Banjir Sumatra dan Luka Ekonomi yang Terus Berulang
Nusantara | 2025-12-14 17:51:16
Banjir kembali menjadi tamu tak diundang di berbagai wilayah Sumatra. Dari Aceh, Sumatra Barat, Riau, hingga Sumatra Selatan, air meluap menenggelamkan rumah, sawah, jalan, dan pusat aktivitas ekonomi warga. Setiap musim hujan tiba, berita banjir seolah menjadi agenda rutin yang berulang, namun sayangnya belum sepenuhnya diiringi dengan pembenahan yang serius dan berkelanjutan.
Banjir bukan sekadar persoalan air yang meluap. Ia adalah potret kegagalan tata kelola lingkungan sekaligus ancaman nyata bagi stabilitas ekonomi masyarakat, terutama kelompok rentan yang menggantungkan hidup dari sektor pertanian, perdagangan kecil, dan jasa informal.
Sumatra: Kaya Alam, Rentan Bencana
Pulau Sumatra dikenal sebagai salah satu tulang punggung ekonomi nasional. Perkebunan kelapa sawit, karet, kopi, hingga pertambangan dan hasil hutan menjadi penggerak utama ekonomi daerah. Ironisnya, kekayaan alam tersebut justru berbanding lurus dengan tingkat kerentanan terhadap bencana ekologis, termasuk banjir.
Alih fungsi lahan yang masif, pembukaan hutan untuk kepentingan industri, serta lemahnya pengawasan tata ruang memperparah daya dukung lingkungan. Sungai-sungai yang dahulu menjadi jalur kehidupan kini menyempit dan dangkal, tak mampu lagi menampung debit air saat hujan ekstrem turun.
Ketika banjir datang, masyarakat kecil menjadi pihak pertama yang menanggung akibatnya.
Kerugian Ekonomi yang Tak Selalu Tercatat
Dampak ekonomi banjir sering kali luput dari perhitungan menyeluruh. Kerugian memang kerap dihitung dalam bentuk infrastruktur rusak atau rumah terendam, namun kerugian tidak langsung justru jauh lebih besar dan bersifat jangka panjang.
Petani gagal panen karena sawah terendam berhari-hari. Pedagang kecil kehilangan stok barang. Nelayan sungai tak bisa melaut. Buruh harian terpaksa berhenti bekerja. Aktivitas ekonomi lumpuh, sementara kebutuhan hidup terus berjalan.
Belum lagi biaya tambahan yang harus dikeluarkan keluarga terdampak untuk perbaikan rumah, kesehatan, hingga pendidikan anak. Dalam banyak kasus, banjir mendorong keluarga miskin semakin terperosok dalam lingkaran utang.
UMKM dan Ekonomi Lokal Terpukul
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan tulang punggung ekonomi daerah di Sumatra. Sayangnya, sektor ini juga yang paling rentan ketika banjir melanda. Tidak sedikit pelaku UMKM yang kehilangan peralatan produksi, bahan baku, hingga pelanggan.
Banjir juga memutus rantai distribusi. Jalan terendam, jembatan rusak, dan akses logistik terhambat. Harga kebutuhan pokok melonjak, sementara daya beli masyarakat menurun. Dalam situasi seperti ini, pemulihan ekonomi bukan perkara hitungan hari, melainkan bisa memakan waktu berbulan-bulan.
Banjir dan Ketimpangan Sosial
Banjir memperjelas wajah ketimpangan sosial. Masyarakat berpenghasilan tinggi mungkin masih memiliki tabungan, asuransi, atau tempat tinggal yang relatif aman. Sebaliknya, warga miskin kota dan desa kerap tinggal di kawasan rawan banjir karena keterbatasan pilihan.
Ketika banjir datang, mereka bukan hanya kehilangan harta benda, tetapi juga rasa aman dan kepastian masa depan. Sayangnya, bantuan yang datang sering bersifat jangka pendek dan belum menyentuh akar persoalan.
Saatnya Mengubah Cara Pandang
Banjir di Sumatra seharusnya tidak lagi dipandang sebagai bencana alam semata, melainkan sebagai persoalan struktural yang berkaitan erat dengan kebijakan pembangunan. Selama pendekatan yang digunakan masih bersifat reaktif—datang setelah bencana terjadi—maka kerugian ekonomi akan terus berulang.
Pemerintah pusat dan daerah perlu lebih serius menegakkan tata ruang, memulihkan daerah aliran sungai, serta melibatkan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. Dunia usaha juga harus didorong untuk bertanggung jawab terhadap dampak ekologis dari aktivitasnya.
Di sisi lain, penguatan ekonomi lokal yang adaptif terhadap bencana menjadi kebutuhan mendesak. Asuransi pertanian, dana darurat UMKM, serta sistem peringatan dini berbasis komunitas dapat menjadi langkah awal untuk mengurangi dampak ekonomi banjir.
Penutup
Banjir di Sumatra bukan hanya soal air yang meluap, tetapi tentang masa depan ekonomi dan keberlanjutan hidup jutaan orang. Selama kita masih abai terhadap keseimbangan alam dan keadilan sosial, banjir akan terus datang membawa kerugian yang kian mahal harganya.
Pertanyaannya kini, apakah kita akan terus membiarkan luka ekonomi itu menganga, atau mulai belajar dan berbenah sebelum banjir berikutnya kembali menyapa?
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
