Seremonial Kesehatan tidak Mampu Menekan Angka Diabetes di Indonesia
Info Sehat | 2025-11-06 00:00:26
Memasuki bulan November, Kita merayakan dua momen penting dalam dunia kesehatan, yaitu Hari Kesehatan Nasional (HKN) pada 12 November dan World Diabetes Day (WDD) pada 14 November. Kedua momen ini selalu dipenuhi dengan kampanye besar. Banyak seminar, penyuluhan, senam massal, poster, hingga parade edukasi yang menghiasi ruang publik dan media sosial. Namun, pertanyaan utamanya sederhana: apakah rangkaian perayaan tersebut memberi dampak nyata pada penurunan kasus diabetes di Indonesia?
Menurut International Diabetes Federation (IDF), Indonesia berada di wilayah Western Pacific Region, kawasan dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia. Pada 2024, Indonesia memiliki sekitar 20,4 juta kasus diabetes pada orang dewasa dengan prevalensi 11,3 persen. Angka ini terus naik dari tahun ke tahun. Jadi bukan cuma “tinggi”, tapi benar-benar merangkak naik tanpa tanda melambat. Fakta ini memaksa kita jujur: kalau kampanye kesehatan cuma sebatas seremoni dan unggahan media sosial, laju diabetes tidak akan pernah berhenti.
Tema peringatan HKN 2025 yang dirilis Kementerian Kesehatan adalah “Generasi Sehat, Masa Depan Hebat.” Pesannya adalah masa depan sebuah bangsa ditentukan oleh kualitas kesehatan generasinya. Namun untuk mewujudkan tema tersebut, penanganan diabetes tidak boleh hanya menyasar usia dewasa. Masalah ini sudah mulai menjangkiti anak dan remaja akibat pola makan tinggi gula, konsumsi minuman manis, dan kurang aktivitas fisik. Bila generasi muda sudah berisiko di bangku sekolah, maka kita sedang menyiapkan bom waktu kesehatan di masa depan.
Karena itu, pencegahan diabetes harus dimulai sejak sekolah. Sayangnya, pendekatan yang sering dilakukan hanya sebatas edukasi biasa. Padahal pengetahuan tanpa dukungan lingkungan tidak akan menghasilkan perubahan perilaku. Banyak sekolah yang kantinnya masih dipenuhi minuman manis, makanan cepat saji, dan cemilan tinggi gula. Anak-anak mungkin tahu mana yang sehat, tetapi ketika pilihan sehat tidak tersedia, teori tidak ada gunanya.
Pelaku usaha makanan di sekitar sekolah pun harus dilibatkan. Minimal, kantin sekolah harus diawasi agar menyediakan pilihan makanan lebih seimbang. Pemerintah dapat mengeluarkan panduan khusus tentang kadar gula dalam makanan dan minuman sekolah, sementara guru dan pihak sekolah memantau pelaksanaannya. Langkah-langkah sederhana seperti menyediakan air minum gratis, membatasi minuman kemasan manis, atau mengganti jajanan tinggi gula dengan buah dan makanan rumahan jauh lebih efektif daripada seminar berulang tanpa perubahan nyata.
Namun, melawan diabetes bukanlah tugas satu sektor. Pemerintah, sekolah, tenaga kesehatan, pelaku usaha pangan, dan keluarga harus bekerja bersama. Pemerintah memperkuat regulasi, sekolah mengawasi kantin, pelaku usaha menyesuaikan produk, dan keluarga menjaga pola makan di rumah. Tanpa kerja sama lintas sektor, semua program hanya akan menjadi dokumen rapih tanpa implementasi.
Momentum WDD dan HKN seharusnya menjadi titik evaluasi, bukan perayaan formal. Jika kita serius dengan tema “Generasi Sehat, Masa Depan Hebat,” maka tindakan nyata harus terlihat di ruang kelas, di kantin sekolah, dan di lingkungan sekitar anak. Peringatan kesehatan tidak boleh berhenti pada panggung dan poster. Masyarakat membutuhkan kebijakan yang berjalan, bukan hanya slogan yang diulangi setiap tahun.
Indonesia tidak kekurangan program, tetapi kekurangan eksekusi. Itulah sebabnya angka diabetes terus meningkat meski kampanye kesehatan semakin sering dilakukan. Jika pendekatan preventif benar-benar dijalankan sejak sekolah, maka kita tidak hanya menjaga anak hari ini, tetapi juga melindungi masa depan bangsa.
Seharusnya HKN dan WDD menjadi alarm keras, bukan rutinitas tahunan. Tanpa perubahan nyata, tahun depan kita akan kembali mengulang seremoni yang sama, dengan jumlah penderita yang semakin besar.
Daftar Pustaka:
International Diabetes Federation. IDF Diabetes Atlas 2024. Data “Diabetes in Indonesia (2024).”
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
