Menggugat Logika Bisnis di Balik Publikasi Jurnal Internasional
Eduaksi | 2025-10-20 05:27:34
Selama ini publik percaya bahwa mahalnya biaya publikasi jurnal (APC) adalah konsekuensi wajar dari reputasi tinggi jurnal Q1 dan Q2. Tapi benarkah demikian? Atau justru sistem ini menciptakan “kapitalisme akademik” yang menghambat akses pengetahuan dari negara berkembang?Pertama, biaya tinggi tidak selalu identik dengan kualitas. Banyak jurnal bereputasi tinggi dikelola oleh penerbit besar yang mengambil margin keuntungan tinggi dari sistem open access.
Faktanya, biaya produksi artikel digital relatif kecil: editor sering bekerja sukarela, reviewer tidak dibayar, dan infrastruktur online sudah terotomatisasi. Jadi, alasan “biaya operasional besar” sering dilebih-lebihkan.Kedua, sains seharusnya inklusif, bukan eksklusif. APC yang mahal membuat publikasi ilmiah hanya bisa dijangkau oleh peneliti dengan pendanaan besar, universitas elite, atau proyek internasional. Peneliti dari Asia, Afrika, atau Amerika Latin sering terpinggirkan, bukan karena kualitas risetnya rendah, tapi karena tak sanggup membayar.
Akibatnya, pengetahuan global menjadi bias terhadap negara kaya.Ketiga, model open access semestinya memperluas akses pembaca, bukan membatasi penulis. Ironisnya, sistem OA yang digadang sebagai solusi justru membalik beban: dulu pembaca yang membayar, kini penulis yang harus menanggung beban ekonomi publikasi. Ini menciptakan ketimpangan baru: “akses gratis untuk pembaca, tapi mahal bagi penghasil ilmu.”Keempat, ada banyak alternatif model yang lebih adil. Misalnya, jurnal universitas nonkomersial yang disubsidi institusi, model konsorsium perpustakaan, atau platform publikasi terbuka berbasis komunitas (seperti Open Library of Humanities atau SciELO). Model ini membuktikan bahwa publikasi berkualitas tinggi tidak harus mahal.Singkatnya, mahalnya APC bukan cerminan kualitas ilmiah, melainkan cerminan ketimpangan ekonomi dalam ekosistem pengetahuan global. Ilmu seharusnya bisa diakses dan diterbitkan tanpa batas ekonomi — karena pengetahuan adalah hak bersama umat manusia, bukan barang dagangan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
