Tantangan dan Peluang Perencanaan Pembangunan di Era Digital: Menuju Kota Pintar yang Berkelanjutan
Politik | 2025-10-29 19:36:22Di tengah gelombang revolusi industri keempat, perencanaan pembangunan tidak lagi sekadar tentang infrastruktur fisik seperti jalan dan gedung. Era digital juga dapat membawa perubahan radikal, di mana teknologi seperti kecerdasan buatan (AI), Internet of Things (IoT), dan big data menjadi tulang punggung pembangunan. Kota-kota di seluruh dunia, dari Jakarta hingga Singapura, berlomba mengadopsi konsep "kota pintar" untuk meningkatkan efisiensi, keamanan, dan kualitas hidup. Namun, di balik kemajuan ini, muncul masalah kompleks yang harus diatasi. Artikel opini ini akan mengulas tantangan utama dan topik terbaru dalam perencanaan pembangunan digital, dengan pandangan bahwa kita perlu pendekatan yang lebih inklusif dan berkelanjutan untuk menghindari kesenjangan yang lebih dalam.
Salah satu masalah terbesar dalam perencanaan pembangunan digital adalah ketimpangan akses teknologi. Di Indonesia misalnya, data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika menunjukkan bahwa hanya sekitar 70% penduduk yang memiliki akses internet, dengan kesenjangan yang lebih lebar di daerah pedesaan. Ini berarti proyek seperti smart grid untuk energi atau sistem transportasi otonom hanya menguntungkan kelas menengah perkotaan, sementara masyarakat miskin terpinggirkan. Akibatnya, pembangunan digital justru memperlebar jurang sosial, bukan menyempitkannya.
Risiko keamanan siber juga menjadi ancaman serius. Pada 2023, serangan ransomware terhadap infrastruktur kota seperti yang terjadi di Atlanta, AS, menunjukkan bagaimana kerentanan digital dapat melumpuhkan layanan publik. Di Indonesia, kasus kebocoran data pribadi dari aplikasi kesehatan selama pandemi COVID-19 menggarisbawahi pentingnya perlindungan data. Tanpa regulasi yang ketat, perencanaan pembangunan digital berisiko menjadi sarang kejahatan siber, yang bisa menghambat investasi dan kepercayaan masyarakat.
Topik terbaru yang sedang hangat adalah integrasi AI dalam perencanaan pembangunan. AI dapat menganalisis data real-time untuk mengoptimalkan lalu lintas kota atau mengantisipasi bencana alam, seperti yang diterapkan di proyek "Smart City" di Dubai. Namun, tantangannya adalah bias algoritma yang bisa memperburuk diskriminasi, seperti dalam sistem pengenalan wajah yang kurang akurat untuk kelompok minoritas. Blockchain juga muncul sebagai solusi untuk transparansi. Teknologi ini digunakan dalam proyek pembangunan infrastruktur untuk melacak dana dan memastikan akuntabilitas, mengurangi korupsi yang sering menghambat pembangunan di negara berkembang. Contohnya, di Estonia, blockchain telah digunakan untuk manajemen properti digital, yang bisa diadopsi untuk perencanaan lahan di Indonesia.
Topik lain yang relevan adalah transisi energi hijau melalui digitalisasi. Dengan krisis iklim, perencanaan pembangunan kini fokus pada smart grids yang terintegrasi dengan energi terbarukan. Di Eropa, Uni Eropa mendorong "Green Deal" dengan bantuan AI untuk memprediksi konsumsi energi, mengurangi emisi hingga 55% pada 2030. Di Asia Tenggara, negara seperti Vietnam mulai mengintegrasikan IoT untuk monitoring lingkungan, namun Indonesia masih tertinggal karena infrastruktur yang belum merata.
Perencanaan pembangunan di era digital menawarkan peluang luar biasa untuk menciptakan masyarakat yang lebih efisien dan ramah lingkungan, tetapi hanya jika kita mengatasi masalah ketimpangan dan keamanan dengan serius. Pemerintah harus mengutamakan investasi dalam pendidikan digital dan regulasi yang ketat, sambil mendorong kolaborasi antara sektor swasta dan masyarakat sipil. Dengan fokus pada topik terbaru seperti AI etis dan blockchain transparan, kita bisa membangun kota pintar yang tidak hanya canggih, tetapi juga adil dan berkelanjutan. Jika tidak, era digital ini akan meninggalkan lebih banyak masalah daripada solusi. Mari kita jadikan teknologi sebagai alat untuk kemajuan bersama, bukan pemisah.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
