Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Indah Kartika Sari

Waspadai Kerusakan Ekologis Akibat Kapitalisasi Air

Agama | 2025-10-31 14:59:13

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, yang akrab dipanggil KDM, saat melakukan sidak ke pabrik Aqua di Subang pada 21 Oktober lalu menimbulkan kehebohan. Pasalnya KDM menemukan fakta bahwa sumber air yang digunakan ternyata berasal dari pengeboran sumur dalam bukan berasal dari mata air pegunungan seperti yang ada di dalam iklannya. KDM menyinggung keuntungan besar yang diperoleh perusahaan Aqua karena bahan bakunya gratis, tinggal diambil lalu dikemas. Kondisi ini menjadikan air semakin dikuasai oleh swasta. Bolehkah air dijadikan sebagai barang bisnis? Bagaimana Islam memandang permasalahan ini?

Oleh Indah Kartika Sari

Air merupakan sumber daya alam (SDA) yang sangat vital bagi kehidupan. Sebagai kebutuhan dasar bagi manusia, air tidak hanya digunakan untuk konsumsi, tetapi juga untuk pertanian, industri, dan berbagai aktivitas lainnya. Namun dalam sistem kapitalisme sekuler, kita menyaksikan fenomena yang mengkhawatirkan: semakin banyak mata air di berbagai daerah dikuasai oleh perusahaan air minum. Bahkan, perusahaan-perusahaan ini tidak segan-segan mengambil air tanah dalam dengan menggunakan sumur bor demi keuntungan mereka. Praktik ini membawa dampak buruk yaitu terjadi kerusakan ekologis yang terjadi akibat pemanfaatan air tanah secara besar-besaran.

Pengambilan air tanah secara berlebihan berisiko pada penurunan muka air tanah, hilangnya mata air di sekitar, serta potensi amblesan tanah. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki pada ekosistem dan sumber daya air yang ada. Masyarakat pun mendapatkan dampak buruk akibat eksploitasi perusahaan air minum yakni kekurangan air minum sumber kehidupan mereka. Demi memaksimalkan keuntungan, praktek bisnis ala kapitalisme yang dilakukan perusahaan-perusahaan swasta sering kali mengabaikan dampak lingkungan dan sosial sekitarnya. Alhasil, banyak rakyat dan lingkungan yang dirugikan.

Demikianlah, air yang menjadi hajat hidup orang banyak telah dikapitalisasi oleh sistem kapitalisme sekuler. Lemahnya regulasi terkait batas penggunaan SDA dalam sistem kapitalisme sekuler saat ini juga menjadi faktor utama dalam permasalahan ini. Dewan Sumber Daya Air Nasional (DSDAN) dan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) belum mampu menghentikan kapitalisasi air.

Hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai komitmen pemerintah untuk melindungi sumber daya alam demi kesejahteraan rakyat Jelas sekali kapitalisasi air ini bersumber dari sistem kapitalisme sekulerisme yang menjadikan akal manusia yang serba terbatas sebagai pengendali. Akal manusia meniadakan peran Sang Pencipta Air yang meniscayakan air diatur oleh peraturan pemiliknya. Akibatnya, akal manusia yang dikendalikan oleh manusia khususnya para pemilik modal melakukan praktik-praktik eksploitasi yang merugikan masyarakat dan lingkungan. Sementara negara sebatas regulator yang mengabaikan perannya sebagai pengurus rakyat. Hubungan antara negara dan rakyat hanyalah hubungan untung rugi. Air minum menjadi langka bahkan jika ada pun harganya mahal.

Sementara itu, dalam pandangan Islam, air merupakan SDA milik publik yang seharusnya tidak dimiliki oleh individu atau korporasi. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Islam juga menekankan bahwa pengelolaan SDA harus dilakukan oleh negara untuk kemaslahatan rakyat. Rasulullah saw. bersabda, “Imam/khalifah itu laksana penggembala, dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya.” (HR Bukhari dan Muslim). Hadits ini menekankan bahwa negara merupakan pengurus rakyat yang akan mengelola sumber daya alam termasuk air berlandaskan aqidah Islam yang meniscayakan halal dan haram sebagai tolak ukur perbuatan. Dengan prinsip terikat syariat Islam, maka tidak akan ada kapitalisasi air.

Masyarakat akan terpenuhi kebutuhannya oleh negara dengan mendapatkan air secara gratis dan berkualitas. Negara akan mengelola dan menjaga sumber air minum agar terjaga dari kerusakan semata-mata untuk kemaslahatan rakyat. Pengelolaan air dilakukan oleh negara dengan amanah dan kapabel tidak dengan hitung-hitungan bisnis melainkan hitung-hitungan pahala.

Kebijakan negara, dalam hal ini negara Khilafah, akan menjaga daerah resapan air dari pembangunan infrastruktur. Khilafah juga akan mencegah deforestasi dari penggundulan hutan untuk aktivitas penambangan, juga mencegah pembakaran hutan yang merusak lingkungan dan menyebabkan krisis air. Bahkan melalui pembiayaan baitul maal, Khilafah akan menyediakan infrastruktur yang akan mendukung ketersediaan air bersih yang akan dapat dijangkau oleh seluruh rakyat tanpa membayar sepersen pun.

Demikianlah pengaturan Islam dalam mengelola air sehingga mencegah terjadinya kapitalisasi air. Tak hanya persoalan air bahkan Islam mampu menjadi solusi semua problematika kehidupan. Oleh karena itu, mengganti tata kelola sistem pengelolaan air yang kapitalistik liberal menjadi sistem pengelolaan air sesuai dengan syariat Islam sungguh mendesak untuk diperjuangkan agar kehidupan umat manusia kembali sejahtera. Wallahualam bissawab.

Bahan Bacaan:

https://www.tempo.co/politik/danone-jelaskan-soal-sumber-air-aqua-usai-sidak-dedi-mulyadi-2082822

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image