Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image KHANSA HUWAIDA ZAHRA

Dari Otak ke Tubuh: Respons Fisiologis terhadap Kecemasan

Edukasi | 2025-10-22 21:04:01

angguan kecemasan semakin meningkat terutama dalam kehidupan modern yang serba cepat dan penuh tekanan, banyak manusia yang mengalami kecemasan sebagai respons terhadap tuntutan dan ketidakpastian yang mereka hadapi setiap hari. Diperkirakan 4,4% populasi global saat ini mengalami gangguan kecemasan. Pada tahun 2021, 359 juta orang di dunia mengalami gangguan kecemasan, menjadikan gangguan kecemasan sebagai gangguan mental yang paling umum (World Health Organization, 2025). Menurut Craske & Stein (dalam Ghasemi, 2021) Kecemasan adalah emosi yang ditandai dengan peningkatan kewaspadaan dan reaktivitas terhadap ancaman yang mengarah pada berbagai perilaku defensif. Perilaku ini bertindak untuk mencegah atau meminimalkan bahaya bagi organisme dalam menghadapi rangsangan yang tidak menyenangkan. Ini adalah respons adaptif yang penting untuk bertahan hidup. Serangan kecemasan yang berulang atau kepanikan seiring dengan kegugupan, dinamakan gangguan kepanikan (Ramaiah, 2003).

Namun pernahkah kalian bertanya-tanya mengapa saat kita dihadapkan dengan sesuatu yang membuat kita cemas, tubuh kita mengeluarkan reaksi seperti tangan yang bergetar, perut yang mual, dada yang terasa sesak, dan nafas yang terengah-engah? ternyata ketika kita mengalami kecemasan, otak dan tubuh bereaksi seolah-olah sedang menghadapi ancaman yang nyata. Prosesnya melibatkan beberapa bagian otak utama dan sistem saraf.

Sistem limbik adalah bagian otak yang sangat berperan dalam pembentukan tingkah laku emosi (marah, taktit, dorongan seksual). Sistem limbik terdiri dari amigdala, septum, hipotalamus, talamus, dan hipokampus (Masters dkk. 1992). Jadi, sistem ini bertanggung jawab untuk mengolah peristiwa yang dialami, belajar darinya, serta mempengaruhi cara seseorang untuk bertindak dan merasakannya. Saat merasa terancam, amigdala akan mengirim sinyal bahaya ke bagian otak, amigdala sendiri merupakan bagian di sistem limbik yang berperan dalam memproses emosi takut dan cemas. Emosi takut akan menimbulkan reaksi untuk bersembunyi, berlari, atau bersiap-siap melawan. Kemudian Hipotalamus akan mengaktifkan saraf simpatik, dan menstimulasi kelenjar adrenal untuk melepas adrenalin atau lebih tepatnya epineprin ke dalam aliran darah yang menyebabkan denyut jantung meningkat dan terasa berdebar-debar, otot terasa tegang, dan nafas menjadi terengah-engah, memicu kontraksi otot perut yang meningkatkan tekanan dan memicu rasa mual. dan glukosa dalam darah meningkat. Selanjutnya glukosa akan didistribusi dan dipusatkan pada bagian yang diperlukan untuk bersiap-siap melawan semua itu adalah respons tubuh sebagai persiapan untuk menghadapi bahaya. Saat mengalami stres, tubuh melepaskan lebih banyak kortisol ke dalam darah. Kortisol adalah hormon steroid yang diproduksi oleh dua kelenjar adrenal yang memiliki fungsi penting seperti membantu tubuh untuk merespons stres atau bahaya, meningkatkan metabolisme glukosa tubuh, mengendalikan detak jantung dan tekanan darah, kortisol juga dibutuhkan untuk merespons dalam menghadapi ancaman yang dirasakan. Berdasarkan fungsi tersebut, keseimbangan kortisol sangat penting untuk kesehatan. Kelebihan kortisol dapat memengaruhi suasana hati seperti depresi, kecemasan, dan kesulitan berkonsentrasi.

