Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image sasya afifah

Nikmati Proses, Bukan Hanya Hasil

Sastra | 2025-10-23 23:50:01

NIKMATI PROSES, BUKAN HANYA HASIL

Judul Buku : SLOW LIVING (Hidup bukanlah pelarian, tapi perjalanan)

Nama Penulis : Sabrina Ara

Penerbit : Syalmahat publishing, Sendangmulyo-Semarang

Tahun Terbit : 2023

Jumlah Halaman : viii+116 halaman

Ukuran dan Jenis Kertas : 14*20cm dan Bookpaper

Harga Buku : 49.000

Kode ISBN : 978-623-5269-28-3

Peresensi : Sassya Afifaturrosidah/118*)

Sabrina Ara adalah seorang penulis buku best seller berjudul Sayangi Dirimu, Berhentilah Menyenangkan Semua Orang. Ia aktif sebagai pegiat literasi di Yogyakarta. Penngalaman sebagai pegiat literasi tersebut yang menjadi bekal untuk menjadi penulis ulung. Demi mengejar keberhasilan secepat mungkin, kita sering kali rela kehilangan waktu berharga dan melupakan kebahagiaan diri sendiri. Bahkan, tidak jarang jika kesehatan ikut terganggu karena tubuh dipaksa bekerja tanpa jeda. Padahal, diri kita juga pantas untuk menjaga kesehatan bukan?

Penulis menyuruh kita untuk berhenti menyiksa diri hanya demi terlihat berhasil. Belajarlah mencintai diri sendiri dengan memberi waktu untuk bernapas dan menikmati perjalanan hidup. Bergerak cepat di lintasan yang bukan milik kita, justru bisa membuat lelah dan tersesat. Melambat bukan berarti berhenti, tetapi memberi ruang agar kita bisa berjalan dengan ritme yang sesuai. Melalui buku slow living, Sabrina Ara mengajak kita memahami bahwa hidup bukan pelarian, melainkan perjalanan. Ia mengajarkan cara menikmati setiap proses dengan sadar, tetap produktif tanpa kehilangan ketenangan. Karena sejatinya, melangkah perlahan sering kali justru membawa kita lebih dekat pada makna hidup yang sebenarnya.

Buku Slow Living membahas tentang kita hidup di zaman yang terobsesi pada kecepatan. Semakin cepat, sering kali dianggap lebih baik. Seperti kuliah yang tak perlu lama-lama. Dan, menjadi manusia sibuk nyatanya mampu membuat orang merasa semakin bernilai bukan? Terjerat kesibukan juga berpotensi membuat kita kehilangan banyak hal untuk menikmati hidup. Bagaimana bisa memiliki hidup yang berkualitas, jika kita tertimbun kesibukan yang tanpa jeda? (hal.4)

Peradaban yang serba cepat, memang tidak bisa kita hentikan. Namun, itu bukan berarti kita harus mengikuti arus hidup yang selalu cepat. Terburu-buru memang tidak selalu berarti buruk. Terburu-buru bisa dialami oleh siapa pun, bahkan anak yang berusia 5 tahun. Orang memilih terburu-buru karena tidak ingin tertinggal dan ada ambisi yang harus dikejar. Salah satu yang diderita oleh generasi masa kini dari kemajuan teknologi adalah batin dan pikiran yang terdistraksi. Apa itu distraksi? Distraksi adalah sesuatu yang bisa mengalihkan perhatian kita dari tujuan. (hal.21) berbeda halnya dengan orang zaman dahulu yang hidup dengan teknologi terbatas.

Pembaca tentu sadar bahwa hidup di dunia hanyalah sementara. Akan tetapi, meskipun sebernarnya kita menyadari semua itu, nyatanya kita sering tidak berada di masa kini. Hidup dengan cara melambat bisa jadi salah satusolusi untuk hidup yang serba grasa-grusu. Melambat bukan berarti bergerak seperti siput, tetapi kita hanya perlu mengatur kecepatan yang ramah untuk diri sendiri. Tanpa memakai standar orang lain, kita juga bisa memiliki standar kita sendiri. Ada aliran filosofi yang bisa menjadi panduan praktis untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan dalam hidup. Apa filosofi tersebut? Filosofi tersebut adalah filsafat stoikisme. Dengan stoikisme kita diajak untuk belajar hidup tenang dalam situasi sulit yang tidak terduga (hal.46)

