Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Shofie Sevanya abigail

Antara Realita dan Fantasi: Studi Biopsikologi tentang Pengaruh Maladaptive Daydreaming pada Perilaku Manusia

Eduaksi | 2025-10-21 19:15:36

Maladaptive Daydreaming (MD) merupakan suatu bentuk pelarian atau penyelesaian masalah mental yang biasanya ditandai dengan perilaku melamun yang berkepanjangan pada seorang individu dalam kehidupan sehari harinya. Topik ini mencerminkan perpaduan yang menarik antara fenomena psikologi dengan aspek biologis yang ada. Fenomena (MD) ini juga semakin banyak dialami orang orang di era modern ini, akibat dari banyaknya tekanan sosial, stress berlebihan dan kemudahan akses digital ke media sosial.

Banyak dari mereka membayangkan berbagai skenario (berkhayal) di dalam pikiranya bahkan sampai membayangkan bagaimana skenario tersebut dapat terjadi di dunia nyata. Topik ini juga relevan dalam kedihupan sehari hari, mengingat banyaknya individu yang mugkin tidak menyadari bahwasanya kebiasaan melamun yang berlebihan dapat berakar pada faktor biologis dan faktor psikologis seseorang.

Gambar Dihasilkan Oleh AI

Istilah maladaptive daydreaming yang digagaskan oleh Somer pada tahun 2002 merupakan fenomena psikologis yang ditandai oleh melamun secara ekstensif yang dapat mengantikan interaksi antar manusia di dunia nyata, menghambat fungsi individu di area area penting serta menimbulkan banyak dampak buruk bagi kehidupan sosial, akademik, dan interpersonal. MD melibatkan dunia fantasi yang hidup dan mendalam yang diciptakan seseorang di dalam pikiranya (al-hassani, 2024), biasanya seorang individu melakukan MD untuk mengurangi stress, kecemasan dan tantangan emosional. Tak sedikit individu juga mengalami maladaptive daydreaming karena trauma yang dialami sewaktu kecil.

Dalam biopsikologi, maladaptive daydreaming atau MD dipandang sebagai aktivitas kognitif berlebihan yang melibatkan system saraf pusat, dimana seorang individu mengalami gangguan regulasi antara imajinasi, perhatian dan kontrol impuls. Aktivitas MD yang berlebihan juga dapat memberi sensasi menyenangkan atau Bahagia dalam diri individu sehingga dapat memicu pelepasan dopamine, yaitu zat kimia otak yang menimbulkan rasa senang. Jika hal itu terus menerus berlangsung, lama kelamaan otak akan mulai mempelajari bahwa kegiatan melamun bisa memberikan reward yaitu kebahagiaan, sehingga MD dapat menjadi kebiasaan adiktif yang dapat merusak sistem kerja otak manusia. MD juga berpengaruh dalam regulasi emosi manusia yaitu MD muncul sebagai sebuah coping mechanism biologis, dengan cara otak mencoba melindungi diri dari stress, tekanan sosial bahkan rasa trauma dan emosi negatif dengan cara lebih memilih dunia khayalan yang ia buat daripada dunia sosial yang nyata adanya.

Namun dalam kenyataanya, beberapa penelitian mengindikasikan bahwa pengunaan MD bukan merupakan strategi coping mechanism yang efektif untuk sebuah penyelesaian trauma atau masalah, justru penggunaan MD dapat menimbulkan dampak dampak negatif lebih lanjut bagi pengguna. Beberapa dampak buruk yang mulai muncul saat seorang individu menggunakan MD sebagai koping yaitu penurunan kemampuan regulasi emosi, penurunan kreativitas, peningkatan emosi negatif, peningkatan level depresi dan kesepian, penurunan self-esteem,serta skor tinggi pada aspek tekanan psikologis, fobia sosial dan isolasi sosial (West & Somer, 2020; Wen dkk, 2022; Theodor-Katz dkk, 2022; Somer & Herscu, 2017).

Temuan temuan peneliti tentang MD mengindikasikan bahwa meskipun MD memberikan efek instan positif ketika aktivitas tersebut sedang berlangsung tetapi dampak yang ditimbulkan lebih lanjut cenderung merugikan setiap individu yang melakukanya. Kerugian tersebut bukan hanya dalam segi regulasi emosi tetapi juga dalam berbagai aspek lainya yang berkaitan dengan gangguan psikologis masing masing individu. Maka dari itu, muncul kejelasan bahwa MD perlu dipertimbangkan dalam menangani klien atau seseorang dengan gangguan psikologis guna memastikan efektivitas strategi coping mechanism yang mereka gunakan dalam penanganan sebuah masalah.

Dampak MD bukan hanya terjadi pada psikologis seseorang tetapi dampak MD dapat dirasakan di berbagai aspek, seperti dampak pada interpersonal dan sosial. Kondisi maladaptive daydreaming tidak hanya berdampak pada kehidupan internal seseorang, tetapi juga mengganggu aktivitas sosial dan hubungan interpersonalnya. Individu dengan kecenderungan ini cenderung menggunakan lamunan sebagai sebagai pengganti interaksi sosial yang sebenarnya, karena merasa lebih nyaman berada dalam dunia imajinasi yang dapat mereka kendalikan. Akibatnya, kemampuan untuk beradaptasi dan berkomunikasi secara nyata menjadi berkurang, yang memicu kecenderungan menarik diri, mengalami isolasi, serta kesulitan membangun dan mempertahankan hubungan yang sehat dengan orang lain, termasuk rekan kerja dan pasangan, sehingga berdampak pada menurunnya kesejahteraan psikologis dan kualitas hidup secara keseluruhan.

Dampak selanjutnya yaitu dampak adiktif dan kompulsif, Banyak individu dengan maladaptive daydreaming mengalami kesulitan untuk melepaskan diri dari dunia imajinasinya dan terus terdorong untuk larut di dalamnya. Kondisi ini menyerupai perilaku adiktif, di mana mereka merasa memiliki dorongan kuat akan kebutuhan kompulsif untuk terus berfantasi untuk memperoleh kenyamanan emosional atau menghindari stres dari realitas. Aktivitas berimajinasi yang awalnya menjadi bentuk pelarian sementara dapat berubah menjadi kebiasaan yang sulit dikendalikan, sehingga mengganggu tanggung jawab, rutinitas, dan hubungan sosial mereka. Akibatnya, semakin lama mereka terjebak dalam siklus tersebut yang membuat sulit untuk kembali terhubung dengan dunia nyata.

Pada akhirnya, maladaptive daydreaming merupakan fenomena psikologis yang kompleks karena melibatkan proses kognitif, emosional, dan sosial individu. Aktivitas berimajinasi yang seharusnya bersifat adaptif dapat berubah menjadi maladaptif apabila dilakukan secara berlebihan hingga mengganggu fungsi kehidupan sehari-hari. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi produktivitas dan konsentrasi, tetapi juga berdampak pada hubungan interpersonal serta kesejahteraan psikologis individu. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran dan pemahaman yang lebih mendalam mengenai batas antara melamun secara normal dan maladaptive daydreaming, disertai dengan upaya penyembuhan atau penyelesaian masalah oleh profesional agar individu mampu mengelola kecenderungan berfantasi secara lebih sehat dan adaptif dalam kehidupan nyata.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image