Dokter di Ujung Jalan: Keteladanan dr. Hifar Rahma di Puskesmas Dermolemahbang
Hospitality | 2025-10-25 16:57:07
Jalan menuju Puskesmas Pembantu Dermolemahbang di Kecamatan Sarirejo, Lamongan, tidaklah mudah. Aspal yang mengelupas, sawah yang membentang tanpa teduh, dan sinyal telepon yang kerap hilang menjadi teman perjalanan siapa pun yang menuju ke sana. Namun, di ujung jalan pedesaan itu, ada sosok dokter muda yang setiap pagi berangkat tanpa mengeluh: dr. Hifar Rahma.
Sebagai seorang dokter yang bertugas di wilayah dengan sumber daya terbatas, dr. Hifar melaksanakan perannya tidak hanya sebagai tenaga kesehatan, tetapi juga sebagai sumber harapan bagi komunitas yang sering terabaikan. Ia datang tidak hanya dengan stetoskop, tetapi juga membawa nilai-nilai kemanusiaan yang sejati, kesabaran, empati, serta komunikasi terapeutik yang menjadi inti dari pelayanan kesehatan primer.
Di Antara Komitmen dan Batasan
Puskesmas Dermolemahbang bukanlah fasilitas kesehatan yang lengkap. Kendala peralatan, kurangnya tenaga medis, dan kondisi medan yang sulit sering kali menjadi tantangan sehari-hari. Namun, untuk dr. Hifar, dalam pelayanan medis, bukan soal seberapa maju peralatan yang dipakai, tetapi seberapa ikhlas niat yang mendasarinya.
Ia terkenal aktif terjun ke lapangan, mengunjungi rumah pasien lanjut usia yang tidak bisa berjalan jauh, dan memastikan setiap anak balita mendapatkan imunisasi sesuai jadwal. Seringkali, ia mengunjungi posyandu dan bekerja sama dengan bidan desa untuk melaksanakan pemeriksaan kesehatan bagi ibu hamil. “Fasilitas mungkin terbatas, tetapi empati tidak seharusnya terbatas,” ujarnya sambil tersenyum khas.
Disiplin yang Berasal dari Dalam Hati
Dr. Hifar Rahma tidak hanya datang untuk mencatat nama dalam daftar hadir. Ia tiba lebih awal, meneliti persiapan ruangan, dan kerap mengunjungi pasien yang dirujuk atau tidak dapat datang ke puskesmas. Ketekunannya tampak dari rutinitasnya menganalisis data pasien dan menyusun materi edukasi kesehatan, hingga di luar jam kerja.
Ia jarang terlihat terburu-buru mengakhiri hari. Jika masih ada pasien datang menjelang waktu tutup, ia tetap melayani dengan sabar. Bagi dr. Hifar, profesi dokter bukan sekadar kewajiban administratif, tetapi amanah moral. Dedikasi itu yang membuatnya dipercaya masyarakat sekitar, bukan karena seragam putihnya, melainkan karena kepeduliannya yang nyata.
Komunikasi Terapeutik di Lapangan
Salah satu elemen terpenting dari pelayanan dr. Hifar merupakan kemampuan untuk menerapkan komunikasi yang bersifat terapeutik. Dalam bidang kesehatan, komunikasi terapeutik merupakan proses pertukaran informasi antara tenaga kesehatan dengan pasien untuk menciptakan kepercayaan, memahami kebutuhan emosional, serta mendukung penyembuhan secara menyeluruh. Di Dermolemahbang, prinsip ini terwujud.
Pasien di kawasan pedesaan kerap kali datang membawa tidak hanya keluhan fisik, tetapi juga beban psikologis serta sosial. Mereka menceritakan banyak hal tentang anaknya yang merantau, kegagalan panen, atau ketakutan terhadap obat modern. Dalam keadaan seperti itu, dr. Hifar tidak tergesa-gesa saat menuliskan resep. Ia memperhatikan dengan cermat, memandang mata pasien, dan menenangkan dengan kata-kata yang sederhana tapi bermakna. Sikap ini yang membuat masyarakat merasa yakin: mereka tidak hanya mendapatkan pengobatan, tetapi juga benar-benar diperhatikan.
Dokter sebagai Mentor dan Teman
Peran dokter di komunitas tidak hanya untuk menyembuhkan, tetapi juga untuk memberdayakan. Di tengah kesibukan tugas, dr. Hifar berperan aktif sebagai narasumber dalam program edukasi kesehatan reproduksi dan pencegahan stunting untuk remaja desa. Saya menyadari bahwa sumber dari banyak masalah kesehatan di daerah pedesaan bukan hanya minimnya obat, tetapi juga kurangnya pengetahuan.
Yang menarik, cara dia berkomunikasi selalu ramah dan dekat dengan realita. Ia sering memulai percakapan dengan lelucon ringan atau kisah sederhana. “Saya ingin mereka merasa santai terlebih dahulu, baru kemudian bersedia untuk terbuka,” ujarnya. Metode ini berhasil mengatasi hambatan antara tenaga kesehatan dan masyarakat, yang seringkali timbul akibat perbedaan pendidikan dan bahasa.
Dalam konteks ini, komunikasi terapeutik bukan sekadar teknik, tetapi juga manifestasi humanisme dalam dunia medis. Ia menunjukkan bahwa seorang dokter sejati tidak hanya mahir dalam mendiagnosis sakit, tetapi juga mengerti manusia dalam segala kompleksitasnya, baik fisik, mental, maupun sosial.
Refleksi: Arti Pelayanan yang Manusiawi
Apa yang dilakukan dr. Hifar Rahma mengingatkan kita bahwa esensi profesi medis bukan sekadar menyembuhkan tubuh, tetapi juga menumbuhkan harapan. Dalam kondisi fasilitas terbatas sekalipun, komunikasi terapeutik menjadi jembatan antara ilmu dan kemanusiaan. Ia menunjukkan bahwa dokter bukan hanya pekerja medis, tetapi juga pendidik, pendengar, dan penggerak perubahan sosial.
Masyarakat mungkin lupa nama penyakit yang mereka derita, tapi mereka tidak akan lupa bagaimana seorang dokter memperlakukan mereka dengan hormat. Itulah warisan yang lebih abadi daripada sekadar resep obat: rasa percaya.
“Selama saya masih bisa mendengar pasien tertawa lega setelah berobat, berarti pekerjaan ini masih layak saya perjuangkan,” tutur dr. Hifar dalam sebuah refleksi sederhana. Kalimat itu mungkin terdengar ringan, tapi bagi masyarakat Dermolemahbang, ia adalah bukti nyata bahwa di ujung jalan yang sunyi pun, masih ada dokter yang setia menjaga denyut kemanusiaan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