Hidup manusia bukanlah semata susunan kisah-kisah manis dan romantis. Kadangkala, kita juga tidak bisa menghindar dari garis kesedihan yang mengundang tangis. Itulah yang dinamakan takdir. Tak seorang pun bisa meramalkan takdir sebelum kejadian. Sebagaimana kejutan, takdir bisa hadir secara tiba-tiba. Tidak semua orang mampu menerima takdirnya, jika itu berupa peristiwa buruk. Kita hanya belum menemukan sisi baik dari takdir yang dianggap buruk. Kita melihat kejadian buruk dari kacamata yang negatif, karena itulah kita jadi mudah menyalahkan. Memang benar jika kejadian buruk dan baik di dunia ini tak lepas dari skenario Tuhan. Takdir merupakan pertemuan antar usaha manusia dengan kehendak Tuhan. Ia terletak di ujung usaha nanti. Namun meski kita berusaha keras, bukan berarti takdir yang datang pasti sama dengan yang diharapkan (hal.60)

Pembahasan didalamnya terselip setiap pekerjaan sejatinya memiliki risikonya masing-masing. Tidak ada pekerjaan yang benar-benar enak, sekalipun jika kita bekerja sesuai passion atau hobi. Karena yang kita hadapi adalah komitmen bekerja. Ketika kita memaksakan diri untuk sukses agar bisa memenuhi standar orang lain, terkadang justru membuat kita frustasi. Mengapa? Karena kita mengira bisa mengendalikan hasil yang merupakan hak Tuhan untuk menentukannya. Orang dekat yang mengaku peduli tapi bertindak dan berkomentar jahat, sejatinya hanyalah tukang basa-basi yang pura-pura peduli (hal.78)

Didalam buku tersebut manusia diberi kelebihan sebagai bekal untuk bisa bertahan dalam hidup, dan diberi kelemahan agar hidup dengan kesadaran sebagai manusia. Sadar bahwa manusia tidak ada yang sempurna. Kelemahan dan kelebihan tersebut dihadirkan karena untuk saling melengkapi. Spasi adalah jarak diantara dua kata sedangkan jeda dalam hidup kita ibarat spasi diantara barisan agenda (hal.85)

Mencapai target besar dalam hidup, terkadang seperti membangun sebuah rumah. Untuk membangun rumah sekali jadi, kita butuh tenaga, pikiran dan dana yang ekstra. Bukan masalah besar bagi orang yang mampu. Namun, itu akan menjadi berat apabila kenyataanya tidak mencukupi tiga poin tersebut. Tidak semuanya, usaha-usaha ambisius berakhir bagus. Namun, yang pasti tubuhmu akan mudah lelah akan tindakan-tindakan ambisius (hal.101). Karena itulah, ambil kendalimu. Jangan biarkan ambisi mengendalikanmu. Kita sering kali membanding-bandingkan hidup dengan orang lain, karena merasa tidak puas dengan hidup yang dimiliki. Untuk itu, fokuslah pada dunia sendiri, dan mulai hiatus dari memberi perhatian terlalu banyak pada orang lain.

Penulis mengajak pembaca untuk hidup lebih sadar, sederhana, dan penuh makna. Slow Living layak dibaca oleh siapa pun yang ingin menemukan keseimbangan antara ketenangan batin dan kesibukan hidup sehari-hari. Membaca buku ini seperti berbicara dengan diri sendiri – menemukan ruang hening di antara hiruk piruk dunia modern. Oleh karena itu, Slow Living layak menjadi bacaan yang menemani siapa pun yang ingin memperlambat langkah, menata pikiran, dan menemukan Kembali makna hidup yang sesungguhnya.

Buku ini sudah sangat menarik dan menginspirasi, namun akan lebih baik jika penulis menambahkan lebih banyak contoh konkret atau pengalaman pribadi yang mendalam agar pembaca bisa lebih mudah menerapkan konsep Slow Living dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, beberapa bagian terasa agak berulang sehingga bisa dibuat lebih ringkas agar pesan utama tersampaikan lebih efektif.

*) Mahasiswa Farmasi Universitas Muhammadiyah Malang

Sassya Afifaturrosidah

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image