Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Devy Wulansari

Angka Bunuh Diri Anak Sekolah Meningkat, Kegagalan Sistem Pendidikan Sekuler

Agama | 2025-11-07 22:18:14

Telinga kita seolah tidak pernah sepi mendengar pemberitaan tentang bunuh diri. Dalam sepekan terakhir, dua anak ditemukan meninggal diduga akibat bunuh diri di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Di susul dua siswa sekolah menengah pertama di Kecamatan Barangin, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat ditemukan bunuh diri disekolah selama Oktober 2025 ini. Berdasarkan hasil penyelidikan sementara oleh kepolisian, tidak ada dugaan tindakan bullying dalam kedua kasus ini.

Siswa korban Bagindo ditemukan tergantung diruang kelas, selasa (28/10/2025)siang, sedangkan Arif ditemukan tergantung diruang OSIS, senin(6/10/2025)malam.(sekitarkaltim.id)(Jum’at,31-10-2025) Wakil menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono (30/10/2025), mengungkapkan data mengkhawatirkan dari program pemeriksaan kesehatan jiwa gratis yang menunjukkan lebih dari dua juta anak Indonesia mengalami berbagai bentuk gangguan mental. Data ini diperoleh dari sekitar 20 juta jiwa yang sudah diperiksa.(Republik.co.id)(kamis,30-10-2025) Angka bunuh diri yang meningkat dikalangan pelajar perlu dicermati. Tidak semua bunuh diri ini disebabkan bullying. Fakta ini lebih menggambarkan bahwa kepribadian yang rapuh pada remaja merupakan faktor yang mendorong mereka melakukan bunuh diri.

Kerapuhan kepribadian anak mencerminkan lemahnya dasar akidah anak. Hal ini adalah implikasi dari pendidikan sekuler yang hanya sekedar mengejar prestasi fisik dan mengabaikan pengajaran agama. Agama hanya diajarkan secara teori tapi tidak meninggalkan pengaruh yang menjasad pada anak. Paradigma batas usia anak juga berpengaruh. Pendidikan Barat menganggap anak baru dewasa ketika berusia 18 tahun. Sehingga sering kali anak sudah balig namun masih diperlakukan sebagai anak dan tidak dididik untuk menyempurnakan akalnya. Bunuh diri adalah puncak dari gangguan kesehatan mental. Gangguan mental adalah buah berbagai persoalan yang terjadi, mulai dari kesulitan ekonomi, konflik orang tua termasuk perceraian, hingga tuntutan gaya hidup, dan sebagainya. Hal ini akibat penerapan sistem kapitalisme.

Berbagai faktor tersebut termasuk faktor non klinis yang mempengaruhi gangguan mental. Selain itu paparan media sosial terkait bunuh diri dan komunitas sharing bunuh diri yang semakin banyak mendorong remaja dan anak-anak makin rentan bunuh diri. Islam menjadikan dasar pendidikan dalam keluarga, sekolah dan seluruh jenjang pendidikan adalah akidah sehingga anak memiliki kekuatan untuk bertahan dalam menghadapi setiap kesulitan. Tujuan sistem pendidikan Islam adalah mmbentuk pola pikir dan pola sikap Islam, sehingga pada diri siswa terbentuk kepribadian Islam.

Dalam Islam ketika balig anak juga diarahkan untuk aqil sehingga pendidikan anak sebelum balig adalah pendidikan yang mendewasakan dan mematangkan kepribadian Islamnya. Penerapan islam mencegah terjadinya gangguan mental, sekaligus menyolusi persalan ini secara tuntas, karena Islam mewujudkan kebaikan pada aspek non klinis, seperti jaminan kebutuhan pokok, keluarga harmonis, juga arah hidup yang benar sesuai tujuan penciptaan. Kurikulum Khilafah memadukan penguatan kepribadian Islam(karakter) dengan penguasaan kompetensi ilmu.

Sehingga murid mampu menyikapi berbagai persoalan kehidupan dengan cara syar’i dan bisa berkontribusi terbaiknya bagi umat. Fenomena bunuh diri lahir dari kehidupan sekuler yang tidak menjadikan agama sebagai pedoman hidup. Kehidupan sekuler yang melahirkan individu matrealistis dan liberalistis memicu stres yang berujung pada usaha mengakhiri nyawa sendiri. Oleh karenanya, untuk menghentikan fonomena ini, tidak ada lagi cara selain mengembalikan kehidupan Islam ditengah umat manusia. Melalui negara, Islam akan menjaga umat dari berbuat kerusakan dengan sejumlah mekanisme dalam melindungi nyawa rakyatnya.Wallahu A’lam

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image