Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sinta Nuriyatul Millah

Memberi Ruang untuk Hidup

Sastra | 2025-10-24 00:55:45

Setiap perjalanan hidup baik dalam karier, hubungan, maupun kehidupan pribadi pasti

akan melalui titik nadir, yaitu fase yang membuat seseorang ragu untuk melangkah maju atau

bahkan tergoda untuk menyerah. Fase tersebut dikenal sebagai the dip, yaitu saat-saat kritis

ketika semangat menurun, hambatan semakin besar, dan arah tujuan menjadi buram. Buku Into

The Dip: Ingin Berhenti? Nanti Dulu karya Agnes Chin hadir sebagai panduan reflektif untuk

memahami serta menghadapi fase tersebut. Dengan gaya penulisan yang lugas dan ringan,

penulis mengajak pembaca untuk mengambil jeda sejenak guna mengevaluasi perjuangan

mereka. Melalui Pendekatan yang inspiratif sekaligus realistis, buku ini mengingatkan

pembaca agar tidak tergesa-gesa mengambil keputusan besar saat berada di titik lelah atau

frustasi.

Buku ini dibuka dengan pertanyaan mendasar yang sangat relevan bagi banyak orang:

Kapan kita harus bertahan, dan kapan saatnya berhenti? Penulis memperkenalkan konsep the

dip sebagai momen menantang yang justru dapat menjadi pembeda antara mereka yangberhasil dan yang gagal. Dalam fase ini, keputusan harus diambil berdasarkan evaluasi jujur,

bukan emosi sesaat. Agnes Chin menegaskan bahwa tidak semua perjuangan harus diteruskan.

Terkadang, menyerah bukanlah bentuk kelemahan, melainkan keputusan strategis untuk

mengalihkan energi kepada hal yang lebih bermakna. Namun demikian, banyak pula orang

yang menyerah terlalu cepat karena tidak menyadari bahwa “dip” hanyalah fase sementara

yang sebenarnya bisa dilalui.

Salah satu keunggulan buku ini adalah relevansinya dengan kehidupan nyata. Siapa pun

baik pelajar, pekerja, ibu rumah tangga, maupun pengusaha pasti pernah berada di titik ingin

menyerah. Buku ini menjadi pengingat bahwa rasa lelah bukan alasan untuk berhenti

selamanya. Kelebihan lainnya terletak pada gaya bahasa Agnes yang lembut namun kuat. Ia

mampu membangun empati tanpa menggunakan jargon motivasi yang berlebihan. Buku ini

tidak menghakimi pembaca yang merasa lemah, melainkan memberi ruang untuk berdamai

dengan diri sendiri. Selain itu, karena ukurannya ringkas, buku ini dapat dibaca dalam waktu

singkat tetapi memberikan efek renungan yang mendalam.

Meski inspiratif, buku ini memiliki keterbatasan dalam hal kedalaman pembahasan.

Beberapa pembaca mungkin merasa bahwa penjelasan mengenai konsep the dip masih terlalu

umum dan kurang disertai contoh nyata yang kompleks. Jumlah halamannya yang relatif

sedikit membuat beberapa ide terasa cepat berlalu tanpa eksplorasi mendalam. Akan lebih

menarik jika penulis menambahkan studi kasus atau pengalaman pribadi yang lebih konkret

untuk memperkuat argumen.

Agnes Chin menulis, “Fase dip ini bukan soal kalah, melainkan soal bertahan dengan

visi yang jelas” (hlm. 52). Melalui gaya tutur yang ringan namun reflektif, pembaca diajak

membedakan antara “berhenti karena kalah” dan “berhenti dengan bijak”. Tidak semua

perjuangan patut diteruskan, dan tidak semua kegagalan berarti menyerah. Ada kalanya

berhenti merupakan langkah strategis untuk mengevaluasi arah, mengisi ulang tenaga, lalu

kembali melangkah dengan cara yang lebih tepat. Namun, berhenti terlalu cepat juga berarti

kehilangan peluang untuk tumbuh dan menembus batas diri.

Secara keseluruhan, Into The Dip: Ingin Berhenti? Nanti Dulu bukan sekadar buku

motivasi, melainkan panduan reflektif untuk siapa pun yang merasa terjebak dalam

ketidakpastian. Dengan bahasa yang jujur dan menenangkan, Agnes Chin mengingatkan bahwa

setiap perjalanan besar selalu melewati lembah yang curam. Buku ini mungkin tidak menjawabsemua persoalan hidup, tetapi mampu menyalakan kembali api kecil dalam diri bahwa setiap

dip bisa dilewati asal kita mau berhenti sejenak, menata napas, lalu melanjutkan langkah.

Singkatnya, buku ini bukan hanya untuk dibaca, tetapi juga untuk direnungkan. Ia menjadi

bacaan ideal bagi siapa pun yang pernah berada di titik ingin menyerah namun masih memiliki

harapan untuk bangkit kembali.

*) Universitas Muhammadiyah Malang

Sinta Nuriyatul Millah

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image