Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image putri halimah nurasih

Perspektif Psikologis Tentang Perilaku Menyakiti Diri Sebagai Bentuk Emosional

Eduaksi | 2025-10-31 17:59:15

Dibalik tawa yang ditampilkan seseorang, sering kali menjadi penutup untuk luka dari dalam tubuh mereka. Banyak orang menganggap mereka memang orang yang mudah tertawa, tapi nyatanya mereka hanyalah orang yang menutupi luka lewat tawa itu. Dari hal tersebut, tindakan self-harm sering kali menjadi manifestasi dari luka batin ataupun emosional yang tidak dapat diungkapkan. Hal itu menjadi cara mereka untuk mengespresikan atau mengelola penderitaan psikologis yang mendalam.

Dalam belakangan ini banyak remaja yang melakukan self-harm. “Self-harm” sendiri merupakan tindakan menyakiti diri sendiri untuk menghilangkan rasa frustasi, stress, dan berbagai macam emosi. Menurut Healthline 80% orang melakukan cutting sebagai tindakan self-harm. Berdasarkan studi di tahun 2021, banyak dilakukan oleh para remaja hingga dewasa berusia 12-19 tahun . Tindakan self-harm atau self-injury di masa remaja sudah saatnya dipertimbangkan untuk diperhatikan secara serius bukan hanya bagi tenaga kesehatan, melainkan juga bagi remaja itu sendiri dan lingkungannya.

Remaja menjadi generasi penerus bangsa, sehingga perhatian khusus harus diberikan kepada mereka.. Ketidakmampuan remaja dalam mengatasi masalahnya berkaitan dan dapat dikaji dengan menggunakan theory of personality yang dikemukakan oleh Sigmund Freud. Salah satu dari ketiga konstruksi utama yang membentuk kepribadian individu, yaitu ego, menghasilkan pemikiran logis yang biasanya digunakan dalam penerapan keterampilan pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari (Freud, 1923/1974)(Apsari, 2022).

Beberapa faktor (Anon, n.d.) pemicu terjadinya self-harm di antaranya:

1. Trauma Masa Kecil

Trauma ini dapat menghambat perkembangan psikologis berdampak pada perkembangan psikologis mereka, membuat mereka kesulitan mengelola emosi sehingga menggunakan self-harm sebagai pelampiasan (Safaria & Psi, 2021).

2. Tekanan Akademik

Dalam upaya memenuhi eskpektasi orang tua atau lingkungan sekitar, ini menjadi tekanan terhadap diri sendiri yang menyebabkan stress, putus asa, serta kehilangan kendali atas diri sendiri.

3. Kecemasan dan Depresi

Kecemasan dan depresi sering dikaitkan dengan perilaku self-harm. Pratiwi (2021) menjelaskan bahwa remaja sering mengalami tekanan dari harapan sosial dan akademis yang tinggi. Hal ini dapat membuat mereka stres berlebihan atau bahkan tidak mampu memenuhi ekspektasi tersebut. Akibatnya, beberapa remaja yang mengalami kecemasan atau depresi memilih self-harm sebagai cara untuk meredakan atau mengatasi perasaan mereka yang menyakitkan.

4. Cyberbullying

Cyberbullying dapat memicu self-harm karena dirinya merasa kehilangan jati dirinya dan kehilangan kepercayaan diri. Bagi sebagian remaja, self-harm menjadi cara melampiaskan emosi dan memberi rasa lega setelahnya, menjadikannya sebagai bentuk pelarian dari tekanan akibat cyberbullying (Aulia, 2024).

5. Kesepian

Menurut (Ronka et al., 2013), kesepian dapat menjadi salah satu faktor penyebab seorang remaja melakukan perilaku menyakiti diri sendiri. Hal ini terjadi bukan hanya dikarenakan individu remaja dikucilkan atau tidak memiliki teman, namun individu merasa telah gagal untuk memiliki hubungan sosial dengan orang-orang di sekitarnya (Larson, 1990; dalam Lasgaard, et al., 2011) dan hubungan sosial yang bervariasi dan berubah-ubah menyulitkan individu remaja untuk beradaptasi (Ronka, 2011).(Apsari, 2022) . Selain kesepian, terdapat faktor lainnya yang mempengaruhi perilaku self harm dapat terjadi yaitu kesulitan untuk mengekspresikan emosi dan perasaan, beragam fakta yang dialami tidak sesuai dengan kenyataan, serta merasa dirinya tidak berharga dan kurangnya dukungan sosial (Utami et al., 2023).

