Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Wildan Adinata Riswanto

Ketika Makanan Bergizi Gratis Kehilangan Rasa Aman

Info Terkini | 2025-10-30 15:18:10
Sumber: Tirto.id [ilustrasi program makan bergizi gratis]

Berdasarkan laporan Radar Solo (14/9/2025), ratusan pelajar SMAN 2 Wonogiri mengalami gejala keracunan setelah menyantap menu Makan Bergizi Gratis (MBG) yang terdiri atas nasi putih, telur saus barbeque, tempe orek, dan sayur pakcoy jamur. Menu sederhana yang semula diharapkan menjadi tambahan gizi justru menimbulkan tragedi yang seharusnya tidak perlu terjadi.

Program MBG yang digagas pemerintah untuk memperbaiki status gizi anak sekolah kini menjadi sorotan publik. Kasus ini bukan sekadar insiden lokal, melainkan cermin persoalan mendasar: apakah sistem keamanan pangan publik kita sudah siap menanggung program sebesar ini?

Dari Program Gizi ke Krisis Keamanan

Program MBG merupakan langkah progresif pemerintah untuk menekan angka stunting dan memastikan anak sekolah mendapatkan asupan gizi seimbang. Namun, kasus Wonogiri membuktikan bahwa perhatian terhadap food safety atau keamanan pangan masih sering dianggap pelengkap, bukan prioritas.

Proses memasak, pengemasan, hingga pendistribusian makanan melibatkan banyak titik kritis, mulai dari suhu penyimpanan, sanitasi alat, hingga kebersihan tangan pekerja. Satu saja dari rantai ini terputus, potensi kontaminasi bakteri seperti E. coli atau Salmonella bisa muncul.

Menurut data Kementerian Kesehatan, lebih dari seperlima kejadian luar biasa (KLB) di Indonesia disebabkan oleh makanan yang tidak aman. Artinya, ancaman keracunan massal bukan hal langka, melainkan risiko yang dapat dicegah bila sistem keamanan pangan dibangun dengan baik.

Ketika Niat Baik Tersandung di Lapangan

Niat baik sering kali kalah oleh lemahnya pelaksanaan di lapangan. Banyak penyedia MBG di daerah bekerja di bawah tekanan waktu, sumber daya terbatas, serta fasilitas dapur yang belum memiliki sertifikasi dalam hal sanitasi.

Dalam praktiknya, penyedia makanan kerap ditunjuk dalam waktu singkat tanpa pemeriksaan memadai terhadap fasilitas dan kemampuan tenaga pengolah makanan. Proses pemilihan yang terburu-buru ini berpotensi mengabaikan aspek penting seperti penyimpanan bahan, sterilisasi peralatan, serta pelatihan pekerja dapur.

Pernyataan Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi dalam Radar Solo (16/9/2025) menegaskan pentingnya evaluasi menyeluruh agar kejadian serupa tidak terulang. Ia juga mengingatkan bahwa program MBG adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya pemerintah, tetapi juga sekolah, penyedia, dan masyarakat.

Sekolah sendiri jarang memiliki kapasitas untuk mengawasi standar kebersihan penyedia makanan. Padahal, di situlah kunci pencegahan utama. Pemerintah daerah memang telah mengeluarkan pedoman umum, namun implementasi di lapangan sangat bergantung pada pengawasan langsung dan pelatihan rutin.

Dalam sistem kesehatan masyarakat, sanitasi yang buruk bukan hanya masalah dapur, melainkan mata rantai awal berbagai penyakit yang ada.

Membangun Sistem, Bukan Sekadar Program

Kasus MBG Wonogiri menegaskan perlunya membangun sistem keamanan pangan publik, bukan sekadar menjalankan program bantuan makanan.

Langkah-langkah perbaikan yang realistis dapat meliputi:

1. Audit dan sertifikasi dapur penyedia MBG. Pemerintah daerah harus memastikan setiap penyedia memiliki Sertifikasi dalam prosedur sanitasi, serta menjalani inspeksi berkala.

2. Pelatihan pengolah makanan. Petugas wajib memahami prinsip dasar food safety seperti suhu penyimpanan, pencegahan kontaminasi silang, dan higienitas alat.

3. Pengawasan terpadu. Kolaborasi lintas dinas, seperti Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, dan BPOM diperlukan untuk menjamin keamanan pangan di setiap tahap produksi.

4. Edukasi sekolah dan orang tua. Kepala sekolah dan komite dapat menjadi lapis kontrol pertama dengan mengenali tanda makanan tidak layak konsumsi.

Gubernur Jateng juga menyarankan agar pihak sekolah, penyedia, dan wali murid membentuk forum komunikasi bersama. Seperti diberitakan Detik.com (17/9/2025), ide ini diharapkan memperkuat transparansi dan respons cepat bila muncul keluhan terkait menu MBG.

Belajar dari Tragedi, Bergerak untuk Perbaikan

Kasus ini seharusnya tidak membuat masyarakat menolak program MBG. Sebaliknya, peristiwa tersebut menjadi momentum untuk memperbaiki tata kelola dan kualitas pelaksanaannya. Pemerintah perlu mengevaluasi rantai pasok, kapasitas dapur, hingga mekanisme pengawasan di lapangan.

Melibatkan perguruan tinggi kesehatan dan tenaga ahli dalam pemetaan risiko pangan bisa menjadi langkah strategis. Mahasiswa kesehatan masyarakat dan keperawatan, misalnya, dapat dilibatkan dalam edukasi higienitas di sekolah dan pelatihan petugas dapur.

Dalam konteks kesehatan masyarakat, makanan bergizi tidak berarti apa-apa bila tidak aman dikonsumsi. Nilai gizi akan kehilangan makna ketika justru menimbulkan penyakit. Karena itu, keamanan pangan harus ditempatkan sejajar dengan kualitas gizi dalam setiap kebijakan publik.

Menjaga Kepercayaan Publik

Tragedi Wonogiri menjadi pelajaran berharga bahwa kebijakan kesehatan publik tidak bisa berhenti pada niat baik. Ia menuntut sistem, pengawasan, dan kesadaran kolektif.

Anak-anak sekolah berhak mendapatkan makanan yang sehat dan aman tanpa rasa cemas setiap kali menerima kotak makan siang. Bila pemerintah, sekolah, penyedia, dan masyarakat mau bergandeng tangan, program MBG dapat tetap berjalan tanpa mengorbankan kesehatan publik.

Kita hanya perlu mengingat satu hal sederhana: kesehatan masyarakat selalu dimulai dari dapur yang bersih, bukan dari ruang rawat yang penuh.

Oleh: Muhammad Wildan Adinata Riswanto, Mahasiswa S-1 Keperawatan Universitas Airlangga

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image