Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fauzi Jogja

Masjid Mandiri, Umat Berdaya: Menyemai Spirit Fundraising dan Kolaborasi dari Generasi Muda

Agama | 2025-10-19 21:35:02
Dr. Muhsin Kalida saat presenatsi dalam kegiatan Peningkatan Kompetensi SDM Pemuda dan Remaja Masjid (dok. pribadi)

Di tengah derasnya arus zaman dan tantangan modernitas, masjid tak lagi cukup sekadar berdiri megah sebagai simbol keislaman. Ia harus hidup — berdenyut bersama masyarakatnya, menjawab kebutuhan spiritual sekaligus sosial-ekonomi umat. Inilah ruh yang berusaha dihidupkan kembali dalam kegiatan Peningkatan Kompetensi SDM Pemuda dan Remaja Masjid bertema “Di Masjid Hatiku Terkait.”

Dr. Muhsin Kalida, akademisi dan pegiat pemberdayaan masjid, menegaskan bahwa “masjid adalah bagian dari masyarakat madani.” Artinya, masjid memiliki fungsi strategis sebagai pusat layanan umat yang efisien dan efektif — bukan sekadar tempat ritual, tapi wadah transformasi sosial. Namun, tantangannya nyata: tanpa dana, masjid akan kesulitan bertahan, dan tanpa jejaring, masjid akan kehilangan daya dorong untuk berkembang.

Dari Survival Menuju Kemandirian

Masjid, sebagaimana lembaga sosial lainnya, membutuhkan energi penggerak — dan salah satunya adalah pendanaan. Fundraising atau penggalangan dana bukan perkara meminta, melainkan mengajak umat berpartisipasi dalam kebaikan yang berkelanjutan. Dalam perspektif Dr. Muhsin, fundraising bukan sekadar aktivitas ekonomi, melainkan proses mempengaruhi masyarakat agar ikut menyalurkan energi kebaikan melalui dukungan moral, material, dan partisipasi sosial.

Ia mengurai bahwa pengelolaan masjid harus melewati empat fase penting: survival, expansion, reducing dependency, dan sustainability. Dari tahap bertahan hidup menuju kemandirian, dari sekadar menerima sumbangan menuju menciptakan sumber-sumber dana produktif. Ketika lembaga masjid mampu membangun kemandirian finansial, maka posisinya sebagai pusat keadilan sosial semakin kuat — tidak tergantung pada kekuasaan, tapi justru menjadi mitra dalam membangun kesejahteraan umat.

Jaringan yang Menghidupkan

Masjid yang sehat adalah masjid yang terbuka untuk bersinergi. Dr. Muhsin menekankan pentingnya networking atau jaringan kolaboratif antara masjid dengan lembaga pemerintah, dunia usaha, media sosial, dan komunitas lokal. Di sinilah peran pemuda dan remaja menjadi sangat vital. Mereka memiliki kemampuan adaptasi tinggi terhadap teknologi, digitalisasi, dan jejaring sosial yang luas — sumber daya yang bisa menjadi modal besar bagi gerakan kemandirian masjid.

Ia mencontohkan, banyak masjid kini berhasil mengembangkan unit usaha produktif, mulai dari toko roti, laundry, hingga hotel syariah. Namun semua itu berawal dari jejaring dan kepercayaan publik. “Aktivitas kecil bisa menjadi besar bila dipublikasikan, dan aktivitas besar akan kehilangan arti bila tidak dikomunikasikan dengan baik,” pesannya. Dalam konteks ini, media sosial, publikasi kreatif, dan komunikasi publik menjadi bagian dari strategi fundraising modern yang harus dikuasai pemuda masjid.

Menggerakkan, Bukan Sekadar Mengelola

Refleksi yang muncul dari kegiatan ini sederhana tapi penting: pemuda dan remaja tidak boleh hanya menjadi penonton dalam dinamika kemasjidan, tetapi harus tampil sebagai penggerak. Mereka perlu memahami bahwa mengelola masjid bukan sekadar urusan takmir, melainkan juga bagian dari perjuangan sosial — jihad kultural yang mengubah masjid menjadi pusat pelayanan umat.

Kemandirian masjid bukan tujuan akhir, melainkan alat untuk membangun kesejahteraan kolektif. Dana yang dikelola bukan untuk mempercantik bangunan, tetapi untuk memuliakan manusia — membantu pendidikan, kesehatan, hingga ekonomi jamaah. Inilah filosofi masjid berdaya umat sejahtera yang kini mulai dihidupkan kembali di banyak daerah, termasuk melalui forum-forum seperti kegiatan pembinaan SDM masjid ini.

Menumbuhkan Ekosistem Masjid Masa Depan

Kegiatan ini bukan sekadar pelatihan teknis. Ia adalah bagian dari gerakan kebangkitan masjid di tangan generasi muda. Dari networking dan fundraising, mereka belajar tentang keikhlasan, profesionalisme, serta tanggung jawab sosial. Dari masjid mereka menanam nilai-nilai: kerja keras, integritas, kolaborasi, dan keberlanjutan.

Jika dahulu para wali menyebarkan Islam melalui masjid, kini pemuda masjid bisa menyebarkan kemaslahatan melalui jejaring dan kreativitas digital. Masjid bukan tempat yang jauh dari dunia, melainkan titik pusat bagi dunia untuk menemukan arah. Maka benar kata tema kegiatan ini: “Di Masjid Hatiku Terkait” — karena dari masjidlah hati umat ditautkan, dan dari sana pula masa depan bangsa dikuatkan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image