Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rita Maliza

Melacak Jejak Wabah: Dari Cawan Petri ke Peta Genom Dunia

Riset dan Teknologi | 2025-10-25 04:55:17

Sebatang kapas yang diusap di hidung pasien mungkin tampak sepele. Namun, di ujung serat kecil itu menempel ribuan sel bakteri yang membawa kisah panjang tentang asal-usul wabah, arah penyebarannya, dan masa depan evolusinya. Di tangan para ahli mikrobiologi, benda sederhana itu menjadi pintu masuk ke dunia tak kasatmata. Dari satu usapan kecil, mereka bisa menelusuri jalur penularan penyakit, bahkan menghubungkannya dengan kasus lain yang terjadi di tempat yang jauh.

Perjalanan sebuah isolat bakteri dari laboratorium hingga ke basis data genom global mencerminkan perjalanan ilmu pengetahuan itu sendiri. Ia menunjukkan bagaimana cara manusia memahami kehidupan mikroba telah berubah dari sekadar pengamatan di cawan petri menjadi pembacaan seluruh kode genetik yang membuka rahasia asal-usul kehidupan.

Ilustrasi ilmuwan sedang mempersiapkan bakteri penyebab penyakit untuk uji sidik jari DNA. Photo by CDC on Unsplash

Membaca dari Bentuk dan Sifat

Tahap awal selalu dimulai dengan menumbuhkan. Sampel dioleskan ke media agar dan dibiarkan semalaman di inkubator. Keesokan paginya, muncul koloni-koloni mungil berwarna putih, krem, atau kekuningan. Masing-masing koloni adalah keturunan dari satu sel bakteri leluhur.

Pada masa awal mikrobiologi, identifikasi dilakukan berdasarkan bentuk dan sifat. Para ilmuwan menilai apakah bakteri mampu memfermentasi gula, menghasilkan gas, atau bereaksi terhadap pewarna tertentu. Pendekatan ini cepat dan berguna, tetapi seringkali menyesatkan. Dua bakteri yang secara genetik berbeda bisa tampak sama, sementara yang sebenarnya identik bisa terlihat berbeda jika tumbuh di lingkungan yang berbeda.

Ketika DNA Menjadi Petunjuk

Perubahan besar terjadi ketika para ilmuwan mulai menelusuri identitas bakteri dari DNA-nya. Pada dekade 1980 hingga 1990, teknik seperti Pulsed-Field Gel Electrophoresis atau PFGE menjadi tonggak penting. PFGE memotong DNA bakteri dengan enzim khusus, lalu memisahkan potongan besar itu menggunakan medan listrik berdenyut. Hasilnya berupa pola pita unik yang berfungsi seperti sidik jari genetik.

Teknik ini memungkinkan laboratorium di berbagai negara membandingkan isolat dari wabah yang sama. Untuk pertama kalinya, pola genetik bisa digunakan untuk melacak penyebaran penyakit. Namun, metode ini sulit distandarisasi karena bergantung pada interpretasi visual. Dunia sains pun mulai mencari cara agar hasil analisis DNA bisa dibandingkan secara objektif dan global.

Dari Pola ke Urutan Huruf DNA

Lompatan berikutnya adalah ketika para ilmuwan tidak lagi melihat pola, melainkan membaca urutan basa DNA secara langsung. Lahirlah Multilocus Sequence Typing atau MLST. Metode ini tidak menghasilkan gambar pita, tetapi urutan huruf A, T, C, dan G dari beberapa gen inti bakteri.

Hasilnya luar biasa. Data yang dihasilkan MLST dapat disimpan dalam bentuk digital, sehingga laboratorium di Jakarta dapat langsung membandingkannya dengan laboratorium di Berlin melalui basis data publik seperti PubMLST. Untuk pertama kalinya, para peneliti dapat melacak penyebaran global bakteri dengan ketepatan yang belum pernah ada sebelumnya.

