Di Balik Jas Putih Dokter Hewan: Penolong 911 Bagi Para Hewan
Pets and Garden | 2025-11-09 14:00:28
Indonesia – Dibalik keindahan pemandangan alam serta gelar negara paling murah senyum dan ramah di dunia, Indonesia nyatanya menyimpan sebuah rahasia kelam dalam perlakuan terhadap hewan. Fenomena ini menuntut perhatian bukan hanya dari sisi moral dan hukum, tetapi juga dari sisi pelayanan kesehatan hewan (veteriner), yang memiliki peran penting dalam menyelamatkan dan memulihkan hewan korban kekerasan.
Indonesia, Negeri Ramah yang Lupa pada Hewan
Berdasarkan riset Social Media Animal Cruelty Coalition (SMACC) yang dikutip oleh Coconuts.co, sepanjang Juli 2020 sampai Agustus 2021, Indonesia menempati posisi teratas dalam jumlah unggahan konten penyiksaan hewan di media sosial. Dalam risetnya menganalisis 5.480 konten global, sebanyak 1.626 konten ditemukan berasal dari Indonesia, yang mana menyoroti tingkat keparahan masalah ini di negara tersebut. Sebagian besar konten tersebut menampilkan tindakan kekerasan yang jelas dan tidak etis terhadap hewan, termasuk tema seperti penyelamatan palsu, hewan liar sebagai peliharaan, dan penggunaan hewan sebagai hiburan.
Pada tahun 2023, Kasus kekerasan dan penyiksaan hewan di Indonesia semakin berulang layaknya mimpi buruk. Menurut Doni Herdaru Tona dari Animal Defenders Indonesia, kasus penyiksaan hewan di Indonesia masih sangat beragam dan memprihatinkan. Ia bahkan menyebut tahun 2023 sebagai masa paling kelam bagi kesejahteraan hewan. Peristiwa yang telah terjadi antara lain, penyiksaan monyet di Tasikmalaya, anjing yang diseret dengan motor di Jambi, Kuta Selatan, dan Makassar, anjing mati usai diracun di Magelang, kucing yang dicekoki miras oleh sekelompok wanita di Padang, seorang perempuan muda yang memaksa seekor kucing untuk merokok di Tebing Tinggi, Sumatra Utara; serta yang paling mencemaskan dan memicu kemarahan public yaitu video seorang perempuan muda yang sengaja mem-blender kedua kucingnya sendiri.
Hukum Ada, Tapi Tidak Selalu Tegas
Penegakan hukum penyiksaan hewan di Indonesia masih tergolong sangat lemah karena adanya kesenjangan antara peraturan dan implementasi yaitu antara kurangnya kesadaran masyarakat, serta minimnya dukungan untuk aparat penegak hukum. Padahal, undang-undang perlindungan hewan sendiri telah ada dalam UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, serta Pasal 302 KUHP yang mengancam pelaku penganiayaan dengan pidana penjara. Namun, penegakan hukumnya sering terhambat oleh kurangnya laporan dari masyarakat dan prioritas yang rendah dari aparat penegak hukum dalam menangani kasus-kasus ini.
Dokter Hewan, Lebih dari Sekadar Penyembuh
Dari sinilah, profesi Dokter Hewan menjadi sangat dibutuhkan. Dokter Hewan adalah suatu profesi medis yang terlatih dan berlisensi untuk merawat kesehatan hewan sebagai bagian dari sistem pelayanan kesehatan veteriner di Indonesia. Dokter hewan atau yang biasa disebut medik veteriner juga bertugas untuk mencegah, mengobati, dan melakukan perawatan mendalam terhadap hewan dari penyakit apapun. Berpusat dengan semboyan “Manusya Mriga Satwa Sewaka”, maka fokus Dokter hewan tidak hanya sebatas kesejahteraan hewan, namun juga kesejahteraan manusia melalui hewan. Profesi dokter hewan sangat dibutuhkan ke depannya karena meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesejahteraan hewan dan pertumbuhan industri peternakan, serta minat memelihara hewan peliharaan.
Saat Dokter Hewan Jadi “911” Bagi Para Hewan
Di mata masyarakat, Dokter Hewan adalah penolong saat hewan peliharaan sakit flu atau demam. Namun, dalam kasus kekerasan, Dokter Hewan bertindak sebagai Tim Medis Gawat Darurat (Emergency Medical Team), seperti pelayanan kesehatan darurat hewan yang berfokus pada penyelamatan jiwa (Triage and Stabilitation) dan perawatan intensif bagi para hewan. Peran "911" Dokter Hewan tidak berhenti di meja operasi. Karena kasus ini terkait kejahatan, pelayanan kesehatan Dokter Hewan juga merambah ke ranah hukum, yang dikenal sebagai Forensik Veteriner.
Pelayanan yang diberikan di sini adalah Visum et Repertum, yakni laporan tertulis resmi dari Dokter Hewan mengenai pemeriksaan medis terhadap hidup atau mati hewan, maupun bagian tubuhnya yang dibuat untuk kepentingan peradilan. Tanpa adanya pelayanan medis berupa Visum ini, kasus penyiksaan hewan di kepolisian atau pengadilan akan sulit diproses. Dengan kata lain, profesi Dokter Hewan ialah jembatan antara luka fisik hewan dan penegakan hukum. Selain itu, Dokter Hewan juga harus berfokus pada pencegahan dengan melakukan rehabilitasi perilaku hewan yang menjadi korban dan memberikan edukasi kepada masyarakat bagaikan vaksin anti-kekerasan.
Sayangnya, peran “911” Dokter Hewan saat ini tengah menghadapi kendala utama yaitu kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) profesi ini. Jumlah dokter hewan di Indonesia kurang lebih sekitar 13.500 hingga 15.000 orang berdasarkan data yang terdaftar di Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI). Nyatanya, kebutuhan dokter hewan di Indonesia sangatlah besar, dengan perkiraan kebutuhan minimal mencapai 70.000 orang, yang berarti masih terjadi kekurangan secara signifikan. Hal ini berdampak pada waktu pelayanan gawat darurat (911) dan ketimpangan kualitas pelayanan kesehatan hewan antar daerah di Indonesia. Selain itu, jumlah Dokter Hewan berwenang yang siap dan memiliki fasilitas forensik juga terbatas, sehingga banyak kasus penyiksaan tidak bisa ditindaklanjuti secara hukum karena tidak adanya Visum yang sah.
Saatnya Bergerak Bersama
Ke depannya, Indonesia membutuhkan lebih dari sekadar "penyembuh hewan", yaitu adanya pasukan "911" yang tangguh, siap secara medis, etis, dan hukum bidang veteriner. Kasus penyiksaan yang melonjak adalah peringatan keras bagi semua pihak. Profesi Dokter Hewan sudah menunjukkan dedikasi dalam memberikan pelayanan kesehatan terbaik, bahkan di tengah krisis moral. Oleh karena itu, memperkuat peran dokter hewan sebagai “911 bagi para hewan” bukan sekadar bentuk kepedulian, tetapi juga bagian dari suatu penguatan sistem pelayanan kesehatan veteriner nasional yang mendukung kesejahteraan semua makhluk hidup di Indonesia.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
