Krisis Moral dan Hilangnya Wibawa Pendidik
Agama | 2025-10-25 14:22:30Potret Buram Remaja Kita
Polemik terkait Kepala SMAN 1 Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten, Dini Fitri, yang diduga menampar seorang siswa karena merokok di lingkungan sekolah, kini telah diselesaikan secara damai. Orang tua siswa tersebut juga telah mencabut laporan polisi terhadap Dini. Kejadian bermula saat seorang siswa bernama Indra tertangkap merokok di belakang sekolah oleh Dini. Ketika ditegur, Indra sempat mengelak dan tidak mengakui perbuatannya (detikNews, 16/10/2025)
Di lain sisi, viral di jagat maya, foto seorang siswa SMA di Makassar berinisial AS yang tidak tahu etika dan sopan santun. AS terang-terangan merokok dan mengangkat kaki di samping gurunya, Ambo. Insiden ini bukan hanya sekedar menggambarkan kenakalan remaja , tetapi menjadi alarm terjadinya krisis pendidikan. Bagaimana tidak, siswa yang seenaknya bertingkah di samping gurunya tidak mendapat teguran karena guru enggan berhadapan dengan hukum. Sebuah dilema yang dihadapi pendidik hari ini. (suara.com; 18/10/2025)
Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan, sekitar belasan juta remaja berusia 13-15 tahun di seluruh dunia telah menggunakan rokok elektrik atau vape. Dalam ulasan terbarunya, WHO menyatakan bahwa remaja mempunyai probabilitas sembilan kali lebih besar untuk menggunakan vape dibandingkan orang dewasa (INFOREMAJA)
Guru di Persimpangan
Betapa rumitnya posisi pendidik saat ini. Di satu sisi, guru dituntut untuk membentuk karakter dan menegakkan kedisiplinan siswa. Namun di sisi lain, langkah-langkah tegas yang diambil sering kali dipersoalkan, bahkan bisa berujung pada sanksi. Akar masalahnya terletak pada adanya ruang abu-abu dalam penerapan disiplin serta semakin tergerusnya wibawa guru di mata peserta didik maupun masyarakat. Akibatnya, pendidik sering berada dalam dilema antara mendidik dengan ketegasan atau menyesuaikan diri dengan tekanan sosial yang mengekang perannya.
Fenomena ini menunjukkan bagaimana sebagian siswa merasa memiliki kebebasan bertindak tanpa batas, bahkan melampaui norma dan etika yang seharusnya dijunjung di lingkungan pendidikan. Di sisi lain, guru justru merasa serba salah dan tak berdaya. Upaya guru untuk menegakkan kedisiplinan kerap disalahartikan sebagai bentuk kekerasan atau pelanggaran hak siswa. Akibatnya, banyak guru memilih diam atau berhati-hati berlebihan karena khawatir diadukan, bahkan terancam posisinya sendiri.
Sistem liberal dan negara yang abai telah melahirkan generasi yang tidak taat aturan dan mengalami krisis moral. Nilai kebebasan tanpa batas membuat remaja merasa berhak melakukan apa pun atas nama ekspresi diri. Merokok pun dianggap sebagai simbol kedewasaan, jati diri, dan kebanggaan agar terlihat keren di mata teman sebaya. Padahal, perilaku ini menunjukkan hilangnya kesadaran moral dan lemahnya kontrol sosial. Lebih parah lagi, rokok sangat mudah dijangkau oleh remaja, baik secara harga maupun akses di pasaran. Ini menjadi bukti nyata lemahnya peran negara dalam pengawasan dan perlindungan generasi muda dari pengaruh destruktif gaya hidup liberal.
Segala bentuk kekerasan tentu tidak dapat dibenarkan, baik secara moral maupun hukum. Karena itu, penting menghadirkan pendidikan yang mampu menuntun remaja memahami siapa dirinya, tujuan hidupnya, serta nilai-nilai yang harus ia pegang. Pendidikan semestinya tidak hanya menekankan aspek akademik, tetapi juga membentuk kepribadian yang kuat, berakhlak, dan memiliki arah hidup yang jelas, agar mereka tidak mudah terseret pada perilaku destruktif atau kekerasan.
Hanya Islam Solusinya
Dalam sistem pendidikan saat ini, tidak ada perlindungan yang jelas bagi guru. Guru sering kali berada dalam tekanan luar biasa, baik dari pihak sekolah, orang tua, maupun masyarakat. Padahal, tugas guru tidak hanya mengajar, tetapi juga membina dan menegakkan nilai-nilai moral di lingkungan pendidikan. Mengingatkan seseorang yang bersalah sejatinya merupakan bagian dari amar makruf nahi mungkar yaitu sebuah tanggung jawab moral untuk menegakkan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Namun tentu saja, hal itu harus dilakukan dengan cara yang bijak, tanpa kekerasan. Guru perlu melakukan tabayun, memahami duduk perkara, dan mencari tahu latar belakang mengapa seorang siswa melakukan kesalahan. Dengan cara ini, pendidikan bukan hanya soal hukuman dan aturan, tetapi menjadi proses pembinaan yang manusiawi dan mendidik hati.
Sistem pendidikan sekuler yang diterapkan saat ini memberikan ruang kebebasan tak berbatas. Fakta menunjukkan sistem hari ini telah gagal mencetak peserta didik yang bertakwa dan berakhlak mulia. Sehingga sangat perlu menanamkan kembali nilai-nilai dasar etika, sopan santun, menghargai dan rasa hormat kepada guru. Dalam Islam, guru adalah pilar peradaban yang memiliki kedudukan sangat mulia. Ia bukan sekadar pengajar yang mentransfer ilmu, tetapi juga pendidik yang membentuk akhlak, karakter, dan arah hidup murid-muridnya. Guru menjadi teladan dalam ucapan, perilaku, dan keteguhan prinsipnya. Melalui bimbingan dan ketulusannya, guru berperan besar dalam melahirkan generasi berilmu, beriman, dan beradab sebagai pondasi utama tegaknya suatu peradaban Islam.
Masalah merokok, dalam Islam hukumnya memang mubah, tapi di sisi lain tidak boleh membahayakan diri sendiri dan orang lain. Sedangkan merokok bisa membahayakan kesehatan bagi perokok aktif maupun pasif. Tidak hanya buruk bagi kesehatan, merokok juga menjadikan hidup kian boros. Siswa yang merokok kerapkali berbohong untuk menutupi kelakuannya hingga menimbulkan ketegangan dengan orangtua maupun guru.
Sangat berbeda dengan sistem pendidikan Islam. Sistem pendidikan Islam mengajarkan bagaimana pelajar memiliki pola pikir dan pola sikap yang selaras dengan ajaran Islam. Pendidikan bukan sekadar transfer ilmu, tetapi proses pembentukan kepribadian yang kokoh berlandaskan akidah. Dari sinilah lahir generasi yang sadar akan tujuan penciptaannya, yakni untuk beribadah kepada Allah dan menyadari bahwa setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban kelak. Remaja muslim harus tumbuh menjadi pribadi yang berprinsip, berakhlak mulia, dan bangkit sebagai generasi beriman yang membawa kebaikan bagi umat, bukan generasi yang larut dalam arus kerusakan moral zaman.
Wallahu a’lam bisshawab
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