Menemukan Jalan Menuju Genom Lengkap

Sebelum teknologi sekuensing genom lengkap atau WGS menjadi terjangkau, muncul sejumlah metode perantara yang memperluas jangkauan MLST. Salah satunya adalah Multiple-Locus Variable-number Tandem Repeat Analysis atau MLVA. Teknik ini menganalisis bagian genom yang berulang dan sangat bervariasi, mirip dengan cara tes DNA forensik pada manusia. MLVA lebih cepat dan lebih murah dibanding WGS, tetapi mampu memberikan detail yang lebih tinggi dibanding MLST.

Kemudian lahirlah core genome MLST atau cgMLST, versi lanjutan yang tidak hanya melihat tujuh gen, melainkan ratusan hingga ribuan gen inti. Pendekatan ini menjadi jembatan menuju era genomik, ketika identitas mikroba ditentukan dari keseluruhan peta genetiknya.

Membaca Seluruh Buku Kehidupan

Kini, dengan Whole Genome Sequencing, seluruh genom bakteri dapat dibaca dalam hitungan jam. Teknologi ini membuka seluruh “buku petunjuk” kehidupan bakteri, bukan hanya beberapa halamannya. Dari data inilah para ilmuwan bisa membandingkan perbedaan satu basa DNA atau Single Nucleotide Polymorphism (SNP) antara dua isolat yang tampak identik.

Kemampuan ini memungkinkan pelacakan wabah dengan tingkat akurasi luar biasa. Para peneliti dapat mengetahui apakah dua pasien terinfeksi oleh strain yang sama, memetakan rantai penularan di rumah sakit, hingga menemukan gen penyebab resistensi antibiotik. Namun, data yang begitu besar membutuhkan komputer super, tenaga ahli bioinformatika, dan sistem penyimpanan data yang andal.

Jejaring Global dan Taksonomi Baru

Manfaat sebenarnya dari data genom terwujud ketika data itu dibagikan. Platform seperti NCBI Pathogen Detection dan Global Microbial Identifier kini berfungsi sebagai pusat pengawasan global. Sebuah genom dari wabah di Jogja bisa dibandingkan dengan puluhan ribu isolat dari seluruh dunia. Dalam waktu singkat, sistem dapat memperingatkan bahwa strain yang sama juga muncul di Wuhan atau Bangkok.

Pendekatan ini bukan hanya membantu mengendalikan wabah, tetapi juga memperbarui cara kita memahami hubungan antarspesies. Kini ilmuwan tak lagi mengelompokkan bakteri hanya berdasarkan bentuk atau sifatnya, tetapi juga dari kedekatan genetiknya. Konsep ini dikenal sebagai polyphasic taxonomy, yaitu sistem klasifikasi yang menggabungkan data genetik, kimiawi, dan fenotipik untuk mencerminkan hubungan evolusi yang sebenarnya.

Menyatukan Pohon Kehidupan

Dari data genom yang terus bertambah lahir bidang baru bernama phylogenomics. Ilmu ini memadukan filogeni dan genomika untuk menelusuri sejarah evolusi mikroba secara menyeluruh. Dengan mempelajari ribuan genom sekaligus, ilmuwan kini dapat melacak bagaimana spesies mikroba berpisah, beradaptasi, dan berkembang seiring waktu. Pendekatan ini juga membantu memahami bagaimana gen tertentu berpindah dari satu spesies ke spesies lain, dan bagaimana mekanisme itu berkontribusi pada munculnya patogen baru.

Phylogenomics mengubah cara kita melihat dunia mikroba. Ia bukan lagi sekadar alat untuk klasifikasi, tetapi jendela untuk memahami hubungan kehidupan di tingkat paling dasar.

Dari Cawan ke Cloud

Kini, satu sampel kecil di laboratorium bisa berubah menjadi titik data dalam jaringan global. Dari cawan petri ke server berkapasitas raksasa, dari sidik jari DNA ke peta evolusi kehidupan, perjalanan ini menggambarkan bagaimana sains telah bergerak dari sekadar mengenali siapa pelaku wabah menjadi memahami bagaimana dan mengapa ia muncul.

Setiap urutan genom adalah cerita kecil tentang adaptasi, perjalanan, dan kolaborasi manusia di seluruh dunia dalam menghadapi ancaman yang sama: mikroba yang tak terlihat namun selalu hadir di sekitar kita.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image