Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Evorisa Islami Hartono

Tertawa Berujung Bencana: Anomali Merusak Generasi Penerus Bangsa

Teknologi | 2025-11-07 12:48:32

“Tung Tung Tung Sahur, Ballerina Cappucina, Tralalero Tralala, Bombardiro Crocodillo, dan Cappucino Assasino.” Kelima istilah eksentrik tersebut bukanlah sekadar deretan nama unik. Istilah-istilah tersebut adalah nama dari karakter hasil rekaan Artificial Intelligence (AI) yang biasa disebut khalayak umum sebagai “anomali”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, anomali sendiri diartikan sebagai ketidaknormalan, penyimpangan dari yang biasa, atau kelainan. Konotasi negatif dibalik nama karakter-karakter tersebut ternyata merepresentasikan dampak buruk yang dibawanya terhadap generasi penerus bangsa. Menurut penuturan Dr. Melly Latifah, dosen IPB University dari Divisi Perkembangan Anak, Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, konten absurd seperti anomali dapat memicu terjadinya brain rot pada anak. Ditinjau dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (2025), brain rot sendiri merupakan metafora yang digunakan untuk menggambarkan kemunduran kognitif yang mungkin terjadi akibat pola hidup modern yang sangat terhubung dengan teknologi.

Di dalam berbagai penelitian, perkembangan kemampuan kognitif anak terbukti mempengaruhi karakter yang nantinya terbentuk. Maka dapat ditarik kesimpulan jika kemunduran kognitif juga berarti kemunduran karakter pada anak. Teknologi yang seharusnya menjadi lambang kemajuan zaman di era digital ini justru menyebabkan kemunduran karakter terhadap generasi penerus bangsa. Fenomena tersebut memunculkan pertanyaan dalam benak saya sebagai mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga. Apakah setiap kemajuan harus dibayar dengan kemunduran?

Apakah sepadan mengorbankan karakter generasi penerus bangsa demi kemajuan teknologi di era digital ini? Di era digital saat ini, teknologi yang kerap dianggap sebagai simbol kemajuan zaman sejatinya ibarat pisau bermata dua. Di balik berbagai dampak positif yang ditawarkannya, kemajuan teknologi turut menghadirkan sejumlah risiko yang tidak dapat diabaikan. Meski demikian, tak dapat disangkal bahwa teknologi telah menghadirkan berbagai kemudahan bagi masyarakat, salah satunya dalam hal akses terhadap ilmu pengetahuan. Kemudahan yang ditawarkan oleh teknologi membuat ilmu pengetahuan yang dulunya hanya bisa dipelajari melalui buku, dapat diakses melalui gawai tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Transformasi ini menjadikan teknologi sebagai sarana strategis dalam memperluas cakrawala berpikir dan memperkuat fondasi intelektual masyarakat.

Namun di balik kemudahan yang ditawarkan, muncul tantangan baru dari kemajuan teknologi ini, yaitu degradasi nilai moral dan etika akibat konsumsi digital yang tidak terkontrol. Ironisnya, mayoritas korban dari kemajuan teknologi ini adalah anak-anak yang semestinya menjadi generasi penerus bangsa. Anak-anak yang seharusnya tumbuh dalam lingkungan yang mendidik justru terpapar konten digital yang destruktif. Akibatnya, sopan santun dasar yang seharusnya sudah biasa diterapkan sedari kecil, saat ini menjadi suatu hal luar biasa jika ditemukan pada anak-anak. Dari hal tersebut, kita dapat menyaksikan turunnya nilai moral pada anak akibat tidak adanya pendampingan yang cukup dari keluarga ketika mengonsumsi konten digital.

Maka, sejatinya teknologi hanya berbahaya jika digunakan tanpa pemahaman yang bijak. Sehingga tantangan terbesar di era digital bukanlah keberadaan teknologi itu sendiri, melainkan bagaimana kita mengembangkan literasi digital yang kuat dan karakter yang tangguh. Teknologi bukanlah musuh, melainkan alat yang harus dipandu dengan literasi dan nilai. Dalam ranah Kesehatan Masyarakat, permasalahan tersebut dapat ditanggulangi melalui pendekatan interdisipliner yang menggabungkan antara pendidikan karakter dengan teknologi digital untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Peluang ini dapat dimaksimalkan melalui tiga langkah utama. Pertama, pengembangan riset-riset yang berfokus pada pengaruh konten digital terhadap pembentukan karakter generasi muda. Riset ini akan dijadikan dasar untuk merancang modul pembinaan karakter yang sesuai dengan tantangan di era digital ini. Kedua, inisiasi program digital parenting yang melibatkan sekolah dan orang tua dalam literasi media, sehingga pendampingan terhadap anak tidak akan tertinggal oleh laju teknologi. Ketiga, pembentukan komunitas edukatif yang menyasar anak-anak di daerah dengan akses teknologi tinggi namun pendampingan rendah. Gerakan ini akan mengedukasi mereka tentang bahaya konten destruktif sekaligus menanamkan karakter positif melalui media kreatif seperti komik digital, video pendek, dan permainan interaktif. Melalui pendekatan ini, nilai-nilai positif dapat ditanamkan secara menyenangkan dan berkesan.

Ke depannya, langkah ini dapat dilanjutkan melalui pembentukan wadah pembinaan karakter berbasis teknologi yang inklusif dan bisa diakses oleh seluruh lapisan masyarakat, tanpa memandang status sosial maupun lokasi geografis. Kontribusi dalam forum nasional maupun internasional yang membahas isu karakter dan teknologi dapat dilakukan sebagai bentuk usaha agar dapat belajar dari praktik terbaik yang telah berhasil diterapkan di negara lain dan menyesuaikannya dengan kondisi di Indonesia pada saat ini.

Foto konten anomali tung tung tung sahur (Foto: Detik.com) 
Foto konten anomali tung tung tung sahur (Foto: Detik.com)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image