Berikut indikator yang menunjukkan seseorang memiliki kecendrungan untuk menyakiti diri sendiri (Syafitri & Idris, 2022):

a) Menghabiskan banyak waktu sendiri.

b) Anti sosial.

c) Kurang percaya diri dan mencela diri atas berbagai masalah.

d) Menunjukkan perilaku agresif.

e) Bertindak secara impulsif tanpa pertimbangan.

f) Tidak sanggup menghadapi masalah.

g) Menyimpan benda tajam yang dapat digunakan untuk melukai diri.

h) Mengklaim bahwa cedera disebabkan oleh kecelakaan atau ketidaksengajaan; menunjukkan perilaku impulsif yang sulit diperkirakan.

i) Mempunyai luka di tubuh, sayatan di pergelangan tangan, luka bakar pada paha, lengan atau lainnya.

j) Menyembunyikan bekas luka dengan memakai pakaian tertutup.

(Fajaruddin, 2024)

Strategi Pencegahan Self-Harm

Dalam menghadapi faktor-faktor yang memicu self-harm, penting untuk mengembangkan strategi pencegahan yang efektif. Salah satu cara utama adalah dengan memberikan dukungan sosial yang membantu mengelola stres baik secara psikologis ataupun material. Dukungan sosial mencakup perhatian, kasih sayang, rasa nyaman, serta penerimaan dari orang-orang di sekitar, seperti teman, keluarga, tenaga medis, atau komunitas tertentu. Remaja yang mendapat dukungan cukup cenderung lebih memahami dan menerima diri mereka sendiri dibandingkan mereka yang tidak (Ratida et al., 2023). Dukungan ini bersifat personal dan membantu seseorang merasa lebih dihargai Oleh karena itu, menciptakan lingkungan yang suportif dan memberikan dukungan yang tepat sangatlah penting dalam upaya pencegahan self-harm pada remaja (Anon, n.d.).

Tatalaksana

Pada Self Harm

Kejadian self harm perlu penanganan psikoterapi yang bertujuan untuk mengurangi perasaan emosi, kecewa, cemas, putus asa, Jenisjenis psikoterapi yang dapat digunakan yaitu terapi perilaku kognitif, dialectical behavioral therapy (DBT) dan terapi keluarga. Pemilihan terapi dapat dilakukan sesuai dengan faktor pemicu self harm. Selain itu, pada pasien self harm yang berat dapat diberikan obat penenang berupa anti depresan untuk memperbaiki kondisi mood pasien, serta bila pasien sudah melakukan self harm maka perlu dijauhkan dari benda-benda yang digunakan untuk menyakiti diri seperti pisau, gunting, dan lainnya (National Institute for Health and Care Excellence, 2022). (Anugrah et al., 2023)

Kesimpulan

Self-harm merupakan metode yang paling umum untuk menyakiti diri sendiri seperti mengiris kulit, mengkonsumsi racun, mencakar, membenturkan diri ke tembok, memukul diri, menjauhkan diri dari Tuhan sebagai hukuman, dan membakar tubuh (Knipe et al., 2022; Tarigan & Apsari, 2022). Di Indonesia sendiri, dari 1.018 orang Indonesia yang mengisi survei yang dibuat YouGov Omnibus, sebanyak lebih dari sepertiga penduduk (36,9%) Indonesia pernah melukai diri sendiri. Dua dari lima orang responden pernah melukai diri sendiri dan terutama ditemukan di kalangan anak muda. Fakta ini selaras dengan pernyataan dokter spesialis kesehatan jiwa di RSUD dr. Soetomo, Dr. dr. Yunias Setiawati SpKJ., bahwa dalam seminggu rata-rata sepuluh pasien remaja (rata-rata usia 13- 15 tahun) datang dalam kondisi sudah menggores tangan, mencakar, ataupun membenturkan diri ke tembok (Ginanjar, 2019; dalam mainmain.id, 2020) (Apsari, 2022).

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image