Kesehatan Mental dan Raga Bukan Dua Hal, Melainkan Satu Kesatuan
Info Sehat | 2025-10-29 07:02:38
Pernahkah kamu merasa tubuh sehat, namun hati dan pikiran terasa lelah? Kesehatan bukan hanya sekadar badan yang sehat, bugar, dan bebas penyakit. Masih ada kesehatan mental yang perlu dijaga. Di era globalisasi ini, banyak orang yang mungkin mendapat tekanan dari akademik, pekerjaan, atau bahkan keluarga. Hal itu membuat kesehatan mental yang terganggu. Namun, mereka lebih memilih diam dan memendamnya sendiri. Hal ini terjadi karena kesehatan mental masih menjadi stigma di masyarakat sekitar.
Secara sederhana, kesehatan mental adalah kondisi emosional, psikologis, maupun sosial seseorang. Seseorang yang kesehatan mentalnya baik, dapat menghadapi tantangan hidup, serta menjalani hubungan yang baik dengan orang lain. Sebaliknya, orang yang kesehatan mentalnya terganggu, akan mengalami gangguan suasana hati, kendali emosi dan kemampuan berpikir. Terganggunya kesehatan mental dapat menyebabkan masalah pada kehidupan sehari-hari.
Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) menunjukkan sekitar 34,9% remaja mengalami masalah kesehatan mental, setara dengan sekitar 15,5 juta remaja. Angka ini setara dengan satu dari tiga remaja yang memiliki setidaknya satu masalah kesehatan mental dalam 12 bulan terakhir.
Di zaman modern, menjaga kesehatan mental bukanlah hal mudah. Pada pelajar ataupun mahasiswa, tekanan akademik semakin tinggi dan kompetisi semakin ketat. Belum lagi pengaruh media sosial yang menimbulkan budaya perbandingan tanpa henti. Setiap hari kita disuguhi potret kehidupan orang lain yang tampak sempurna, kebahagiaan, pencapaian karier, atau prestasi diri. Tanpa disadari, hal ini melahirkan perasaan tidak cukup baik. Tidak heran jika generasi muda kini rentan merasa stres, cemas, bahkan depresi.
Salah satu contoh masalah mental yang sering dialami terutama oleh mahasiswa perantau atau pekerja luar kota adalah homesick. Rasa rindu terhadap rumah, keluarga, dan lingkungan lama bisa terasa sangat berat, terutama di awal masa perantauan. Perasaan ini wajar, namun bila dibiarkan, homesick dapat berkembang menjadi stres, cemas, bahkan depresi ringan.
Banyak orang menyepelekan homesick dan menganggapnya hal kecil, padahal dampaknya bisa nyata. Dampak yang biasanya muncul yaitu, sulit beradaptasi, kehilangan fokus belajar, dan merasa terisolasi dari lingkungan baru. Tidak sedikit mahasiswa baru yang akhirnya menarik diri dari pergaulan atau menurunkan prestasi akademiknya karena sulit mengelola kerinduan dan tekanan adaptasi. Di sinilah pentingnya dukungan sosial, baik dari teman, komunitas kampus, maupun keluarga yang tetap berkomunikasi secara rutin meski jarak memisahkan.
Sayangnya, masih banyak orang yang menganggap kesehatan mental merupakan sesuatu yang tabu. Mereka menganggap bahwa orang yang bermasalah dengan kesehatan mentalnya merupakan sesuatu yang berlebihan. Padahal, di tengah derasnya arus digital seharusnya orang-orang bisa lebih paham dan terbuka dengan isu seperti ini. Namun, mereka cenderung berpendapat kesehatan mental merupakan sesuatu yang lebay dan sering dianggap kurang bersyukur. Padahal kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Akibatnya, banyak orang enggan mencari bantuan karena takut dihakimi atau dipandang lemah. Ditambah lagi, layanan kesehatan mental di Indonesia masih belum merata dan biayanya relatif mahal, sehingga tidak semua orang bisa menjangkaunya.
Melakukan aktivitas dengan tubuh yang sehat secara fisik namun kondisi mental yang tidak stabil bukanlah hal yang mudah, sebab gangguan pada pikiran dan perasaan sering kali langsung memengaruhi kemampuan seseorang dalam menjalani rutinitas sehari-hari. Gejala kesehatan mental seperti rasa cemas berlebihan, kehilangan motivasi, sulit berkonsentrasi, hingga kelelahan emosional dapat membuat aktivitas sederhana terasa sangat berat untuk dilakukan. Akibatnya, meskipun fisik tampak bugar, produktivitas menurun, interaksi sosial terganggu, dan kualitas hidup ikut terpengaruh. Dalam kasus ekstrem, depresi dan gangguan mental lain dapat memicu tindakan bunuh diri. Hal ini menunjukkan bahwa kesehatan mental tidak bisa dipisahkan dari kesehatan fisik, karena keduanya saling melengkapi dan menentukan keseimbangan hidup seseorang.
Namun, ada banyak cara sederhana yang bisa dilakukan untuk menjaga kesehatan mental. Seperti beristirahat yang cukup. Luangkan waktu untuk beristirahat di tengah aktivitas yang padat, agar tidak merasa lelah berlebihan. Misalnya, dengan memperbaiki kualitas tidur. Selanjutnya, dengan berolahraga secara teratur. Tidak perlu pergi ke pusat kebugaran atau lapangan olahraga, cukup dengan berjalan kaki, naik turun tangga, atau mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Selain aktivitas fisik yang teratur, pola makan sehat juga berpengaruh terhadap kesehatan mental. Makanlah makanan yang mengandung gizi dan nutrisi seimbang. Sebab, makan makanan dengan nutrisi lengkap dapat meningkatkan fungsi kognitif otak dan suasana hati. Bisa juga dengan melakukan hobi yang membuat hati bahagia. Dengan melakukan hobi yang disukai, hati menjadi lebih tenang. Yang terpenting, jangan ragu untuk bercerita dengan orang terdekat, seperti orang tua ataupun teman yang dapat dipercaya. Dengan bercerita, bisa membuat Anda merasa didengar, didukung dan tidak sendirian menghadapinya. Kualitas hubungan yang baik dengan orang lain dapat memberi rasa bahagia. Jika gejala semakin berat, langkah terbaik adalah mencari bantuan profesional melalui psikolog atau psikiater.
Kesehatan mental bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga lingkungan. Keluarga, teman, sekolah, kampus, dan tempat kerja harus menjadi ruang aman untuk berbagi tanpa stigma. Sementara itu, pemerintah perlu memperluas akses layanan kesehatan jiwa di puskesmas, terutama di daerah yang masih kekurangan tenaga profesional.
Kesehatan mental merupakan pondasi yang tidak boleh disepelekan. Tanpa mental yang sehat, tubuh yang sehat dan bugar pun tidak ada artinya. Stigma, tekanan sosial, dan keterbatasan layanan memang masih menjadi tantangan, tetapi kesadaran bisa menjadi titik awal perubahan. Mari mulai dari diri sendiri, berani bercerita, peduli pada orang lain, dan menganggap kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Karena sejatinya, manusia yang sehat adalah manusia yang seimbang jiwa dan raganya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
