Menumbuhkan Cinta Tanah Air Melalui Literasi: Dari Panti Asuhan untuk Indonesia
Eduaksi | 2025-11-02 18:25:39
SURABAYA —Di tengah derasnya arus globalisasi dan kemajuan teknologi, nilai cinta tanah air kini menghadapi tantangan baru. Nasionalisme yang dahulu tumbuh dari perjuangan fisik, kini diuji oleh perubahan zaman yang menggerus rasa kebersamaan dan kepedulian sosial. Survei Populix tahun 2023 menunjukkan bahwa sekitar 65% masyarakat Indonesia menilai semangat nasionalisme di kalangan generasi muda mulai menurun. Fenomena ini menjadi alarm bahwa semangat kebangsaan perlu terus dirawat dengan cara yang lebih relevan dan bermakna.
Berangkat dari keresahan tersebut, sekelompok mahasiswa Universitas Airlangga Surabaya melaksanakan Field Study bertema cinta tanah air dengan judul “Menumbuhkan Semangat Cinta Tanah Air melalui Literasi dan Kreativitas” di Panti Asuhan Muhammadiyah Semampir, Surabaya. Panti asuhan dipilih bukan tanpa alasan. Mahasiswa menilai bahwa lembaga sosial seperti panti sering kali memiliki keterbatasan dalam akses terhadap literasi dan ruang ekspresi kreatif. Padahal, di dalamnya hidup anak-anak dengan semangat belajar tinggi dan rasa ingin tahu besar yang menjadi modal utama dalam membentuk generasi yang cerdas dan berkarakter.
Kegiatan ini menjadi bentuk pengabdian nyata yang menggabungkan nilai akademik, sosial, dan nasionalisme. Melalui literasi, mahasiswa berupaya menanamkan kembali nilai cinta tanah air secara lembut, melalui kegiatan yang menyenangkan, interaktif, dan edukatif. Bagi mahasiswa, panti bukan hanya tempat berbagi, melainkan juga ruang belajar sosial yang mempertemukan teori dengan realitas.
Selama satu hari pelaksanaan, kegiatan diawali dengan sesi storytelling bertema pahlawan nasional. Tokoh-tokoh seperti Ki Hajar Dewantara, Tan Malaka, B.J. Habibie, hingga R.A. Kartini diperkenalkan bukan sekadar sebagai bagian dari sejarah, tetapi sebagai teladan hidup yang membangkitkan semangat belajar dan rasa bangga terhadap bangsa. Cerita-cerita tersebut dikemas dengan bahasa sederhana agar mudah dipahami oleh anak-anak usia 7–16 tahun di panti. Dari sanalah tampak bagaimana kisah perjuangan mampu menyalakan kembali api kecil nasionalisme dalam diri anak-anak.
Usai mendengarkan cerita, anak-anak diajak menulis karya mereka sendiri, tentang pahlawan yang dikagumi, cita-cita di masa depan, dan harapan mereka untuk Indonesia. Tulisan-tulisan sederhana itu kemudian dikembangkan menjadi naskah antologi berjudul "Dari Pena untuk Bangsa” yang akan diterbitkan oleh Penerbit Samudera Printing, PT Cahaya Bumu Mentari. Setiap kalimat yang mereka tulis merepresentasikan pandangan jujur dan polos tentang cinta tanah air. Melalui tulisan, mereka belajar mengekspresikan pikiran dan perasaan, sekaligus memahami bahwa mencintai Indonesia bisa dilakukan dengan hal-hal sederhana, yakni belajar, menulis, dan bermimpi besar.
Selain kegiatan menulis, mahasiswa juga mengadakan donasi buku dan membantu panti asuhan dalam mengembangkan pojok baca yang sederhana. Sampai hari pelaksanaan kegiatan, mahasiswa berhasil mendonasikan kurang lebih lima puluh buku, di antaranya berupa buku cerita anak, kumpulan cerita rakyat, dongeng, kisah pahlawan nasional, hingga novel inspiratif. Anak-anak terlibat langsung dalam menata rak, menghias dinding, dan menyusun koleksi buku. Aktivitas ini melatih mereka untuk menghargai buku dan menjadikannya teman sehari-hari. Dalam proses tersebut, mahasiswa UNAIR juga melakukan observasi terhadap minat baca, interaksi anak-anak dengan bahan bacaan, dan pola dukungan sosial di lingkungan panti. Dari hasil pengamatan, terlihat bahwa antusiasme anak-anak akan meningkat ketika literasi dikemas dalam bentuk kegiatan yang interaktif dan menyenangkan.
Dari kegiatan Field Study ini, para mahasiswa menyadari satu hal penting: nasionalisme tidak tumbuh dari seremonial, melainkan dari pengalaman konkret yang menyentuh hati. Literasi, dalam konteks ini, bukan hanya soal membaca dan menulis, tetapi juga tentang bagaimana seseorang memahami dirinya sebagai bagian dari bangsa. Melalui cerita, tulisan, dan dialog sederhana, semangat cinta tanah air dapat tumbuh secara alami,
Lebih jauh, kegiatan ini juga menjadi refleksi bagi mahasiswa Universitas Airlangga sebagai calon intelektual muda. Mereka belajar bahwa pendidikan sejati tidak hanya didapat di ruang kuliah, melainkan juga di tengah masyarakat. Panti asuhan menjadi laboratorium sosial tempat mereka belajar empati, komunikasi, dan implementasi nilai kebangsaan dalam tindakan nyata. Kegiatan ini menegaskan bahwa mahasiswa bukan hanya agen perubahan dalam teori, tetapi juga pelaku yang mampu membawa dampak sosial nyata.
Kegiatan ini juga memperlihatkan bahwa cinta tanah air dapat ditumbuhkan melalui hal-hal yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Bercerita tentang pahlawan adalah cara untuk menyalakan kembali kesadaran sejarah. Menulis tentang cita-cita dan harapan adalah bentuk kecil dari merancang masa depan bangsa. Membaca dan menjaga buku adalah wujud nyata kecintaan terhadap ilmu dan warisan pengetahuan. Semua hal tersebut merupakan manifestasi sederhana dari nasionalisme yang hidup.
Ke depan, semangat seperti ini perlu diteruskan. Kegiatan literasi berbasis nilai kebangsaan dapat diperluas ke sekolah-sekolah, desa, maupun komunitas sosial lainnya. Literasi bisa menjadi jembatan untuk menghubungkan generasi muda dengan sejarah bangsanya, sekaligus menjadi alat untuk membangun karakter yang tangguh dan berwawasan kebangsaan. Karena di balik setiap buku yang dibaca, setiap cerita yang ditulis, dan setiap mimpi yang diceritakan, tersimpan harapan akan Indonesia yang lebih baik.
Sebagaimana pesan Ki Hajar Dewantara, “Setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah.” Mahasiswa Universitas Airlangga berupaya menerjemahkan pesan itu dalam bentuk aksi nyata: menjadikan panti asuhan sebagai ruang belajar bersama, di mana nilai-nilai cinta tanah air tumbuh melalui literasi, kreativitas, dan kasih sayang. Dari ruang sederhana itulah, semangat kebangsaan kembali hidup—bukan hanya dalam kata, tetapi dalam tindakan.
bahkan di ruang-ruang kecil seperti panti asuhan.
Surabaya, 2 November 2025
Ditulis oleh: Jovita Athallah (mahasiswa Universitas Airlangga)
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
