Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Owl

Krisis Moral dan Rapuhnya Wibawa Pendidik

Pendidikan | 2025-11-10 06:06:45

 

Sumber: freepik.com

Dua insiden berbeda yang melibatkan murid dan guru kembali menyita perhatian publik. Kasus di SMAN 1 Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten, serta peristiwa di sebuah SMA di Makassar memperlihatkan bagaimana krisis moral dan rapuhnya wibawa pendidik menjadi masalah serius dalam dunia pendidikan saat ini.

Fakta pertama datang dari SMAN 1 Cimarga. Dirangkum oleh detiknews, Kamis (16/10/2025), Kepala sekolah, Dini Fitri, sempat dilaporkan ke polisi karena diduga menampar siswanya, Indra, yang kedapatan merokok di lingkungan sekolah. Peristiwa bermula ketika Dini menegur Indra yang merokok di belakang sekolah, namun siswa tersebut sempat berbohong dan menyangkal perbuatannya. Meski kasus ini akhirnya diselesaikan secara damai dan laporan dicabut oleh orang tua siswa, insiden tersebut menimbulkan perdebatan luas tentang batas tindakan disiplin seorang guru.

Sementara itu, di Makassar, foto seorang siswa berinisial AS yang dengan santai merokok dan mengangkat kaki di samping gurunya, Ambo, beredar luas di media sosial. Aksi tersebut menuai kecaman publik. Banyak yang menilai peristiwa itu bukan sekadar kenakalan remaja, melainkan gambaran nyata lunturnya rasa hormat terhadap guru dan krisis etika di kalangan pelajar.

Kedua peristiwa tersebut mencerminkan betapa rumitnya posisi guru dan pendidik saat ini. Upaya menegakkan disiplin kerap berbenturan dengan tuduhan pelanggaran hak siswa, sehingga wibawa guru perlahan terkikis. Di sisi lain, banyak siswa merasa memiliki kebebasan tanpa batas untuk bertindak, bahkan melampaui norma etika.

Di Indonesia, fenomena ini semakin mengkhawatirkan. Rokok dan vape dengan mudah bisa diperoleh, bahkan oleh anak sekolah. Bagi sebagian remaja, merokok menjadi simbol kedewasaan dan ekspresi diri. Hal ini memperlihatkan kegagalan negara dalam mengontrol peredaran rokok, sekaligus lemahnya peran keluarga dan sekolah dalam membentuk kesadaran moral.

Akar persoalan sesungguhnya terletak pada hilangnya nilai-nilai fundamental dalam sistem pendidikan. Guru tidak lagi ditempatkan sebagai sosok yang dimuliakan dan dijadikan teladan, tetapi sekadar pegawai yang diukur dari administrasi dan angka kredit. Krisis moral yang terjadi juga menjadi cerminan dari sistem pendidikan sekuler yang terlalu menekankan kebebasan tanpa disertai tanggung jawab. Pendidikan seharusnya tidak hanya mencetak siswa berprestasi, tetapi juga menanamkan nilai-nilai sopan santun, rasa hormat kepada guru, serta kesadaran spiritual dan moral. Dalam sistem pendidikan saat ini, belum ada perlindungan yang jelas bagi guru ketika mereka menegakkan disiplin. Guru seolah terjebak di antara tanggung jawab moral dan tekanan sosial. Padahal, mengingatkan siswa yang berbuat salah merupakan bagian dari tanggung jawab moral seorang pendidik.

Dalam pandangan Islam, guru adalah pilar peradaban. Ia bukan hanya gudang ilmu, melainkan pembentuk karakter dan moral muridnya. Karena itu, menghormati guru berarti menghormati ilmu itu sendiri. Sistem pendidikan Islam menempatkan hubungan antara guru dan murid dalam bingkai keimanan dan tanggung jawab moral. Pendidikan tidak hanya bertujuan mencetak individu cerdas, tetapi juga membentuk manusia yang sadar tujuan hidupnya, untuk beribadah dan berbuat kebaikan di dunia.

Sistem pendidikan berbasis nilai-nilai Islam sejatinya mengajarkan pola pikir dan pola sikap yang berlandaskan keimanan. Pelajar diarahkan untuk memahami tujuan hidupnya, bahwa manusia diciptakan untuk beribadah dan akan dimintai pertanggungjawaban atas setiap perbuatannya. Generasi muda yang memahami hal ini akan tumbuh menjadi pribadi yang berprinsip, beriman, dan berakhlak mulia bukan generasi yang merusak dan kehilangan arah. Karena itu, insiden antara guru dan murid bukan sekadar persoalan disiplin, tetapi juga panggilan untuk merefleksikan kembali arah pendidikan bangsa.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image