Selain itu, neurotransmitter di otak juga terlibat dalam gangguan kecemasan, salah satunya adalah serotonin yang berkaitan dengan pengaturan suasana hati, serta berperan penting dalam menjaga keseimbangan suasana hati, tidur, dan nafsu makan. Kadar serotonin yang rendah dapat menyebabkan perasaan sedih, mudah tersinggung, dan kelelahan.

(dalam Ramaiah, 2003) terdapat empat faktor utama yang mempengaruhi perkembangan pola dasar yang menunjukkan reaksi rasa cemas:

 

  1. Lingkungan: Lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara berpikir Anda tentang diri Anda sendiri dan orang lain. Hal ini bisa saja disebabkan pengalaman Anda dengan keluarga, dengan sahabat, dengan rekan kerja, dan lain-lain. Kecemasan wajar timbul jika Anda merasa tidak aman terhadap lingkungan Anda.
  2. Emosi yang ditekan: Kecemasan bisa terjadi jika Anda tidak mampu menemukan jalan keluar untuk perasaan Anda dalam hubungan personal. Ini benar terutama jika Anda menekan rasa marah atau frustrasi dalam jangka waktu yang lama sekali.
  3. Sebab-sebab fisik: Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat menyebabkan timbulnya kecemasan. Ini biasanya terlihat dalam kondisi seperti misalnya kehamilan, semasa remaja dan sewaktu pulih dari suatu penyakit. Selama ditimpa kondisi-kondisi ini, perubahan-perubahan perasaan lazim muncul, dan ini dapat menyebabkan timbulnya kecemasan.
  4. Keturunan: Sekalipun gangguan emosi ada yang ditemukan dalam keluarga-keluarga tertentu, ini bukan merupakan penyebab penting dari kecemasan.

Menurut Atkinson (dalam Harini, 2013) ada dua cara untuk mengatasi kecemasan, yaitu pertama dengan menitikberatkan masalah, individu menilai situasi yang dapat menimbulkan kecemasan dan melakukan sesuatu untuk mengubah atau menghindarinya. Kedua, dengan menitikberatkan emosi, individu berusaha mereduksi perasaan cemas melalui berbagai cara dan tidak secara langsung menghadapi masalah yang menimbulkan kecemasan itu. Sehingga untuk mengatasi perasaan cemas yang bisa dialami oleh siapa saja dalam situasi tertentu, individu tersebut tentunya mempunyai kemampuan untuk mengatasinya sendiri.

Ada beberapa cara mengatasi kecemasan, yaitu sebagai berikut:

 

  1. Pengendalian diri, segala usaha yang mengendalikan berbagai keinginan pribadi yang sudah tidak sesuai dengan kondisinya.
  2. Dukungan, dukungan dari keluarga dan teman-teman dapat memberikan kesembuhan terhadap kecemasan.
  3. Tindakan Fisik, melakukan kegiatan-kegiatan fisik seperti olahraga akan sangat baik untuk menghilangkan cemas.
  4. Tidur, tidur yang cukup dengan durasi tidur enam sampai delapan jam pada malam hari dapat mengembalikan kesegaran dan kebugaran.
  5. Mendengarkan Musik, mendengarkan musik lembut dapat membantu menenangkan pikiran dan perasaan.
  6. Konsumsi Makanan, keseimbangan mengonsumsi makanan yang mengandung gizi dan vitamin sangat baik untuk kesehatan

Dapat disimpulkan bahwa gangguan kecemasan adalah reaksi adaptif yang penting untuk bertahan hidup, namun jika berlebihan dapat mengganggu aktivitas dalam kehidupan kita. Secara biologis, gangguan kecemasan melibatkan sistem limbik, terutama amigdala yang memproses emosi takut dan cemas, serta sistem araf yang merespons dengan pelepasan hormon seperti adrenalin dan kortisol. Reaksi fisik seperti peningkatan detak jantung, napas yang terengah-engah dan otot yang tegang adalah bagian dari respons tubuh terhadap ancaman. Untuk mengatasi kecemasan dapat dilakukan dengan pengendalian diri, dukungan dari sekitar, olahraga, tidur cukup, mendengarkan musik, dan konsumsi makanan yang bergizi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image