Kecerdasan Buatan di Rumah: Antara Efisiensi dan Erosi Nilai Kebersamaan
Teknologi | 2025-11-05 18:49:55Kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) kini tidak hanya hadir di ruang kerja atau industri, tetapi telah menyelinap masuk ke ranah paling pribadi: rumah tangga. Dari asisten virtual seperti Alexa dan Google Home hingga aplikasi pengatur jadwal harian, AI kini menjadi bagian dari aktivitas domestik.
Menurut laporan Statista (2024), penggunaan perangkat rumah pintar di Asia Tenggara meningkat lebih dari 25 persen dalam dua tahun terakhir. Indonesia menjadi salah satu pasar terbesar di kawasan tersebut, menandakan bahwa masyarakat mulai menerima AI sebagai bagian dari rutinitas sehari-hari. Kehadiran teknologi ini membawa janji efisiensi, namun juga memunculkan pertanyaan penting: apakah AI benar-benar membantu manusia, atau justru perlahan mengikis peran mereka?
Teknologi yang Menyelinap ke Ruang Keluarga
Fenomena rumah pintar (smart home) semakin marak. Kini, lampu, pendingin ruangan, dan alat dapur dapat dikendalikan hanya dengan perintah suara. Aplikasi berbasis AI pun kian populer — dari pengatur belanja, jadwal anak sekolah, hingga asisten digital untuk pekerjaan rumah tangga.
Bagi keluarga modern, kemudahan ini jelas menarik. Orang tua yang bekerja dapat memantau kondisi rumah dari jarak jauh, sementara lansia atau penyandang disabilitas bisa lebih mandiri. Di titik ini, AI terasa seperti solusi praktis yang membantu manusia menjalani kehidupan dengan lebih efisien.
Efisiensi yang Mengubah Kebersamaan
Namun di balik kemudahan itu, ada konsekuensi sosial yang perlu dicermati. Semakin banyak pekerjaan rumah diserahkan pada teknologi, semakin sedikit ruang interaksi yang terjadi antaranggota keluarga.
Pekerjaan domestik yang dulu menjadi ajang kebersamaan — seperti menyiapkan makan malam atau membersihkan rumah — perlahan hilang karena otomatisasi. Anak-anak mungkin tidak lagi diminta membantu orang tua, sebab semua sudah bisa dilakukan oleh mesin. Akibatnya, kesempatan menumbuhkan empati dan rasa tanggung jawab pun berkurang.
AI memang membawa efisiensi, tetapi juga berpotensi menggerus nilai-nilai kebersamaan yang terbentuk melalui aktivitas sederhana di rumah.
Privasi dan Ketergantungan Digital
Isu lain yang muncul adalah privasi dan ketergantungan. AI bekerja dengan mengumpulkan data perilaku pengguna: mulai dari kebiasaan tidur, pola konsumsi, hingga rekaman suara. Semua data itu tersimpan di server perusahaan penyedia layanan, yang tentu tidak bebas dari risiko kebocoran atau penyalahgunaan.
Selain itu, ketergantungan terhadap sistem otomatis membuat manusia kehilangan sebagian kemampuannya dalam mengatur rutinitas. Tanpa pengingat dari ponsel atau alarm pintar, banyak orang merasa kehilangan arah. Perlahan, AI bukan lagi alat bantu, melainkan “pengatur” yang tak terlihat namun mengendalikan keseharian manusia.
Perubahan Nilai dalam Rumah Tangga
Teknologi tidak hanya mengubah cara manusia bekerja, tetapi juga cara manusia memaknai pekerjaan itu sendiri. Dalam konteks rumah tangga, pekerjaan domestik sering kali menjadi sarana menanamkan nilai tanggung jawab dan kebersamaan.
Pertanyaannya, bagaimana nilai-nilai itu bisa tetap hidup jika sebagian besar aktivitas rumah kini diambil alih oleh mesin? Apakah anak-anak masih memahami arti berbagi peran dan saling membantu, jika semua urusan domestik dapat diselesaikan lewat satu sentuhan di ponsel?
Seperti dikatakan banyak pakar teknologi, kemajuan AI bukan hanya soal kecerdasan mesin, tetapi juga tentang bagaimana manusia mendefinisikan ulang makna kerja dan keintiman. Tanpa kesadaran etis, manusia bisa kehilangan makna di balik aktivitas yang dulu sederhana namun sarat nilai.
AI Sebagai Mitra, Bukan Pengganti
AI seharusnya tidak diposisikan sebagai pengganti manusia, melainkan mitra yang membantu meningkatkan kualitas hidup. Teknologi perlu digunakan secara bijak, dengan tetap memberi ruang bagi interaksi manusiawi di dalam keluarga.
Menentukan batasan penggunaan gawai, melibatkan anggota keluarga dalam kegiatan rumah, atau sekadar berbincang tanpa distraksi digital adalah langkah kecil yang bisa menjaga keseimbangan itu. AI akan menjadi anugerah jika manusia tetap menjadi pengarah, bukan pengguna pasif yang dikuasai sistemnya.
Penutup
Kehadiran AI di rumah tangga adalah keniscayaan dari perubahan zaman. Teknologi memang mampu membuat hidup lebih mudah, tetapi tidak seharusnya membuat manusia kehilangan kendali atas ruang pribadi dan nilai-nilai kemanusiaan.
AI memang tidak bisa menggantikan kasih sayang, tetapi dapat membantu menciptakan lebih banyak waktu untuk itu — jika digunakan secara bijak. Di sinilah peran manusia tetap tak tergantikan: bukan sebagai pesaing mesin, melainkan sebagai pengarah dan penjaga nilai-nilai kemanusiaan di tengah dunia yang semakin cerdas.
Oleh : Malika Karyawan swasta di sektor retail dan pemerhati perkembangan kecerdasan buatan dalam kehidupan sehari-hari.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
