Menjadi Ahli Gizi di Era Hoaks: Antara Ilmu, Empati, dan Realita Lapangan
Edukasi | 2025-11-02 18:44:58
Oleh: Zharra Kumala, Mahasiswa Universitas Airlangga
Di era digital yang serba cepat ini, arus informasi mengalir tanpa batas. Sayangnya, tidak semua informasi yang beredar dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Hoaks tidak hanya menyerang bidang politik atau sosial, tetapi juga merambah dunia kesehatan termasuk gizi.
Masyarakat sering kali dengan mudah mempercayai kabar yang viral tanpa mencari tahu sumber ilmiahnya terlebih dahulu.
Misalnya, anggapan bahwa megadosis vitamin C dapat mencegah segala penyakit, isu bahwa produk makanan MBG mengandung minyak babi, bahkan kabar ekstrem bahwa seorang koki masuk ke mesin penggiling daging untuk dijadikan lauk MBG.Bukankah itu terdengar aneh? Namun, kenyataannya, tidak sedikit masyarakat yang mempercayai hal tersebut.
“Sekarang banyak influencer yang asal berbicara soal diet tanpa dasar ilmiah,” ujar seorang ahli gizi klinis.Fenomena ini menunjukkan betapa pentingnya peran ahli gizi dalam menjaga literasi gizi masyarakat agar tidak terjebak informasi yang menyesatkan.
Profesi ahli gizi memiliki cakupan yang luas dan beragam. Menurut Jusindo, ahli gizi berperan penting dalam tatalaksana gizi klinik, manajemen pelayanan gizi masyarakat, penanganan gizi di rumah sakit, hingga pengelolaan makanan di institusi.
Di bidang klinis, ahli gizi membantu merancang terapi nutrisi yang disesuaikan dengan kondisi medis pasien, seperti diabetes melitus, gagal ginjal, atau kanker.
Sementara itu, di bidang masyarakat, ahli gizi terlibat dalam penyusunan kebijakan pangan dan program intervensi gizi yang bertujuan meningkatkan status gizi masyarakat luas. Mereka turun langsung ke lapangan untuk melakukan survei, edukasi, serta kampanye gizi seimbang.
Tidak hanya itu, bidang olahraga juga membutuhkan kehadiran ahli gizi. Mereka berperan penting dalam mendukung performansi atlet melalui pengaturan pola makan yang tepat sebelum, selama, dan setelah pertandingan.
Adapun di bidang industri, ahli gizi turut berperan dalam menjamin mutu dan keamanan pangan, misalnya sebagai staf Quality Control (QC) atau bagian pengembang produk makanan bergizi yang sesuai standar kesehatan.
Dengan demikian, setiap peminatan memiliki tanggung jawab dan kontribusi tersendiri dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia.
Tantangan di Lapangan Perjalanan seorang ahli gizi tidak selalu mudah. Dalam praktiknya, mereka sering menghadapi berbagai tantangan, mulai dari keterbatasan sumber daya hingga pemahaman masyarakat yang masih rendah tentang gizi.
Salah satu hambatan terbesar adalah banyaknya hoaks atau mitos yang dipercaya pasien. Tidak jarang, pasien datang dengan membawa “ilmu” dari media sosial yang belum tentu benar. Ada pula yang bersikap keras kepala karena merasa lebih tahu tentang kebutuhan tubuhnya sendiri.
Dalam situasi seperti ini, ahli gizi dituntut untuk berpikir kreatif dan menggunakan pendekatan komunikatif. Mereka tidak hanya memberikan arahan, tetapi juga harus membangun kepercayaan agar pasien mau menerima edukasi dengan terbuka.
Selain itu, teori yang diperoleh di bangku kuliah sering kali berbeda dengan kenyataan di lapangan. Dalam praktik, ahli gizi harus menyesuaikan diri dengan kondisi pasien dan lingkungan sekitar.Misalnya, ada pasien yang tidak mampu membeli bahan makanan tertentu yang direkomendasikan.
Dalam kasus seperti ini, ahli gizi perlu mencari alternatif yang tetap sesuai dengan pedoman gizi seimbang, tanpa mengorbankan kebutuhan nutrisi pasien.
Pendekatan yang fleksibel, empati, dan komunikasi yang baik menjadi kunci agar edukasi gizi dapat berjalan efektif.Kolaborasi Antarprofesi: Kunci Keberhasilan Tatalaksana GiziDalam dunia kesehatan, tidak ada profesi yang dapat bekerja secara mandiri. Setiap tenaga kesehatan memiliki peran yang saling melengkapi, termasuk ahli gizi. Kolaborasi antarprofesi menjadi hal penting untuk memastikan pasien mendapatkan pelayanan yang optimal.
Sebagai contoh, pada kasus pasien kanker, dokter memberikan terapi medis utama, sementara ahli gizi berperan dalam mengatur pola makan yang mendukung penyembuhan.
Beberapa pasien kanker justru diharuskan menambah berat badan untuk mempertahankan daya tahan tubuh, tetapi mereka sering kali tetap ingin memiliki tubuh ideal. Di sinilah ahli gizi berperan untuk menyeimbangkan antara kebutuhan medis dan keinginan pasien.
Melalui komunikasi yang baik dengan dokter, perawat, dan psikolog, ahli gizi dapat membantu menyusun rencana makan yang aman, realistis, dan manusiawi. Di sisi lain, mereka juga memiliki tugas penting dalam memberikan edukasi gizi berbasis bukti kepada pasien dan keluarga.
Pendekatan personal menjadi faktor utama keberhasilan terapi. Ketika pasien merasa dipahami dan dihargai, mereka akan lebih mudah menerima perubahan pola makan yang disarankan.
Refleksi sebagai Calon Ahli Gizi , saya belajar bahwa profesi ini bukan sekadar tentang angka kebutuhan energi atau daftar bahan makanan, tetapi tentang manusia dan empati.
Seorang ahli gizi pernah berpesan, “Temukan passion-mu sendiri, jangan terjebak tren, dan tetap semangat belajar.”
Nasihat itu menjadi pengingat bahwa menjadi ahli gizi bukan hanya soal ilmu, tetapi juga tentang hati yang mau mendengar, memahami, dan menolong.Edukasi berbasis bukti harus tetap menjadi pijakan utama dalam praktik gizi.
Namun, cara penyampaiannya perlu disesuaikan dengan karakter masyarakat yang beragam. Pendekatan yang humanis dan komunikatif, bukan menggurui, akan membuat pesan gizi lebih mudah diterima.
Di tengah derasnya arus informasi, masyarakat perlu dibekali kemampuan untuk berpikir kritis terhadap isu-isu gizi yang beredar. Tidak semua informasi yang viral dapat dijadikan pedoman kesehatan.
Di sinilah peran ahli gizi menjadi sangat penting, bukan hanya sebagai perancang menu diet, tetapi juga sebagai penjaga kebenaran di tengah banjir hoaks yang menyesatkan. Ahli gizi hadir untuk menyeimbangkan antara ilmu dan empati, teori dan praktik, serta antara sains dan kemanusiaan.
Dengan kolaborasi, edukasi, dan dedikasi yang tulus, para ahli gizi berkontribusi menjaga kesehatan bangsa melalui satu hal sederhana yaitu dengan makanan bergizi yang tepat.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
