Fenomena Fatherless, Jadilah Ayah Betulan Bukan Kebetulan Jadi Ayah
Curhat | 2025-10-23 15:43:20
Fenomena fatherless dimana anak tumbuh tanpa pengasuhan ayah perlu mendapatkan perhatian serius. Ini dikarenakan Indonesia menempati posisi ketiga di dunia sebagai negara tanpa ayah (fatherless country).
Berdasarkan data Mikro Survei Sosial Ekonomi Nasional Badan Pusat Statistik Maret 2024, 15,9 juta anak berpotensi menjadi fatherless. Sebanyak 4,4 juta anak tinggal di keluarga tanpa ayah. Sementara itu, 11,5 juta anak lain tinggal bersama ayah dengan jam kerja lebih dari 12 jam per hari. (detikEdu, Jumat 17/10/2025).
Menurut Dekan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Dr Rahmat Hidayat -- Banyak keluarga masa sekarang yang mengalami ketidakhadiran ayah karena faktor pekerjaan yang menuntut mobilitas tinggi. Namun, kehadiran ayah tetap dibutuhkan untuk mendukung perkembangan emosional dan sosial anak," (Kamis,16/10/2025).
Kesulitan ekonomi disinyalir menjadi salah satu faktor yang menyebabkan banyak terjadi fatherless. Selain itu faktor perceraian, tidak paham bagaimana agama mengatur peran ayah, dan buruknya komunikasi dengan anak turut menyumbang pada terjadinya fenomena fatherless.
Sedangkan dampak fatherless diantaranya anak kehilangan sosok ayah sebagai teladan dan pelindung keluarga, anak berpotensi mengalami gangguan mental dan emosional, menurunnya prestasi akademik, keluarga menghadapi tantangan ekonomi yang lebih besar dan lainnya.
Menjadi Ayah Betulan
Fenomena fatherless tentu bukan "prestasi" yang membanggakan. Apalagi angka 15,9 juta anak harusnya menjadi alarm bagi kita semua untuk segera mencari jalan keluar dari problem ini. Pertama, jadilah ayah betulan. Menyelesaikan fatheless tentu harus dimulai dari menjadi ayah yang paham tugas dan amanahnya. Jikapun tidak tahu bagaimana peran ayah, maka harus belajar dan mencari ilmu tentang apa saja kewajiban seorang ayah. Dalam Islam, ayah tidak hanya mencari nafkah, namun bertanggung jawab juga pada pendidikan dan pengasuhan anak sebagaimana hadis Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berikut ini :
“Tiada suatu pemberian yang lebih utama dari orang tua kepada anaknya selain (pendidikan) adab yang baik.” (HR Al-Hakim No. 7679).
“Dan laki-laki adalah pemimpin anggota keluarganya dan ia dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, dan istri adalah pemimpin terhadap keluarga rumah suaminya dan juga anak-anaknya, dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap mereka.” (HR Bukhari).
Sehingga mendidik anak bukan hanya peran ibu, namun ayah juga punya andil besar. Jadilah ayah yang betul-betul siap menjalankan amanah. Bukan sebatas menjadi ayah karena kebetulan sudah menikah, dan kebetulan istrinya sudah hamil dan melahirkan seorang anak.
Kedua, fatherless karena tidak hadirnya sosok ayah secara fisik. Bisa karena ayah yang sudah meninggal, perceraian, atau sebab yang lain. Untuk masalah ini, kita bisa membuka lembaran kisah masa kecilnya Nabi Muhammad, dimana beliau pernah diasuh oleh sang kakek Abdul Muthalib dan pamannya yaitu Abu Thalib. Jauh sebelum Nabi Muhammad, kita mengetahui ada Nabi Ismail yang juga lama tidak bertemu secara fisik dengan ayah tercinta (Nabi Ibrahim).
Apa pelajaran berharga dari kisah di atas?. Bahwa ketidakhadiran ayah secara fisik, bisa dipenuhi tangki kasih sayangnya oleh sosok lain yang paham tentang pendidikan dan pengasuhan anak. Sehingga jika ada anak yang diuji dengan masalah yang sama, harus ada sosok "ayah" dan ibu yang bisa tetap membersamai anak. Harapannya anak tetap bisa tumbuh menjadi pribadi yang kuat dan berakhlaq mulia.
Yang terakhir, negara akan mensupport peran ayah. Sebagai sistem hidup yang lengkap, Islam memberikan solusi agar negara hadir untuk mengurai problem ekonomi ini. Karena akan terasa berat jika masing-masing ayah berjibaku sendiri dalam mencari nafkah. Dalam Islam, negara adalah raa'in (pengurus umat) dan berkewajiban membuka lapangan kerja yang luas di wilayah yang mudah dijangkau oleh para ayah. Sehingga mereka tidak perlu melakukan perjalanan yang jauh untuk bekerja. Para ayah bisa bekerja pada waktunya dan masih punya waktu juga untuk membersamai dan mengasuh anak.
Negara akan mengelola SDA sesuai dengan syariah sehingga manfaatnya dikembalikan lagi untuk memenuhi hak-hak dasar masyarakat. Misalkan untuk pendidikan, kesehatan dan keamanan. Sehingga wajar dalam sistem Islam sekolah bersifat gratis atau berbiaya rendah. Ini tentu sangat berbeda dengan pendidikan dalam kehidupan kapitalisme seperti sekarang ini yang menuntut para ayah untuk bekerja dan mencari uang dari pagi hingga petang, bahkan banyak yang mencari kerja hingga ke luar negeri atau bekerja lebih dari satu pekerjaan. Sistem Islam menyelesaikan semua problem itu dengan memberikan jaminan pada terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat, yang diambilkan dari Baitul Mal. Inilah pandangan Islam terkait solusi untuk fenomena fatherless, semoga menjadi kebaikan bagi kita semua.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
