Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Juanpieter Sodakain

Bjorka The Hacker: Ironi Kerapuhan Sistem Keamanan Siber Indonesia

Teknologi | 2025-10-29 08:13:11
Ilustrasi hacker anonim (Sumber : https://pixabay.com/illustrations/hacker-cybersecurity-matrix-8033977/)
Ilustrasi hacker anonim (Sumber : https://pixabay.com/illustrations/hacker-cybersecurity-matrix-8033977/)

Ingatkah kalian pada tahun 2022 lalu Indonesia sempat digemparkan dengan kehadiran hacker dengan sebutan Bjorka? Viralnya aksi Bjorka sempat menjadi perbincangan hangat di dunia maya karena klaimnya yang berhasil membocorkan data-data pribadi masyarakat mulai dari data pengguna aplikasi Mypertamina hingga data penting seperti data paspor, registrasi SIM / SIM card dan masih banyak lagi. Pada saat melancarkan aksinya, Bjorka terkenal kerap turut memberikan sindiran keras kepada pemerintah Indonesia tentang bagaimana lalainya penanganan siber yang ada serta mengkritik ketidakmampuan pemerintah dalam melindungi data-data pribadi masyarakatnya. Melihat pada seluruh aksi serta tindakan Bjorka, kemudian menimbulkan pertanyaan di benak publik "apa benar keamanan ruang siber di Indonesia selemah ini?"

Memang, tidak dapat dipungkiri bahwa kini dengan segala kemajuan teknologi yang ada ancaman-ancaman yang hadir juga sudah tidak selalu berkutik dalam bentuk konvensional seperti militer dan persenjataan saja. Hadirnya Bjorka, menjadi bukti kuat lainnya untuk suatu negara dapat memperkuat urgensinya dalam mengantisipasi berbagai ancaman yang bersifat non konvensional terutama dalam ranah siber. Sejak awal kemunculannya, sudah tercatat sekitar lebih dari 10 kasus peretasan data besar dari 2022 hingga 2024. Namun dalam beberapa laporan kasus, dinyatakan telah dibantah, beberapa diakui terjadi sebagian, dan lainnya masih belum terverifikasi secara digital forensik. Bjorka bukan sekadar peretas anonim, ia adalah simbol dari kegagalan sistemik dalam menjaga data rakyat dan wajah buram dari kedaulatan digital di Indonesia.

Melihat pada banyaknya berita serta laporan akan kebocoran data yang ditimbulkan Bjorka, menyebabkan penurunan rasa percaya publik kepada pemerintah. Ditambah lagi dengan adanya dugaan penjualan data masyarakat Indonesia yang berhasil diretas oleh Bjorka ke pasar gelap, semakin-makin menimbulkan keresahan publik akan adanya potensi peningkatan penyalahgunaan data. Dalam perkembangan kasus terbarunya, polri mengklaim berhasil menangkap (WFT) seorang pria terduga Bjorka di Sulawesi Utara pada September 2025. Namun, tak lama muncul klaim baru dari seseorang yang juga menggunakan sebutan Bjorka yang mengatakan bahwa orang yang ditangkap tersebut bukan merupakan Bjorka, dan berbalik memberikan ancaman kepada polri berupa peretasan data mengenai program makanan bergizi gratis (MBG).

Hal ini bukan kali pertamanya terjadi pada kasus Bjorka, pada 2022 lalu polri, BSSN, serta Kominfo sempat membuat badan satuan khusus untuk melacak serta mengatasi kasus Bjorka. Dari satuan ini kemudian mereka melakukan penangkapan kepada (MAH) seorang remaja 17 tahun asal Madiun terduga Bjorka. Namun, setelah penangkapannya kasus Bjorka masih tetap terjadi yang membuat publik mengindikasikan adanya kesalahan penangkapan pada kasus ini. Dengan genapnya 3 tahun sejak awal kemunculannya, membuat publik kian bertanya-tanya mau sampai kapan kasus ini dapat diselesaikan pemerintah?

Mengutip pada laporan terakhir Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) di tahun 2024 saja sudah terdapat sekitar lebih dari 56 juta data terekspos ke situs gelap, yang melibatkan sekitar 461 pemangku kepentingan terjadi di Indonesia. Hal ini kemudian menempatkan Indonesia di posisi kedua di Asia Tenggara setelah Filipina serta ke 14 di seluruh dunia dalam aspek presentase kebocoran data terbanyak. Dengan kedudukan Indonesia yang dapat dikatakan lumayan tinggi, dalam aspek politik hal ini dapat mempermalukan citra institusi Indonesia di ruang publik internasional dalam hal keamanan digital. Data yang ada juga secara tidak langsung mengisyaratkan bahwa kasus Bjorka yang sempat menggemparkan Indonesia ini merupakan sedikit dari banyaknya kasus kebocoran data yang terjadi di Indonesia.

Tindakan yang dilakukan Bjorka bersifat menyerang pada sesuatu yang seharusnya dilindungi oleh negara. Dalam hal keamanan, kebocoran data tidak hanya dilihat sebagai tindak pelanggaran privasi, melainkan juga kedaulatan. Karena ketika data warga jatuh ke tangan asing, sejatinya sebagian kedaulatan digital negara juga turut terkikis. Oleh karena itu negara harus segera mengambil langkah pengembangan untuk mencegah hal ini terjadi lebih jauh lagi. Dapat dengan cara memperkuat koordinasi antar instansi seperti BIN, Kominfo, Polri, serta BSSN. Yang menurut riset CSIS Indonesia (2023) menjadi faktor utama mengapa respon pemerintah terhadap insiden siber cenderung lambat.

Langkah selanjutnya dapat dilakukan negara dengan memperbaiki regulasi dan penegakan hukum yang lemah. Karena fakta lapangan menunjukan walaupun sudah memiliki UU Perlindungan Data Pribadi (UU No. 27 Tahun 2022), implementasinya masih sangat minim. Dan bahkan hingga 2025, aturan turunan seperti Peraturan Pemerintah Pelaksana UU PDP belum dapat sepenuhnya diberlakukan secara efektif. Kelemahan inilah yang dilihat oleh Bjorka dan hacker lainnya sebagai peluang untuk mengacak-acak kedaulatan digital Indonesia karena mereka tahu hukuman jarang dijatuhkan dan respons negara cenderung lamban. Tidak lupa, aspek transparansi serta keterbukaan akan adanya kasus tindakan serupa juga harus turut menjadi fokus pengembangan sebagai upaya membangun kembali kepercayaan publik kepada pemerintah.

Secara kesimpulan, hadirnya Bjorka dan berbagai hacker lainnya merupakan cerminan akan ketidakmampuan negara dalam melindungi rumah digitalnya sendiri. Hal ini harus menjadi refleksi tersendiri bagi pemerintah agar mengambil tindakan serius dalam membenahi sistem keamanan siber yang ada dan memutus siklus kebocoran data yang masih terus terjadi hingga saat ini. Karena pada akhirnya di era yang serba terkoneksi ini, kedaulatan sudah bukan lagi tentang siapa yang paling bersenjata, namun siapa yang paling siap menjaga datanya.

Juanpieter Ferdinand Sodakain, mahasiswa Hubungan Internasional UKI

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image