.
Pada ujung lorong terdapat sebuah ruangan besar untuk pasien triase merah. Dalam ruangan triase merah terdapat area penanganan utama dan beberapa bilik-bilik kaca yang memiliki fungsi berbeda, terdapat bilik Infectious Disease untuk pasien dengan penyakit menular, seperti korban kecelakaan dengan riwayat TB atau sejenisnya. Bilik ini didesain tertutup rapat untuk mencegah menyebarnya penyakit, setelah bilik ini digunakan, akan dilaksanakan pensterilan bilik dan fasilitas didalamnya. Selain itu, terdapat bilik konseling psikologi untuk pasien yang membutuhkan pendampingan psikis, pasien dengan kondisi tersebut akan diberi pelayanan khusus berupa pendampingan oleh tenaga medis. Selain ruangan triase, terdapat pula ruangan persalinan darurat yang terletak berdekatan dengan ruang triase merah disertai dengan fasilitas khusus seperti Bed partus (ranjang khusus persalinan), inkubator bayi, ventilator, dan beberapa fasilitas khusus lainnya. Ruangan ini digunakan untuk persalinan darurat sebelum nantinya diarahkan menuju ruang perawatan pascanatal yang terletak di lantai 5 RSUA.
Melalui pembagian ruangan ini tenaga medis dengan mudah mengklasifikasikan dan secepat mungkin melakukan penanganan sesuai dengan yang dibutuhkan. Namun tak menutup kemungkinan apabila IGD terlalu ramai atau dalam kondisi sepi ruangan-ruangan tersebut dialih fungsikan sesuai dengan apa yang dibutuhkan saat itu. Fasilitas dan alur disusun sedemikian rupa untuk menjaga keefektivitasan penanganan, dengan ini seluruh pasien diharapkan mendapat pelayanan yang sesuai dan dapat terhindar dari kecacatan atau bahkan kematian.
Triase ini juga sering kali menempatkan dokter pada dilema etika yang kompleks. Seperti contoh apabila di situasi darurat massal, dokter pemimpin IGD dihadapkan dengan banyak sekali pertimbangan, siapa yang akan ditangani terlebih dahulu, siapa yang menunggu, dan tentunya tidak boleh melupakan prinsip bioetika seperti autonomy, beneficence, non-maleficence, dan justice. Maka diperlukannya pelatihan tentang sistem triase.
REFERENCES:
Purnama Sari, M., Rasyid, T. & Lita, L. (2022) ‘Gambaran Pelaksanaan Triase di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Raja Musa Sungai Guntung Kabupaten Indragiri Hilir’, Jurnal Keperawatan Hang Tuah (Hang Tuah Nursing Journal), 2(2), pp. 194–204.
Saepudin, H., Rachman, F., Andiani, M.S., et al. (2023) ‘Keberhasilan Triase di Gawat Darurat: Evaluasi Kesesuaian Keputusan Triase dengan Kondisi Pasien’, Jurnal Teknologi Komputer dan Informatika (TEKOMIN), 1(2). doi:10.59820/tekomin.v1i2.101.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
