Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Zahwa Rizkiana Maulida

Menilik Sejarah Palestina Lewat Dinding Kafe di Kota Bandung

Gaya Hidup | 2025-10-20 15:01:00

Bandung - Dari luar, tempat itu tampak seperti kafe kecil pada umumnya. Lampu-lampu kuning temaram menggantung di langit-langit, menciptakan suasana hangat yang menenangkan. Tapi begitu melangkah masuk, suasananya berbeda. Di langit-langit, bendera Palestina terbentang, sementara di dindingnya tergambar kisah panjang tentang tanah yang tak pernah benar-benar tenang.

Setiap sisi ruangan memiliki ceritanya sendiri. Ada dinding yang menggambarkan peristiwa demi peristiwa dalam urutan kronologis. Dimulai dari angka 637, ketika Umar bin Khattab memasuki Baitul Maqdis dengan damai, hingga 7 Oktober, tanggal yang kini diingat dunia dengan begitu banyak luka. Ada pula dinding lain yang menampilkan wajah-wajah tokoh dari Gaza, lengkap dengan kutipan kata-kata mereka yang menggugah hati.

Dari satu dinding ke dinding lainnya, pengunjung seakan diajak menelusuri sejarah, bukan lewat teks panjang, tapi lewat gambar dan kalimat singkat yang penuh makna. Setiap baris menceritakan bab dari perjalanan panjang Palestina, tentang penjajahan, perlawanan, dan kehilangan yang tak pernah benar-benar berakhir.

Kafe ini terasa seperti museum kecil yang hidup tanpa pemandu, di mana potongan sejarah dibiarkan bercerita sendiri lewat gambar. Ada yang menatap diam-diam, ada yang membaca satu per satu tulisan kecil di bawah foto. Tak sedikit pula yang sekadar terhenti, seolah sedang membayangkan bagaimana rasanya kehilangan tempat bernama rumah.

Tempat itu bernama Seven October. Sebuah nama yang diambil dari tanggal penting dalam sejarah panjang Palestina, 7 Oktober. Hari yang bukan sekadar angka, melainkan simbol dari luka dan perlawanan. Nama itu dipilih bukan untuk sekadar dikenang, tapi untuk diingat dengan cara yang lebih hangat.

Di sisi lain, terdapat rak buku kecil berisi kisah-kisah tentang Palestina. Buku-buku itu terbuka bagi siapa saja yang ingin tahu lebih banyak, bukan hanya dari layar ponsel atau berita singkat, tapi dari kisah yang ditulis dengan air mata dan harapan.

Tak jauh dari sana, ada sudut kecil yang mana pengunjung bisa menulis pesan untuk Palestina di kertas kecil berwarna yang menempel di dinding. Ada yang menulis doa, ada yang menulis pesan cinta, ada juga yang hanya menuliskan satu kata: merdeka. Semua pesan itu terkumpul menjadi bentuk solidaritas sederhana, tanda bahwa empati masih hidup, bahkan di tempat sejauh Bandung.

Seven October bukan hanya tempat untuk menyeruput kopi atau berbincang santai. Ia dibangun agar masyarakat bisa lebih dari sekadar tahu, lebih dari sekadar melihat tragedi dari layar. Di sini, siapa pun bisa merasakan bagaimana sejarah, perjuangan, dan kemanusiaan bisa hadir begitu dekat, di antara dinding-dinding yang bercerita.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image